Dalam sebuah surat satu setengah halaman berjudul "God Letter" pada 1954 yang ditujukan kepada filsuf Eric Gutkind, fisikawan besar Albert Einstein pesimistis dengan konsep Tuhan yang dikenalnya sejak dini.
"Kata Tuhan bagi saya tidak lebih dari ekspresi dan produk dari kelemahan manusia, Alkitab adalah kumpulan legenda yang terhormat, tetapi masih primitif, yang bagaimanapun juga sangat kekanak-kanakan," tulisanya, dikutip dari The Guardian.
Kalimat dalam surat yang kemudian dilego US$2,89 juta oleh Rumah Lelang Christie's di New York, AS, 2018, itu dianggap sebagai bukti bahwa salah satu pemikir abad ke-20 yang paling dihormati itu adalah seorang ateis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Einstein, yang menganut Yudaisme sejak dini, kadang-kadang mengatakan bahwa dia bukan dan tidak suka dicap sebagai seorang ateis.
Dalam buku biografi "Einstein: A Life" (1996), dia disebut sangat religius sejak kecil. Pada usia 13 tahun, dia "meninggalkan semangat religiusnya yang tidak kritis, dia merasa sudah ditipu untuk mempercayai kebohongan".
Einstein mengatakan percaya pada "Tuhannya Spinoza", mengacu pada filusuf Baruch Spinoza, seorang pemikir Belanda abad ke-17, "yang mengungkapkan dirinya dalam dunia yang harmonis dan teratur, bukan pada Tuhan yang mementingkan dirinya sendiri atas nasib dan perbuatan umat manusia" .
Kembali dalam suratnya, pencetus teori relativitas itu juga menilai agamanya tak logis. "Bagi saya, agama Yahudi seperti yang lainnya adalah perwujudan dari takhayul yang paling kekanak-kanakan," tulis dia.
Dalam surat yang ditulis kepada fisikawan teoretis Paul Epstein pada 1945, Einstein juga menyinggung soal peran Tuhan saat menuliskan keraguannya tentang teori kuantum, terutama tenteng elemen ketidakpastian partikel kuantum, yang disebutnya "tidak lengkap".
"Tuhan tanpa lelah memainkan dadu di bawah hukum yang sudah Dia tetapkan sendiri," ucapnya dalam surat yang belakangan dilelang Christie's tersebut, dikutip dari LiveScience.
Pernyataannya ini seolah mengklarifikasi frasanya yang terkenal, "Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta."
Di pihak lain, astrofisikawan Ethan Siegel menyatakan, "Sains tidak dapat membuktikan keberadaan Tuhan, tetapi juga tidak dapat menyangkal [keberadaan] Tuhan."
"[Sains] hanya dapat menyangkal ide tentang Tuhan yang spesifik dan yang dibayangkan dengan buruk. Jika Anda mengklaim bahwa Tuhan Anda hidup di awan, Anda dapat menyangkal Tuhan itu hanya dengan mengamati awan," ujarnya, dikutip dari Forbes.
Menurut Siegel, bisa saja Tuhan berada di dimensi lain yang sejauh ini belum bisa dijangkau sains.
"Jika Anda mengklaim bahwa Tuhan hidup di Alam Semesta kita, Anda dapat menyangkal Tuhan itu dengan mengamati seluruh Alam Semesta. Tetapi jika Tuhan Anda ada dalam dimensi ekstra, sebelum inflasi kosmik (pra-Big Bang), atau di luar ruang dan waktu sama sekali, tidak ada pembuktian atau sanggahan yang mungkin," urainya.
"Pada dasarnya, ini murni masalah apa iman Anda. Yang bisa kita kendalikan, pada akhirnya, adalah bagaimana kita memperlakukan satu sama lain," tandas penulis buku 'Treknology: The Science of Star Trek from Tricorders to Warp Drive' dan 'Beyond the Galaxy: How humanity looked beyond our Milky Way and discovered the entire Universe' itu.
(tim/arh)