Heatwave, Cara Bumi Ingatkan Iklim Sedang Tak Baik-baik Saja

CNN Indonesia
Rabu, 03 Mei 2023 06:39 WIB
Heatwave atau pun peningkatan cuaca harian tak bisa dipisahkan dari krisis iklim global. Kehidupan masa depan Bumi terancam?
Ilustrasi. RI tengah dilanda cuaca panas meski belum masuk kategori heatwave. (REUTERS/AKHTAR SOOMRO)

Indonesia memang mengalami peningkatan suhu rata-rata meski belum mencapai kategori heatwave seperti yang terjadi di beberapa negara Asia lainnya.

"Suhu panas di Indonesia bukan Gelombang Panas, dan suhu maksimum harian sudah mulai turun," kata Kepala Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/4).

BMKG juga menggarisbawahi gelombang panas di negara-negara Asia Selatan, Tenggara, dan China itu turut dipengaruhi tren pemanasan global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Para pakar iklim menyimpulkan bahwa tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering," imbuhnya.

Menurut Dwikorita, heatwave biasa terjadi di wilayah bukan khatulistiwa. Sementara, Indonesia berada di wilayah tersebut denga kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan. luas.

"Secara karakteristik fenomena, Gelombang Panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan," tuturnya.

"Pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental," lanjut dia.

Peneliti Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyebut Indonesia mengalami hot spells. Yakni, kondisi suhu rata-rata berada di atas 28 derajat Celcius selama beberapa hari berturut-turut.

"Ada kecenderungan selama tujuh hari berturut-turut ini temperatur rata-rata itu di atas 28,8 derajat Celcius, di atas itu. Ini sebenarnya sudah dikategorikan hot spells," ujar Erma dalam potongan video wawancara yang diunggahnya di Twitter.

Melansir situs resmi Badan Federal Meteorologi dan Klimatologi Swiss, hot spells adalah saat ketika temperatur tinggi bertahan selama beberapa hari dan frekuensinya akan meningkat di masa depan.

Kendati tak mengalami heatwave, bukan berarti Indonesia luput dari dampak perubahan iklim. Melansir situs Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, perubahan pola persipasi membuat iklim yang lebih basah di Sumatra dan Kalimantan, namun musim yang lebih kering di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Curah hujan yang menurun selama masa-masa kritis dalam setahun dapat meningkatkan risiko kekeringan yang tinggi, sementara curah hujan yang meningkat selama masa-masa basah dalam setahun dapat menyebabkan risiko banjir yang tinggi.

Perubahan iklim di Indonesia juga akan menghasilkan peristiwa El Niño/La Nina yang lebih kuat dan lebih sering dan akan memperburuk tren kekeringan dan/atau banjir serta dapat menyebabkan penurunan produksi pangan dan peningkatan kelaparan.

Sementara itu, akibat pemanasan global, kenaikan muka air laut di wilayah pesisir Indonesia akan meningkat dengan kecepatan 3-5 milimeter per tahun membuat semakin banyak orang yang berisiko terkena banjir dan intrusi air laut.

Keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem Indonesia yang melimpah juga terancam, 50 persen dari total keanekaragaman hayati terancam, 80 persen terumbu karangnya dalam kondisi parah karena pemanasan suhu permukaan laut, kenaikan permukaan laut, dan tekanan tambahan lainnya.

(lth/arh)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER