Perusahaan penerbangan berbasis di Malaysia, Firefly melakukan upaya peluncuran kedua roket Alpha setinggi 29 meter pada 1 Oktober 2022.
Roket lepas landas dari Pangkalan Angkatan Luar Angkasa Vandenberg California dan berhasil memasukkan tiga satelit ke orbit rendah Bumi.
Peluncuran tampaknya berjalan baik dan merupakan kebangkitan yang disambut baik. Itu setelah peluncuran pertama Firefly pada September 2021 berakhir dengan kegagalan ketika salah satu mesin tahap pertamanya mati sebelum waktunya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan telah menyatakan peluncuran sukses. Namun satelit yang dibawa roket itu sepertinya ditempatkan di orbit yang terlalu rendah daripada yang ditarget. Alhasil, satelit tersebut pun hancur.
Data dari U.S. Space Force's Space-Track menyebut tiga obyek yang berkaitan dengan peluncuran itu sudah masuk kembali ke atmosfer pada 5 Oktober.
Lihat Juga : |
Perusahaan rintisan (startup) asal Edinburgh, Skotlandia, Skyrora adalah salah satu dari sejumlah startup peluncuran roket dari Eropa yang berencana mencapai orbit dan dengan meluncurkan kendaraan Skyrora XL-nya pada tahun 2023.
Namun perusahaan itu lebih dahulu meluncurkan roket suborbital dari pantai Islandia pada 8 Oktober lalu. Targetnya mencapai ketinggian 125 kilometer.
Sayangnya, roket yang dinamai Skylark L tidak mencapai ketinggian yang dituju. Roket akhirnya jatuh ke Laut Norwegia sekitar 500 meter dari lokasi pantai.
Upaya suborbital baru dapat dilakukan pada Q2 2023, menjelang peluncuran orbit yang direncanakan.
Jepang meluncurkan roket Epsilon dari Pusat Antariksa Uchinoura pada 11 Oktober untuk misi yang dikenal sebagai Demonstrasi Teknologi Satelit Inovatif 3.
Misi itu bertujuan untuk mengamati badai geodmagnetik yang kerap melanda sebagian wilayah Jepang.
Mulanya misi peluncuran tampak baik-baik saja setelah dua tahap pertama meluncur. Tetapi siaran langsung di situs resmi menunjukkan ada masalah muncul pada saat tahap ketiga roket.
Akibatnya, pengontrol misi mengaktifkan sistem penghentian penerbangan Epsilon, yang secara otomatis menghancurkan roket tersebut.
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Pelangi Tak Punya Warna Hitam? |
China meluncurkan roket Long March 6A keduanyaa pada 11 November 2022, dan berhasil mengirim satelit Yunhai 3 ke orbit yang dituju.
Pada saat peluncuran, semua berjalan baik-baik saja. Beberapa hari kemudian, bagian paling atas roket, yang membawa satelit itu ke orbit, hancur dan mengubahnya menjadi puing-puing.
Pada bulan Desember Long March telah hancur menjadi 350 objek yang dapat menimbulkan ancaman bagi pesawat ruang angkasa di orbit selama beberapa dekade mendatang.
Hal ini menambah ancaman yang ditimbulkan oleh puing- puing luar angkasa di orbit rendah Bumi.
Negara-negara penjelajah luar angkasa mengambil langkah-langkah untuk mencegah peristiwa ini, tetapi seperti aspek peluncuran lainnya, tidak semuanya berjalan dengan baik sepanjang waktu.
Sejumlah perusahaan peluncuran komersial China bermunculan sejak 2014 ketika China membuka sektor antariksa untuk modal swasta.
Sejauh ini, perusahaan-perusahaan ini telah meluncurkan roket padat yang sederhana dan relatif kecil. Hal itu berubah pada 14 Desember ketika Landspace meluncurkan roket propelan cair Zhuque 2 dari Jiuquan, roket berbahan bakar metana pertama di dunia, mengalahkan perusahaan seperti SpaceX, Blue Origin, dan United Launch Alliance.
Namun Zhuque 2 tidak bisa mencapai orbit. Tahap pertama berjalan dengan baik, tetapi masalah yang mempengaruhi tahap kedua menyebabkan 14 satelit yang dibawanya gagal mencapai kecepatan orbit dan jatuh ke laut.
Namun misi tersebut merupakan tonggak sejarah bagi roket swasta China dengan peluncuran yang lebih cair dan dapat digunakan kembali yang akan menyusul dalam waktu dekat, menurut laporan Space.
(can/lth)