Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memiliki perbedaan soal potensi 'badai dahsyat' Jabodetabek hari ini. Simak rinciannya di sini.
Sebelumnya, peneliti Klimatologi di BRIN Erma Yulihastin memprediksi banjir akan melanda kawasan Jabodetabek akibat potensi "hujan ekstrem" dan "badai dahsyat" pada hari ini (28/12).
Kabar itu pun menjadi viral. Merespons hal tersebut, Presiden Joko Widodo meminta masyarakat selalu mengikuti perkembangan informasi cuaca ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ikuti semua informasi dan ikuti semua yang disampaikan oleh BMKG," ujar dia, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/12).
CNNIndonesia.com merangkum sejumlah perbedaan terkait potensi badai dahsyat Jabodetabek hari ini. Berikut perbedaan-perbedaannya:
1. Badai dan Hujan
Alih-alih sepakat dengan istilah Erma terkait potensi 'badai dahsyat', Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan fenomena yang terjadi di periode akhir tahun adalah hujan ekstrem.
Ia menjelaskan 'badai' lebih terkait dengan Siklon Tropis dengan pusaran yang kencang dan disertai hujan lebat. Namun, badai itu berpotensi menjauh dari Jabodetabek dan bergeser ke wilayah Utara Papua.
Siklon tropis itu, lanjutnya, sudah mulai terbentuk sejak 21 Desember dan kemungkinan akan bergeser ke bagian selatan barat Indonesia alias semakin jauh dari Jabodetabek.
"Itu yang dimaksud dengan badai sesungguhnya," kata Dwikorita.
Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) ini juga menyatakan hujan ekstrem tak harus berbentuk badai.
"Hujan ekstrem itu tidak harus berupa badai dan hujan ekstrim itu tadi diprediksi dimulai, mulai jadi tren yang sudah terlihat ya sudah terlihat sejak 21 Desember dan trennya ini semakin meningkat di 29 [Desember]. Jadi itu hujan lebat, bukan pusaran," cetusnya.
2. Tanggal Prakiraan
Erma memprediksi hujan ekstrem dan badai dahsyat yang bisa memicu banjir besar di kawasan Jabodetabek hari ini, Rabu (28/12).
"Siapapun Anda yg tinggal di Jabodetabek dan khususnya Tangerang atau Banten, mohon bersiap dengan hujan ekstrem dan badai dahsyat pada 28 Desember 2022," kata dia dalam kicauannya di Twitter, Senin (26/12).
Sementara, Dwikorita memprediksi puncak cuaca ekstrem dari hujan lebat hingga sangat lebat akan mengguyur wilayah Jakarta dan Jawa Barat pada 29 Desember 2022.
"Jadi Insyaallah menurut prediksi ini justru Jawa Barat, Jabodetabek sampai 28 Desember insyaallah masih bisa terkendali masih relatif aman hanya mulai 29 [Desember] itu mulai diwaspadai menurut prediksi kami," kata dia konferensi pers daring, Selasa (27/12).
Beda rujukan satelit di halaman berikutnya...
3. Mekanisme Prakiraan Cuaca
Erma menjelaskan badai dahsyat itu berasal dari laut dan dipindahkan ke darat melalui dua jalur. Yakni, dari barat melalui angin baratan yang membawa hujan badai dari laut (westerly burst), dan dari utara melalui angin permukaan yang kuat (northerly, CENS).
Pusat serangan badai itu ada di Banten, Jakarta dan Bekasi.
Erma mengungkap konvergensi (area berkumpulnya massa udara yang memicu kenaikan suhu dan membentuk awan hujan) di darat juga akan terjadi secara masif.
Menurutnya, ada dua badai yang mesti diwaspadai, yakni siklon tropis Ellie di Australia dan bibit siklon mirip Seroja (Seroja-like).
"Yang perlu diwaspadai selanjutnya bukan siklon Ellie tapi badai vorteks baru yang tumbuh di selatan NTB yang berpotensi terus menguat dan membesar menjadi bibit siklon mirip Seroja (Seroja-like), karena inti pusaran badainya akan berada di atas daratan," tuturnya, lewat pesan singkat.
Hal itulah yang menjadi dasar Erma menyebut adanya hujan persisten di Bali-Lombok-Nusa Tenggara hingga beberapa hari mendatang sejak Jumat (24/12).
Selama proses pertumbuhan Seroja-like, katanya, "terjadi eksitasi energi yang sangat besar sehingga memicu pembentukan badai-badai konvektif skala meso (meluas) lainnya di beberapa lokasi di Indonesia seperti di Laut Jawa yang terkoneksi dengan Lampung dan Laut Flores."
Kondisi ini, kata dia, dapat mengakibatkan hujan ekstrem dan persisten terbentuk di Lampung, Jawa, Bali, Lombok, NTB, NTT dan sekitarnya
Di pihak lain, Dwikorita punya mekanisme prediksi yang berbeda. Ia menjelaskan hujan ekstrem dipengaruhi proses terbentuknya siklon tropis, yang sudah terjadi sejak 21 Desember lalu dan kemungkinan akan bergeser ke bagian selatan barat Indonesia dan semakin jauh dari Jabodetabek.
"Itu yang dimaksud dengan badai sesungguhnya," ucap Dwikorita.
4. Satelit Himawari dan Sadewa
Meskipun sama-sama lembaga pemerintah, BMKG dan BRIN dalam urusan analisis dinamika atmosfer punya rujukan yang berbeda.
[Gambas:Photo CNN]
Erma, yang merupakan peneliti BRIN yang merupakan lembaga gabungan dari LAPAN, BATAN, LIPI dan BPPT, memanfaatkan Sadewa alias Satellite Early Warning System untuk mengukur dinamika di atmosfer.
Sadewa merupakan sebuah sistem informasi peringatan dini bencana yang dikembangkan berbasis teknologi satelit dan juga dilengkapi sensor-sensor terestrial.
Sistem ini berfungsi untuk memberikan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penanganan kejadian bencana baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah dalam rangka pengelolaan risiko bencana.
Sementara itu, BMKG memanfaatkan satelit Himawari yang dioperasikan oleh Badan Meteorologi Jepang. Satelit itu diluncurkan pada tanggal 14 Juli 1977 dari Cape Canaveral. Satelit kelima dan terakhir diluncurkan 18 Maret 1995 dari Tanegashima.
Himawari dibuat memang untuk sistem pengamatan cuaca dan iklim. Satelit itu diharapkan dapat berkontribusi pengurangan risiko bencana di Asia dan Pasifik Barat sampai tahun 2029.
Satelit meteorologi itu punya kemampuan memantau fenomena atmosfer secara global dan seragam di berbagai daerah seperti laut, gurun dan pegunungan di mana pengamatan berbasis permukaan sulit dilakukan.