Kisah Pengusaha Madu Siantar Sukses Bersama BRI Berdayakan Masyrakat

Advertorial | CNN Indonesia
Jumat, 05 Mei 2023 00:00 WIB
Sebagai pengusaha madu lebah ternak, Aam Hasanudin (56) dan Sabariah Harahap (54) mampu meningkatkan ekonomi pelaku UMKM di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Foto: Arsip BRI.
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebagai pengusaha madu lebah ternak, Aam Hasanudin (56) dan Sabariah Harahap (54) mampu memberdayakan dan meningkatkan ekonomi pelaku UMKM di bidang yang sama di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dalam mengoptimalkan potensi ekonomi masyarakat, pasangan suami istri tersebut mendapat bantuan akses permodalan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.

Jalan kesuksesan yang dia raih saat ini tidak mudah. Aam menuturkan, semua bermula ketika dia mulai menggagas pengembangan lebah madu sejak 1987 dengan memanfaatkan lahan di belakang rumah.

"Kemudian dari situ saya berpikir memanfaatkan areal di belakang rumah dan akhirnya istri saya, saya bina jadi peternak juga. Pada 1993 mulai kami rintis peternakan lebah madu di belakang rumah," ujarnya.

Dari sana, dia mulai mendidik masyarakat sekitar untuk berternak lebah madu hingga akhirnya peternakan yang diberi nama Flora Aek Nauli tersebut mulai dikenal masyarakat secara luas. Alhasil, peternakan yang dikelola suami istri itu kerap mendapat kunjungan dari berbagai instansi.

Menurut Sabariah, sejak 1993 Aam juga sering melakukan penyuluhan dan pelatihan terkait ternak lebah madu dan madu murni yang dihasilkannya. Namun di sisi lain masyarakat yang mengikuti pelatihan sering kebinguan untuk memasarkan madunya. Sabariah yang sebelumnya berjualan pakaian mulai berpikir untuk menekuni bisnis madu ternak tersebut.

"Dari situ jiwa bisnis saya timbul, kenapa tidak kami tampung madu yang dipanen masyarakat. Kemudian saya berpikir kenapa tidak fokus di madu saja," ujar perempuan yang dinikahi Aam pada 1991 tersebut.

Menurut Sabariah, dengan fokus pada peternakan lebah madu, dia dan sang suami memiliki dua keuntungan. Pertama, menjalankan dan mengembangkan bisnis. Kedua, menyalurkan idealisme melalui edukasi pengembangan usaha perlebahan.

Idealisme tersebut tak lepas dari latar belakang pendidikan Sabariah yaitu sebagai guru SMP. Karena hal tersebut, usaha Sabariah dan sang suami kian dikenal. Mereka pun mengikuti pelatihan dan pengembangan UMKM di Pematang Siantar dan sering mengikuti pameran produk segmen usaha tersebut.

Untuk memasarkan produknya, Aam dan Sabariah membuat galeri di depan kediamannya. Suami istri tersebut memasarkan pula produk madunya kepada komunitas pengajian yang memiliki koperasi.

Dapat Akses Pembiayaan BRI

Setelah lama mengembangkan peternakan lebah madu, Sabariah dan Aam mulai berpikir untuk melebarkan usaha. Pada 2018 mereka mengakses pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp250 juta.

"(Pendanaan KUR) untuk mengambil lahan di daerah Simalungun sampai 1 hektar. Serta untuk pengembangan lebah," kata Sabariah.

Seiring waktu cakupan pasar madu Flora Aek Nauli kian luas, terutama ketika melakukan pemasaran secara digital. Kendati demikian Sabariah mengakui bahwa produk madu yang dia pasarkan masih di sekitar Pematang Siantar.

Saat ini, peternakannya bisa memproduksi 500 kg madu per bulan. Sedangkan pasokan dari peternakan binaan Aam bisa mencapai 300 kg hingga 500 kg per bulan.

"Kalau kita paceklik di sini, kebutuhan bisa dipenuhi oleh peternak binaan. Sehingga pasokannya Insya Allah tidak pernah kosong," ujarnya optimistis.

Untuk pengembangan usaha ke depan, Sabariah berharap BRI melakukan pemberdayaan secara berkesinambungan, terutama terkait pemasaran dan promosi. Dia memiliki mimpi, kelak ketika usahanya terus berkembang bisa membuat tujuan wisata edukasi di sekitar kediamannya.

Terkait dengan pemberdayaan UMKM, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa peningkatan kapabilitas pemberdayaan berkaitan dengan perubahan kebiasaan masyarakat yang tak bisa dihindari, terlebih pasca pandemi Covid-19.

Di sisi lain, kata Supari, peningkatan kapabilitas pemberdayaan tak hanya sekadar akses pasar secara digital. Setidaknya ada tiga tahap yang harus diperhatikan, pertama, yakni literasi dasar yang di dalamnya mencakup inklusi keuangan dan manajemen keuangan dasar. Kedua, mendesain literasi bisnis.

"Dalam hal ini melalui peningkatan kapasitas manajerial, membangun legalitas atau kepatuhan, mengembangkan budaya inovasi, membentuk pemahaman industri dan pasar, hingga membentuk kepemimpinan dan pola pikir jangka panjang untuk meningkatkan skala usaha," ujar Supari.

Kemudian yang ketiga, literasi digital kepada UMKM dengan tujuan go digital, go modern, dan go global.

(adv/adv)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER