101 SCIENCE

Apakah Ketindihan Itu Ulah Setan?

CNN Indonesia
Jumat, 09 Des 2022 07:44 WIB
Ilustrasi. Pakar meneliti hubungan ketindihan dengan mitos. (Foto: iStockphoto/Tero Vesalainen)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah orang kerap mengalami fenomena tiba-tiba kaku, tak mampu bergerak, bersuara, atau pun bernapas ketika sedang tidur. Mitos lama di berbagai negara berkata itu adalah ulah makhluk halus. Simak penjelasannya menurut sains.

Melansir LiveScience, fenomena ini disebut kelumpuhan tidur (sleep paralysis). Di Indonesia, fenomena tersebut kerap punya istilah yang lebih mistis; ketindihan.

Pasalnya, fenomena ini diasosiasikan dengan kehadiran makhluk halus atau hantu di atas badan penderitanya. Hal itu didasarkan sejumlah pengakuan yang mengklaim melihat sosok bayangan, merasakan tekanan di dada, atau merasa ada yang memegang leher mereka. 

Lihat Juga :

Fenomena ini pun dikuliti oleh Anne M. Cox dalam makalah bertajuk 'Sleep Paralysis and Folklore' yang dimuat di Journal of Royal Society of Medicine, 2015.

...di malam hari, ketika dia sedang bersiap-siap untuk tidur, terkadang dia percaya setan berbaring di atas tubuhnya dan menahannya, kadang-kadang dia dicekik oleh seekor anjing besar atau pencuri yang berbaring di dadanya, sehingga dia hampir tidak dapat berbicara atau bernapas, dan ketika dia berusaha melepaskan beban, dia tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya," dikutip dari kumpulan riwayat kasus dokter Belanda pada 1664.

Lebih dari 300 tahun kemudian, dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 1991, varian modern dari mimpi buruk tersebut diselidiki dalam bentuk Sudden Unexplained Nocturnal Death Syndrome (SUNDS).

Sejak 1977, lebih dari 100 orang dari berbagai kelompok etnis Asia Tenggara meninggal secara misterius dalam tidurnya. Komunitas yang terkena dampak paling parah adalah imigran laki-laki dari subetnik Hmong di Laos.

Orang-orang ini, dengan kesehatan yang relatif baik dengan usia rata-rata 33 tahun, punya rasio meninggal akibat SUNDS dengan angka 92:100 ribu.

Sebuah studi menyebut ada kepercayaan terhadap kaitan insiden-insiden itu dengan dab tsog, roh mimpi buruk yang menduduki korban di dada hingga remuk.

Selama 35 tahun sejak SUNDS pertama kali diidentifikasi, Pusat Pengendalian Penyakit menyatakan 'penyebab [kematian] definitif masih belum diketahui'.

Selain itu, representasi ketindihan yang paling terkenal adalah lukisan The Nightmare (1781) karya seniman Swiss Henry Fuseli; seorang perempuan tergeletak tak sadarkan diri di tempat tidurnya dengan sesosok iblis berjongkok di perutnya.

Dalam makalah bertajuk 'Clinical features of isolated sleep paralysis' (2019), Brian A.Sharpless dari Department of Psychology, Goldsmiths, University of London, dan Monika Kliková dari National Institute of Mental Health, Czech Republic, menunjukkan warga yang alami sleep paralysis kerap merasakan hal mistis.

Dari 185 pasien yang didiagnosis kelumpuhan tidur, 58 persen di antaranya merasakan kehadiran makhluk lain di ruangan, biasanya sesuatu yang bukan manusia, dan sekitar 22 persen-nya benar-benar melihat seseorang di ruangan itu, biasanya orang asing.

Penyebab

Menurut National Sleep Foundation, kelumpuhan saat tidur itu merupakan gejala umum narkolepsi, yakni suatu kondisi yang ditandai dengan rasa kantuk yang berlebihan, serangan tidur, dan hilangnya kontrol otot secara tiba-tiba.

Kelumpuhan tidur tanpa narkolepsi dikenal sebagai "kelumpuhan tidur terisolasi," atau "kelumpuhan tidur terisolasi berulang" jika terjadi beberapa kali.

Kelumpuhan tidur juga dapat menyebabkan orang merasakan tekanan di dadanya, atau merasa seolah-olah tubuhnya bergerak tanpa diarahkan, menurut American Sleep Association.

Kadang-kadang orang mengalami halusinasi yang menyenangkan dan merasa tubuhnya seolah-olah tidak berbobot. Namun, seringnya mereka merasakan sensasi yang sangat mengganggu seperti kelumpuhan.

Para pakar mengungkap sejumlah potensi penyebab sleep paralysis itu, salah satunya terkait dengan stres.

Menurut sebuah tinjauan pada 2011, sekitar 7,6 persen populasi dunia mengalami setidaknya sekali kasus kelumpuhan tidur selama hidup. Angka yang lebih tinggi tercatat di antara pelajar dan pasien psikiatri, terutama mereka yang mengalami stres pascatrauma atau gangguan panik.

Hal itu diungkap Brian A. Sharpless dari Department of Psychology, Pennsylvania State University, dan Jacques P. Barber dari Center for Psychotherapy Research, Department of Psychiatry, University of Pennsylvania, dalam jurnal bertajuk 'Lifetime Prevalence Rates of Sleep Paralysis: A Systematic Review'.

Ada beberapa faktor penyebab ketindihan termasuk faktor genetik, sejarah trauma, diagnosa psikiatrik dan kondisi kesehatan serta kualitas tidur yang buruk. Kondisi-kondisi itu meningkatkan risiko seseorang mengalami ketindihan.

Frekuensi kejadian dan tingkat keparahannya juga berkaitan dengan kecemasan serta kekurangan tidur.

Tidak ada perawatan khusus bagi pasien. Dokter biasanya mendiagnosis langsung pasien untuk meningkatkan jadwal tidur mereka dan kualitasnya. Pada kasus yang lebih ekstrem, pasien biasanya diberikan obat anti-depresi dosis rendah.

"Kelumpuhan tidur bisa jadi tanda, Anda kekurangan tidur," kata Shelby Harris selaku Direktur Behavioral Sleep Medicine at the Sleep-Wake Disorders Center at the Montefiore Health System New York City.

Lalu kenapa seperti merasakan hal mistis?

Ahli menilai efek halusinasi saat mengalami fenomena ini merupakan manifestasi tidur fase lelap (rapid eye movement/REM) yang bertahan lama atau terganggu.

"Selama kelumpuhan tidur, Anda punya dua aspek REM ketika Anda terbangun. Anda cenderung akan mengalami mimpi ketika ada di fase REM dan tubuh benar-benar menjadi lumpuh sehingga Anda tidak bergerak mengikuti mimpi Anda," kata Brian Sharpless, ahli psikologi klinis berlisensi dan salah seorang pengarang buku "Sleep Paralysis: Historical Psychological, and Medical Perspectives" (Oxford University Press, 2015).

Lihat Juga :

Karena REM terganggu, maka bagian otak yang aktif saat fase tersebut, yakni amigdala, melakukan semacam mekanisme pengalihan. 

"Kita tahu amigdala (pusat emosi di otak) sangat aktif saat REM," kata Daniel Denis, seorang sarjana postdoctoral di bidang psikiatri di Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston.

"Anda memiliki bagian otak yang secara aktif merespons rasa takut atau sesuatu yang emosional, tetapi tidak ada apa pun di sekitar yang dapat menjelaskannya. Jadi otak menghasilkan solusi untuk paradoks itu," tandas dia.

(can/lth)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK