Bagi Anda yang masih percaya astrologi atau ramalan zodiak, mungkin ini saatnya untuk berhenti. Pasalnya, Astrologi disebut tak punya basis sains yang cukup untuk disebut ilmiah.
Professor of Physics di Fordham University, New York Quamrul Haider dalam tulisannya di Daily Star berjudul "Is astrology science or pseudoscience?" menyebut "astrologi adalah takhayul yang tak punya basis saintifik. Akarnya dapat dilacak hingga peradaban Mesopotamia pada Milenium Ketiga Sebelum Masehi (SM)"
Haider menegaskan, astrologi tetap merupakan "delusi yang populer" karena telah menipu setiap orang dan publik kini rutin menemukannya di koran-koran dan majalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Haider, orang kadang mempertukarkan zodiak atau astrologi dengan astronomi yakni ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk benda langit dan fenomena antariksa.
Padahal, astrologi punya sejumlah kecacatan. Dalam astrologi, Astrolog atau pakar astrologi menggunakan diagram langit yang disebut horoskop untuk membuat ramalan zodiak.
Horoskop menunjukkan posisi Matahari, planet, dan Bulan relatif terhadap dua belas konstelasi zodiak seperti ribuan tahun yang lalu. Padahal, orientasi rotasi sumbu Bumi yang berubah dikarenakan presesi, menggeser jalur ekliptika Matahari terhadap bintang-bintang yang ada di belakangnya.
"Alhasil, lokasi konstelasi bintang-bintang di langit berubah. Mereka tak lagi cocok dengan apa yang ada di horoskop," tulisnya.
Haider lalu membuktikan ketidakakuratan astrologi kepada dirinya sendiri. "Secara astrologis, saya memiliki zodiak Aquarius karena Matahari diyakini berada di rasi tersebut pada momen kelahiran saya. Tetapi itu ribuan tahun lalu. Pada tahun saya lahir, Matahari berada di rasi Capricorn, bukan Aquarius," tulis Haider.
Lebih lanjut, Haider memamparkan, para astrolog membagi tahun dengan sama, tanpa mengindahkan variasi ukuran konstelasi-konstelasi tersebut. Haider mencontohkan, astrolog memotong langit di rasi Virgo dan sedikit bagian langit di rasi Scorpio lalu menambahkannya ke dalam rasi Libra yang berukuran kecil untuk membuatnya terlihat lebih besar.
"Para astronom menyebutnya 'penipuan peluang yang sama (equal-opportunity swindling)" tulis Haider.
Selain itu, astrolog mengabaikan zodiak yang ketiga belas, Ophiuchus. Pasalnya, para astrolog percaya konstelasi ini ditemukan oleh para astronom untuk mengganggu mereka.
"Sayangnya, banyak orang yang percaya mutlak dengan apa yang ditawarkan para astrolog tanpa meminta bukti atau verifikasi. Sikap itu membuat mereka tidak mendapatkan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya," tulis Haider.
"Sebaliknya, taklid buta kepada ramalan astrolog menunjukkan kekurangan pengertian tentang sains dan perbedaan antara teori sains dengan hal yang berbasis keyakinan. Banyak pengujian membuktikan para astrolog tidak dapat memprediksi apa pun meski kerap membuat klaim yang fantastis," tulisnya.
Lantas, mengapa masih banyak orang yang percaya?
Dalam sebuah studi yang dilakukan para peneliti dari University of Arizona, dari 10 ribu Mahasiswa sarjana di universitas negeri di AS tercatat 78 persen di antaranya percaya astrologi sangat ilmiah atau setidaknya memiliki dasar ilmiah.
Para peneliti menyebut literasi sains tidak secara kuat berkorelasi dengan pemahaman mereka tentang astrologi sebagai pseudosains.
Hal tersebut antara lain berkaitan dengan apa yang disebut dalam psikologi sebagai "Efek Barnum". Istilah itu diambil dari nama pemain sandiwara Amerika Serikat, P. T. Barnum.
Efek Barnum merujuk kepada tendensi yang dimiliki orang-orang untuk percaya terhadap karakterisasi samar dan umum terhadap diri mereka sebagai hal yang akurat.
Selain itu, orang-orang tetap percaya astrologi karena itu merupakan hal murah. Contohnya ketika orang yang memilih menyandarkan diri kepada astrologi ketika akan melamar kerja, agar mendapat ketenangan.
Mereka tidak mengeluarkan biaya mahal untuk hal tersebut, namun mendapat keuntungan berupa keyakinan diri. Di sisi lain, para astrolog juga mendapat untung berupa pendapatan dari orang-orang yang tetap percaya kepadanya.
(lom/lth)