Laut di wilayah Kepulauan Selayar berubah jadi hijau dan berbau menyengat diduga akibat peningkatan nutrien di permukaan yang memacu pertumbuhan algal atau fitoplankton.
Sebelumnya, warga Desa Parak, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, dikejutkan dengan fenomena air laut berubah hijau dan mengeluarkan bau menyenggat di wilayahnya.
Kepala Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar Oslan Jumadi menjelaskan perubahan warna dan bau tersebut biasa terjadi ketika fenomena bloom terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bloom adalah kondisi di mana alga atau sianobakteri (yang termasuk fitoplankton) mengalami pertumbuhan yang cukup besar di suatu perairan baik di laut, kolam, di danau serta di rawa.
"Fenomena yang biasa terjadi di laut jika terjadi bloom. Fenomena alam yang umum terjadi jika terjadi input organik atau anorganik yang berlebih di suatu kawasan bisa danau, sungai (jarang karena mengalir) dan laut," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (18/1).
"Bloom itu di mana kondisi alga mengalami pertumbuhan yang tinggi (drastis), karena konsentrasi air laut yang mengandung nutrisi tinggi (biasanya) nitrat. Kemungkinan ada pencemaran di sekitar pantai ini," tambahnya.
Jika fenomena ini terjadi, Oslan menduga "ada pencemaran, namun perlu diteliti".
Lihat Juga : |
Terpisah, peneliti Oseanografi Universitas Hasanuddin (Unhas) Muhammad Farid Samawi menyebut fenomena ini bisa terjadi secara alami atau akibat aktivitas manusia.
Secara alami, hal ini bias disebabkan oleh upwelling. Upwelling adalah pengangkatan massa air dari dasar ke permukaan yang menambah konsentrasi nutrien di permukaan, sehingga memacu bertumbuhnya fitoplankton.
Sedangkan penyebab yang berasal dari aktivitas manusia misalnya ada pencemaran atau penambahan nutrien akibat dari aktivitas manusia, salah satunya apakah itu dari industri atau pertanian.
Farid mengatakan apabila fitoplankton yang mengalami blooming ini adalah jenis-jenis yang berbahaya, atau yang diistilahkan dengan HABs (Harmful Algal Blooms).
"Peningkatan populasi fitoplankton biasa kita sebut dapat berakibat eutrofikasi, yakni peningkatan nutrien yang sangat berlebih, sehingga ini memacu pertumbuhan fitoplankton," terangnya, seperti dikutip Antara.
Fitoplankton yang populasinya meledak akan mengalami pembusukan ketika mati, dan menyebabkan oksigen yang ada di dalam air berkurang. Ketika oksigen berkurang, organisme yang ada di lingkungan laut, salah satunya ikan, akan terpengaruh.
"Nah, berkurangnya oksigen yang menimbulkan ikan sulit bernafas. Kalau sulit bernafas akan stres, melayang-layang. Tetapi, kalau matinya atau stresnya ikan karena kekurangan oksigen, itu sebetulnya tidak terlalu berbahaya," terang Farid.
Hal yang lebih berbahaya adalah jika ledakan populasi alga ini berasal dari jenis alga yang beracun atau mengandung racun, yang diistilahkan HABs.
Racun tersebut dapat menyebabkan ikan mati. Ikan yang mati karena racun tidak dapat dikonsumsi karena dapat berdampak pada orang yang mengonsumsinya.
"Salah satu racun alga yang berbahaya adalah jenis yang bisa membawa racun dari plankton ke ikan, dan bisa ke manusia. Ini yang kita khawatirkan kalau terjadinya eutrofikasi memicu tumbuhnya fitoplankton yang beracun," paparnya.
Maka dari itu, Farid mengimbau masyarakat untuk tidak mengonsumsi ikan di kawasan tersebut lebih dulu untuk memastikan keamanannya.
"Perlu dilihat jenisnya apa saja yang terpicu peningkatan nutrien ini agar bisa memastikan bahwa ikan-ikan yang mau dikonsumsi aman atau tidak. Memang sebaiknya kita beri peringatan ke masyarakat, sebaiknya jangan dikonsumsi dulu," pungkas Farid.
(lom/mir/arh)