Kronologi Pengancaman Muhammadiyah Berujung Pemecatan Peneliti BRIN

CNN Indonesia
Minggu, 28 Mei 2023 08:10 WIB
Simak awal mula kasus pengancaman terhadap Muhammadiyah di Facebook yang berujung pemecatan peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin.
Peneliti Andi Pangerang dipecat dari PNS dan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian usai mengancam Muhammadiyah di medsos. (AKBAR NUGROHO GUMAY/AKBAR NUGROHO GUMAY)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memutuskan memecat peneliti Andi Pangerang Hasanuddin dan memberi sanksi moral buat periset Thomas Djamaluddin terkait komentar bernada ancaman terhadap Muhammadiyah. Simak kronologinya.

Kasus ini bermula dari diskusi di Facebook terkait perbedaan metode penetapan hari lebaran 2023 atau 1 Syawal 1444 Hijriah antara pemerintah dan Muhammadiyah.

Unggahan awalnya ditulis oleh Thomas, yang merupakan mantan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya. Sudah tidak taat keputusan pemerintah, eh masih minta difasilitasi tempat shalat ied. Pemerintah pun memberikan fasilitas," ucap Thomas.

Komentar itu dilontarkan merespons pertanyaan dari akun Alflahal Mufadilah.

"Akhirnya, hanya tanya, kurang bijaksana apa pemerintah kita? Di tengah perbedaan yg melanda, sebab seglintir umat Islam yang teguh berbeda, pemerintah jua masih menyeru semua bertenggang rasa," tulis Alflahal.

Ucapan Thomas itu pun ditimpali sejumlah pihak yang kemudian berujung komentar provokatif Andi.

"Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," cetusnya.

Unggahan ini pun menuai respons keras pihak Muhammadiyah.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti meminta BRIN untuk menggelar sidang etik dan memberi sanksi kepada dua peneliti itu terkait pernyataan-pernyataannya.

"Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak ada masalah dengan BRIN sebagai lembaga negara. PP. Muhammadiyah mengapresiasi kepala BRIN yang telah mengadakan sidang etik dan berharap agar kepada Saudara APH dan TJ diberikan sanksi sebagaimana ketentuan yang berlaku," ujar Mu'ti di akun Twitternya pada Kamis (27/4).

Andi dan Thomas pun dilaporkan ke kepolisian serta diadukan ke BRIN. Kedua lembaga pun bereaksi lewat penyelidikan hingga penyidikan dan sidang etik.

Peneliti di Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian pada Pasal 25 a Ayat 2 jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Pasal 45 b juncto Pasal 29 UU ITE.

Ia pun menjalani Sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN BRIN.

Andi, berdasarkan keterangan BRIN, Sabtu (27/5), kemudian ditetapkan melanggar kode etik dan disiplin ASN.

Hampir senada, Thomas pun diperiksa di Sidang Etik ASN BRIN. Bedanya, Thomas hanya dijatuhi "sanksi moral" berupa perintah untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka dan tertulis.

Selain itu, Thomas diperiksa Bareskrim Polri dalam statusnya masih sebagai saksi pada Senin (8/5).

Pihak kepolisian sendiri mengatakan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain selain Andi Pangerang Hasanuddin (APH) dalam kasus ujaran kebencian dan pengancaman terhadap warga Muhammadiyah tersebut.

Pasalnya, dalam percakapan tersebut ada beberapa komentar yang telah dihapus.

"Tapi nanti tidak menutup kemungkinan apabila nanti dalam percakapan itu kami temukan lagi, karena memang ada beberapa percakapan yang dihapus," kata Adi Vivid di Jakarta, Senin (1/5), dikutip dari Antara.

Klarifikasi Thomas

Terkait kasus ini, Andi belum menyampaikan tanggapannya secara langsung lantaran masih dalam penahanan Bareskrim Polri. Namun, lewat ibundanya, Rahmi, dia mengaku menyesali perbuatan itu.

"Sangat menyesal, dia video call dengan saya sambil menangis dan memohon, 'Ma, tolong mintakan maaf saya sekali lagi, kalau maaf saya masih belum cukup, tolong Mama mintakan maaf untuk saya'," kata Rahmi, di kantor Graha Begawan, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (12/5).

Sementara, Thomas mengaku akan menjalankan sanksi dari BRIN itu.

"Saya memahami posisi BRIN dan mematuhi keputusan BRIN tersebut. Saya sudah menyiapkan pernyataan permohonan maaf, tetapi menunggu SK resmi dari BRIN dan petunjuk BRIN terkait pernyataan tertulis tersebut," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/5).

Terkait kasus hukumnya, Thomas, melalui akun Facebook dan blog-nya, memaparkan bahwa unggahan awal yang dibuatnya tidak terkait langsung dengan ancaman yang dilontarkan Andi.

"Klarifikasi: Tidak Ada Posting Posting dan Komentar Saya dengan Ancaman di fb," tulisnya di blog pribadi.

Dia menyebut komentarnya soal ketidaktaatan pada pemerintah itu merespons komentar akun Alflahal.

"Tanggapan saya di fb bukan memojokkan Muhammadiyah yah. Tetapi sekadar menanggapi komentar Aflahal dg merujuk fakta yg beredar di media."

Menurut Thomas, responsnya soal ketidaktaatan pada Pemerintah itu "berdasarkan fakta."

"Muhammadiyah memang tidak taat pada keputusan Pemerintah atau tidak ikut Pemerintah, dengan menyatakan idul fitri lebih dahulu. Pemerintah tidak mempermasalahkannya," ujar Thomas.

Masalahnya, kata dia, rangkaian diskusi terkait ucapannya itu diduga sudah dihapus, termasuk dari akun Ahmad Fauzan yang disebutnya memprovokasi Andi. Alhasil, komentar seolah-olah komentar AP Hasanudin langsung terkait dengan tanggapan saya.

"Di media dikesankan seolah AP Hasanuddin terprovokasi oleh tanggapan saya, karena screen shoot yang beredar tampak berurutan."

"Jadi, jelas AP Hasanuddin tidak terprovokasi oleh tanggapan saya, tetapi oleh banyak komentar di bawah tanggapan saya (yang sudah dihapus oleh pengirim screen shoot)," tandasnya.

(tim/arh/bac)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER