Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyinggung keinginan Indonesia untuk memiliki bandar antariksa sendiri dengan alasan kondisi tanah air yang berada di khatulistiwa dan pemancing teknologi roket masuk.
"Kalau bandar antriksa dibuat, itu otomatis nanti teknologi roket akan di bawa ke sini. Kita akan fasilitasi itu, dirakit di sini, sehingga teknologi roket juga akan bisa masuk," katanya dalam sambutan Nurtanio Pringgoadisuryo Memorial Lecture Tahun 2022, di Kawasan BRIN Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (30/11), seperti dikutip dari situs BRIN.
Ia juga menilai masa depan ekonomi Indonesia "salah satunya mesti berbasis keantariksaan".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi, Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang dilewati garis ekuator, dan tidak banyak satelit yang bisa meng-cover itu," ujarnya, tanpa merinci soal target pembangunan bandar antariksa tersebut.
Memangnya ada proyek bandar antariksa di RI?
Pembangunan bandar antariksa Biak disebut bukan hal baru. Pemerintah Indonesia sudah menggagas pembangunan fasilitasnya sejak beberapa tahun lalu.
Pada Maret 2021, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang kini bernama Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) yang jadi bagian BRIN, menyebut SpaceX berniat untuk membangun bandar antariksa untuk lepas landas dan mendaratkan pesawat luar angkasa.
Kala itu, LAPAN menyebut pembangunan bandar antariksa SpaceX masih sebatas pembahasan tahap awal.
Dilansir dari situs LAPAN, berdasarkan kajian pembangunan bandar antariksa oleh Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN, pembangunan bandar antariksa merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.
Selain itu, bandar antariksa juga masuk dalam Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040.
Dalam peta Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016-2040, disebutkan bahwa pada periode tahun 2036-2040 teknologi peroketan Indonesia diharapkan sudah memiliki program peluncuran roket pengorbit satelit ke orbit rendah/ low earth orbit (LEO).
Dalam teknologi satelit, Indonesia direncanakan sudah mampu meluncurkan dan mengoperasikan satelit observasi bumi, telekomunikasi, dan navigasi.
"Pada saat itulah Indonesia harus sudah memiliki bandar antariksa, tidak lagi bergantung kepada negara lain," kutip kajian tersebut.
Dalam kajian tersebut dijelaskan bahwa bandar antariksa dibangun di Biak karena LAPAN memiliki aset lahan di Kabupaten Biak Numfor yang berada di desa Saukobye, Biak Utara, sekitar 40 kilometer dari Kota Biak. LAPAN disebut memiliki lahan seluas 1 juta meter persegi atau 100 hektare di desa Saukobye.
Kemudian, LAPAN selaku koordinator pembangunan bandar antariksa juga menilai Biak Numfor dekat dengan ekuator dan langsung menghadap ke samudera pasifik.
Menristek dan Kepala BRIN saat itu, Bambang Brodjonegoro, menjelaskan Indonesia adalah negara yang paling strategis untuk meluncurkan roket termasuk membawa satelit ke luar angkasa karena berada di garis khatulistiwa.
Bambang juga menyebut Biak adalah salah satu wilayah paling potensial untuk dijadikan bandara antariksa. Hal ini dikarenakan kawasan itu sangat dekat dengan garis khatulistiwa, yakni -1 derajat dari ekuator.
Dia menyebut membangun bandar antariksa lebih menguntungkan daripada hanya membuat roket. Terlebih, katanya, nilai ekonomi antariksa global diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari US$1 triliun per tahun pada 2040.
Sejauh ini, Bambang mengungkapkan bandar antariksa hanya dimiliki oleh negara berteknologi maju, seperti Amerika Serikat, Rusia, Perancis, China, dan India yang sebenarnya semuanya jauh dari garis khatulistiwa.
Dalam jurnal 'Pemetaan Elit Politik Lokal Di Pulau Biak Dan Pengaruhnya Terhadap Rencana Pembangunan Bandara Antariksa', peneliti Pusat Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa LAPAN Astri Rafikasari mengatakan bandar antariksa yang berada di khatulistiwa memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang berada di wilayah lain jika akan meluncurkan wahana antariksa ke orbit geostationary (GEO).
"Kelebihan dari peluncuran wahana antariksa dari wilayah equator adalah dapat mempercepat laju wahana antariksa yang diluncurkan, namun tetap hemat bahan bakar," ungkapnya dalam jurnal tersebut.
(lom/arh)