Apakah Awan Seperti Kapas?
Awan terlihat seperti gumpalan putih yang lembut mirip kapas empuk jika dilihat dari permukaan Bumi. Benarkah mega selembut itu?
Entitas atmosfer ini terbentuk ketika molekul air mengembun di sekitar partikel di udara yang disebut aerosol. Sifat alamiah partikel itu berdampak terhadap tipe dan ukuran awan yang dihasilkannya.
Melansir Live Science, Marile Colon Robles, pakar atmosfer di NASA Langley Research Center yang mempelajari awan, menyebut "tidak semua aerosol tercipta sama."
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Banyak Laron di Lampu? |
Beberapa aerosol alami tertentu seperti debu biasanya memicu pembentukan partikel es, sementara semprotan laut mengendapkan molekul air.
Para pakar juga bereksperimen dengan menabur bibit aerosol artifisial ke atmosfer, termasuk perak atau timbal iodida, untuk menghasilkan awan terang dan padat yang memantulkan radiasi matahari yang datang menjauh dari Bumi atau menyebabkan hujan dan salju.
Tipe dan ukuran awan menentukan perbedaan rasa - andai manusia jatuh melewatinya seperti saat terjun payung atau skydiving. Selain itu, faktor alat pelindung dan kondisi cuaca juga menentukan.
Berdasarkan beberapa peristiwa, seorang skydiver bisa saja menjadi basah, membeku, atau bahkan tak sadar saat jatuh melalui awan.
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Matahari Berwarna Kuning? |
Namun, karena skydiver biasanya melompat dari ketinggian sekitar 4.000 meter, mereka sepertinya akan berhadapan dengan awan stratus atau cumulus.
Awan jenis ini berbentuk seperti selimut tebal saat hari berawan dan mirip bantal dengan alas datar yang biasa menandakan sore yang cerah.
Kedua jenis awan ini sebagian besar terdiri dari molekul air, dan ketika terbentuk pada ketinggian lebih dari 6.500 kaki (1.980 meter), awan-awan ini disebut altostratus dan altocumulus untuk menunjukkan posisinya di atmosfer.
Ryan Katchmar, instruktur skydiving yang berbasis di Utah, AS, dengan pengalaman lebih dari 10.000 lompatan, menegaskan seseorang tidak boleh melakukan skydive ke arah awan dengan sengaja.
Lihat Juga :101 SCIENCE Kenapa Awan Berwarna Putih? |
Pasalnya, jika seorang skydiver tidak bisa melihat ke mana dia pergi, ia tidak bisa melacak bahaya di langit seperti penerjun lain atau bahkan pesawat.
Meski begitu, seorang skydiver kadang memang jatuh ke arah awan. "Sementara kami akan mencoba menghindari awan, terkadang Anda malah melewatinya," kata Katchmar.
"Terkadang rasanya tidak seperti apa-apa," tambah dia.
"Anda menuju ke ruangan putih, dan kemudian Anda keluar dari bawah. Tapi jika itu awan gelap, tebal atau padat, itu akan terasa seperti lewat polisi tidur, dan Anda akan keluar dengan basah kuyup," urainya.
Katchmar menamakan sensasi itu seperti rasa udara di wilayah yang amat lembab "namun dingin dan menyegarkan."
Dia juga kadang mengalami kondisi dingin yang tak terduga, seperti hujan es yang keluar dari kacamatanya. Untuk alasan ini, penerjun sering kali melindungi diri demi menghindari cedera.
Pada lompatan baru-baru ini di Utah, Katchmar merekam penerjun payung lainnya dengan hidung dan tulang pipi memutih saat jatuh. "Saat kami melewati awan, es terbentuk di atas kami," katanya.
Kasus ngeri
Kasus terjun payung yang paling ekstrem adalah dalam cuaca buruk melibatkan badai petir. Di dalam awan badai, udara hangat dapat naik dengan kecepatan lebih dari 160 km/jam.
Di ketinggian, partikel tersebut merasakan tarikan gravitasi dan turun sebagai hujan atau hujan es. Selain itu, sebagian besar petir yang terjadi selama badai menyerang di dalam atau di antara awan-awan.
"Jadi, selain dilemparkan ke luar angkasa, Anda akan menjadi kiblat bagi semua sambaran petir," jelas Colón Robles.
Hanya dua orang yang diketahui selamat dari perjalanan melalui awan yang membawa badai petir semacam itu.
Pada 1959, Letnan Kolonel AS William Henry Rankin keluar dari jet tempurnya dalam cuaca buruk dan menghabiskan 40 menit berputar-putar di dalam awan badai.
Ia menderita radang dingin dan hampir tenggelam, sebelum dimuntahkan beberapa ratus kaki dari tanah dan jatuh mendarat di pohon.
Lihat Juga :101 SCIENCE Berapa Berat Awan? |
Pada 2007, paraglider Jerman Ewa Wiśnierska secara tidak sengaja terhisap petir saat berlatih untuk kejuaraan dunia paralayang. Dia kehilangan kesadaran karena kekurangan oksigen dan mendarat beberapa jam kemudian sejauh 60 km.
Jika Anda tidak tertarik untuk mengalami apa yang dijalani penerjun payung semacam itu, Colón Robles menyebut ada cara lain untuk punya pengalaman menembus awan; berjalan kaki di daratan berkabut.
"Kabut adalah awan tipe stratus, tepat di tanah," kata Colón Robles. Udara yang sejuk dan padat itu memberi Anda gambaran tentang apa yang dihadapi para penerjun payung saat mereka jatuh ke Bumi.
(lth)