Peneliti Ahli Madya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Didi Satiadi menyebut Indonesia sebagai penghasil hujan terbesar di dunia. Alhasil, terjadinya cuaca ekstrem pun tidak dapat dihindari.
"Jadi memang kondisi wilayah Indonesia itu cenderung untuk terjadinya kondisi ekstrem terutama yang terkait hujan karena kita memang penghasil hujan terbesar di dunia," kata Satiadi dalam diskusi daring "Waspada Cuaca Ekstrem" di Jakarta, Rabu (28/12) seperti dikutip Antara.
Satiadi mengatakan, Indonesia berada di benua maritim yang merupakan wilayah dengan energi yang relatif tinggi. Di wilayah ini, kata Satiadi, sinar matahari tegak lurus ke wilayah ekuator.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga wilayah kita menjadi pusat konveksi pertumbuhan awan dan memproduksi banyak sekali hujan," kata dia.
Lebih lanjut, Satiadi menuturkan dinamika atmosfer di benua maritim ekuator turut berkontribusi terhadap cuaca ekstrem di Indonesia. Satiadi mengungkapkan, gelombang-gelombang atmosfer di wilayah tersebut saling berinteraksi.
Jika saling menguatkan, maka cuaca ekstrem akan muncul. Hal sebaliknya terjadi jika interaksi antara gelombang tersebut saling melemahkan.
Karena itulah, wilayah Indonesia menjadi sulit diprediksi cuacanya. Satiadi juga mengatakan, perubahan iklim akibat pemanasan global meningkatkan siklus hidrologi.
"Perubahan iklim itu pada dasarnya meningkatkan siklus hidrologi. Karena lebih cepat artinya lebih besar penguapan, lebih intens, lebih deras hujannya, lebih basah, sekaligus lebih kering.
Sebelumnya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan sejumlah dinamika atmosfer menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem di periode Natal dan Tahun Baru 2023 (Nataru 2023).
Empat dinamika itu adalah peningkatan aktivitas monsun Asia, seruakan dingin Asia, pembentukan pusat tekanan rendah di sekitar wilayah perairan selatan Indonesia, dan aktivitas gelombang atmosfer Madden Julian Oscillation (MJO) yang terbentuk bersamaan dengan gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial.
"Kondisi tersebut berkontribusi signifikan terhadap peningkatan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia terutama bagian tengah dan timur," kata Dwikorita seperti dikutip situs resmi BMKG.
Dwikorita menambahkan, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini potensi hujan lebat yang berpotensi menjadi ekstrem mulai tanggal 23 Desember hingga 1 Januari 2023. Potensi itu sempat menurun pada 24 Desember sebelum naik kembali pada 25 Desember.
"Sehingga Pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan dalam menghadapi risiko terjadinya bencana hidrometeorologi, ujar Dwikorita.
(antara/lth)