Komet Muntahkan 1 Juta Ton 'Isi Perut' bak Semeru Versi Luar Angkasa

CNN Indonesia
Senin, 05 Des 2022 13:37 WIB
Sebuah komet melontarkan erupsi dahsyat dan memuntahkan lebih dari 1 juta ton gas bak erupsi Gunung Semeru di luar angkasa.
Ilustrasi. Sebuah komet melontarkan puing-puing ke antariksa usai erupsi bak Semeru. (Foto: NASA/MSFC/Aaron Kingery)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebuah komet vulkanis meletus dengan dahsyat dan memuntahkan lebih dari 1 juta ton gas es bak erupsi Gunung Semeru di luar angkasa.

Komet yang mudah menguap itu dikenal dengan nama 29P/Schwassmann-Wachmann (29P). Komet itu memiliki lebar sekitar 60 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar 14,9 tahun untuk mengorbit matahari.

29P diyakini sebagai komet paling aktif secara vulkanik di tata surya. Ini adalah salah satu dari sekitar 100 komet, yang dikenal sebagai "centaur," yang didorong dari Sabuk Kuiper, ke orbit yang lebih dekat mengelilingi matahari antara Jupiter dan Neptunus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 22 November, seorang astronom amatir bernama Patrick Wiggins memperhatikan kecerahan 29P meningkat drastis.

Dikutip dari JPL NASA, pemandangan ledakan pertama kali ditangkap oleh teleskop Luar Angkasa Spitzer NASA. Komet itu mengalami ledakan yang menghasilkan perubahan kecerahan yang tiba-tiba.

Pengamatan selanjutnya yang dilakukan oleh astronom lain mengungkapkan lonjakan luminositas ini adalah hasil dari letusan gunung berapi besar, yang terbesar dalam 12 tahun terakhir, menurut British Astronomical Association.

Cai Stoddard-Jones, seorang kandidat doktor di Universitas Cardiff di Inggris menilai letusan ini cukup langka. Ia juga telah mengambil gambar lanjutan dari letusan 29P.

"Sulit untuk mengatakan mengapa yang satu ini begitu besar," kata dia.

Ledakan komet itu diikuti oleh dua ledakan kecil pada 27 November dan 29 November.

Tidak seperti gunung berapi di Bumi yang mengeluarkan magma dan abu sangat panas dari mantelnya, 29P melontarkan gas dan es yang sangat dingin dari intinya. Jenis aktivitas vulkanik yang tidak biasa ini dikenal sebagai cryovolcanism, atau "vulkanisme dingin".

Astronom BAA yang telah mempelajari 29P Richard Miles mengatakan badan cryovolcanic, yang mencakup beberapa komet dan bulan lain di tata surya memiliki kerak permukaan yang mengelilingi inti es padat.

Seiring waktu, radiasi dari matahari dapat menyebabkan interior es komet berubah dari padat menjadi gas, yang menyebabkan penumpukan tekanan di bawah kerak bumi.

Ketika radiasi dari matahari juga melemahkan kerak, tekanan itu menyebabkan kulit terluar retak, dan cryomagma menyembur ke luar angkasa.

Cryomagma dari komet seperti 29P terutama terdiri dari karbon monoksida dan gas nitrogen, serta beberapa padatan es dan hidrokarbon cair.

"Yang mungkin telah menyediakan beberapa bahan mentah dari mana kehidupan berasal di Bumi," tulis perwakilan NASA.

Ejecta atau partikel dari letusan 29P membentang sejauh 56.000 kilometer dari komet dan melaju dengan kecepatan hingga 1.295 km/jam. Gumpalan itu, kata Miles, kemungkinan mengandung lebih dari satu juta ton ejecta.

Foto-foto komet yang meletus juga menunjukkan gumpalan membentuk bentuk seperti Pac-Man yang tidak beraturan, yang menunjukkan letusan tersebut berasal dari satu titik atau wilayah di permukaan komet.

Pengamatan ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan letusan 29P terkait dengan rotasinya. Miles dan Stoddard-Jones percaya rotasi komet yang lebih lambat menyebabkan radiasi matahari menyerap lebih tidak merata pada komet dan memicu letusan.

Di samping itu peneliti menduga letusan paling eksplosif 29P mengikuti siklus berdasarkan orbitnya mengelilingi matahari.

Sejumlah letusan besar terdeteksi antara 2008 dan 2010, dan sekarang dua ledakan besar terjadi dalam dua tahun terakhir. Karena itu, kemungkinan akan ada setidaknya satu letusan besar lagi dari 29P pada akhir 2023.

Namun, kurang jelas bagaimana siklus erupsi yang lebih panjang ini terjadi, karena tidak seperti kebanyakan komet lainnya, yang mendekati matahari selama periode orbit tertentu.

29P sendiri memiliki orbit sebagian besar berbentuk lingkaran, yang berarti ia tidak pernah mendekati matahari dari jarak rata-ratanya.

Komet ini sempat diabaikan oleh komunitas astronomi sejak penemuannya pada 1927. Namun, bukti baru muncul tentang aktivitas vulkanik yang tidak biasa dianggap lebih serius.

"Jelas ada sesuatu yang baru untuk ditemukan dalam mempelajari 29P," kata Miles.

Teleskop Luar Angkasa James Webb sudah dijadwalkan untuk melihat lebih dekat 29P, namun hal itu akan dilakukan pada awal tahun depan, menurut laporan LiveScience.

(can/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER