Ahli Ungkap Rata-rata Orang Berbohong Soal Covid-19

CNN Indonesia
Rabu, 12 Okt 2022 18:10 WIB
Mayoritas orang di Amerika Serikat ternyata berbohong soal Covid-19.
Ilustrasi covid-19. Banyak orang di Amerika Serikat ternyata berbohong soal covid-19. Foto: iStockphoto
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan kurangnya kejujuran dan kepatuhan publik dalam dua tahun pertama pandemi Covid-19.

Studi ini dipublikasikan di JAMA Network Open, dan survei dilakukan secara online pada 1733 orang dewasa, diambil pada 8 hingga 23 Desember 2021.

Lebih dari 40 persen dari responden mengaku melanggar aturan karantina atau salah mengartikan tindakan pencegahan yang mereka ambil, untuk mengurangi penyebaran virus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperempat responden memberi tahu seseorang yang bersama mereka bahwa mereka mengambil lebih banyak tindakan pencegahan untuk menghindari tertular SarS-CoV-2 daripada yang sebenarnya.

Sementara itu, 22,5 persen mengaku melanggar aturan karantina, dan 21 persen menghindari pengujian Covid-19. Saat memasuki ruang praktik dokter, 20 persen dari responden mengatakan mereka tidak menyebutkan jika mereka mengira telah, atau pernah terpapar virus.

"Beberapa orang mungkin berpikir jika mereka berbohong tentang status Covid-19 mereka sekali atau dua kali, itu bukan masalah besar," kata ilmuwan kesehatan populasi Angela Fagerlin dari University of Utah.

Di samping itu, beberapa responden ingin hidup mereka terasa 'normal'. Yang lain ingin menggunakan kebebasan mereka, atau mereka percaya informasi pribadi tentang keadaan kesehatan mereka bersifat pribadi.

Banyak yang mengaku mengikuti arahan dari figur publik yang mereka percayai, entah itu politikus, ilmuwan, presenter berita, atau selebritas.

Ketika persyaratan vaksin kemudian ditetapkan di banyak negara bagian dan lini bisnis, banyak responden mengaku berbohong tentang status vaksinasi mereka.

Alasan itu termasuk 'Saya tidak berpikir Covid-19 itu nyata', 'Saya tidak berpikir Covid-19 adalah masalah besar', 'Saya tidak ingin seseorang menilai atau berpikir buruk tentang saya', dan 'Saya diperlukan untuk dapat menghadiri kelas-kelas perguruan tinggi'

"Tetapi jika, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian kami, hampir setengah dari kita melakukannya, itu adalah masalah signifikan yang berkontribusi untuk memperpanjang pandemi."

Tujuan dari survei ini adalah untuk mencari tahu di mana kesalahan AS dalam menangani Covid-19, dan salah satu penulis, Alistair Thorpe mengakui dalam sebuah video yang menyertai penelitian ada faktor sistemik yang mempengaruhi ketidakjujuran dan ketidakpatuhan di kalangan masyarakat.

Pandemi COVID-19 telah menunjukkan kepada dunia betapa pentingnya menciptakan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang jelas, konsisten, dan dapat dicapai.

Penting juga untuk memastikan masyarakat memahami konsekuensinya jika langkah-langkah ini tidak diikuti.

Dikutip Science Alert, pemerintah AS menangani wabah virus corona dengan cara yang sangat berbeda. Pada 3 Februari 2020, pemerintahan Trump mengumumkan darurat kesehatan masyarakat.

Kemudian pada 13 Maret, penyebaran virus corona baru dianggap sebagai keadaan darurat nasional dan larangan perjalanan diberlakukan untuk penduduk yang terbang dari Eropa.

Selama dua bulan, sejak akhir April hingga akhir Juni, Satgas Virus Corona Gedung Putih tidak menggelar jumpa pers.

Pada saat itu, persyaratan pengujian dan karantina diserahkan kepada masing-masing negara bagian, dan dalam banyak kasus, perintah untuk tetap di rumah hanya sebagai saran dan bukanlah kewajiban.

Salah satu masalah terbesar adalah kurangnya bantuan keuangan bagi mereka yang tidak dapat bekerja dari rumah. Pengusaha di AS juga tidak diwajibkan untuk memberikan cuti sakit, memaksa banyak orang dengan virus meninggalkan rumah untuk bekerja.

Di samping itu 38 persen responden mengatakan mereka tidak bisa melewatkan keterlibatan kerja untuk tinggal di rumah. Sementara itu, 33 persen responden mengaku melanggar karantina karena bingung aturan bertemu tatap muka.

Fakta bahwa banyak responden tidak menganggap Covid-19 sebagai masalah besar, juga menunjukkan gangguan komunikasi antara para ahli dan publik yang perlu diperbaiki di masa depan.

Survei online ini tidak sepenuhnya mewakili seluruh masyarakat di AS, tetapi merupakan salah satu ukuran sampel terbesar pada topik tersebut.

Temuan ini membuat para peneliti menyerukan lebih banyak penelitian tentang strategi apa yang paling baik untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya kejujuran dan kepatuhan terhadap langkah-langkah kesehatan masyarakat.

"Ini juga menggarisbawahi pentingnya pejabat kesehatan masyarakat, pembuat kebijakan, dan tokoh media yang mendorong kepercayaan dan keterlibatan dalam langkah-langkah kesehatan masyarakat ini untuk mengurangi terjadinya dan oleh karena itu dampak dari kesalahan representasi dan ketidakpatuhan," tim peneliti menyimpulkan.

[Gambas:Video CNN]

(can/lth)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER