Batasi Akses ke Twitter, Elon Musk Salahkan Perusahaan AI
Bos Twitter Elon Musk mengambinghitamkan aktivitas pengambilan data atau data scraping oleh perusahaan kecerdasan buatan (AI) dalam kasus pembatasan akses di platform-nya.
Twitter melakukan pembatasan di platformnya sejak Sabtu (1/7) yang membuat pengguna cuma bisa lihat segelintir unggahan.
Dia mengatakan batas membaca dan mengunggah itu diberlakukan sementara untuk mengatasi 'tingkat ekstrem' dari penarikan data dan manipulasi sistem.
Dengan pembatasan tersebut, akun yang belum terverifikasi hanya akan dapat melihat 600 kicauan per hari, dan untuk akun "baru" yang belum terverifikasi, hanya 300 cuitan per hari. Sementara itu, akun terverifikasi memungkinkan untuk membaca maksimal 6.000 cuitan per hari.
Tak berselang lama, Musk menyebut akan segera meningkatkan batas tersebut menjadi 8.000 cuitan untuk pengguna terverifikasi, 800 untuk yang belum terverifikasi, dan 400 untuk akun baru yang belum terverifikasi.
Beberapa jam dari unggahan tersebut, Musk menyebut batas konten dan post ditingkatkan menjadi 10 ribu untuk akun terverifikasi, 1.000 untuk akun tak terverifikasi, dan 500 untuk akun baru dan tidak terverifikasi.
Dikutip dari TheVerge, pembatasan ini muncul satu hari setelah Twitter tiba-tiba mulai memblokir akses bagi pengguna yang tidak log in.
Menurut Musk, itu perlu dilakukan karena "beberapa ratus organisasi mengambil data Twitter dengan sangat agresif, sampai-sampai mempengaruhi pengalaman pengguna yang sebenarnya."
Perubahan ini tampak seperti salah satu dari beberapa cara yang dilakukan Musk untuk memonetisasi Twitter dalam beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya, Twitter mengumumkan perubahan API tiga tingkat pada Maret yang akan mulai mengenakan biaya untuk penggunaan API-nya. Program tersebut hanya berselang tiga bulan dari peluncuran skema bayar-untuk-verifikasi Twitter Blue.
Meski lebih tampak seperti upaya monetisasi Twitter, Musk bersikukuh menyebut perusahaan-perusahaan yang mencoba mengambil data untuk pelatihan kecerdasan buatan model bahasa besar (LLM), misalnya, yang ada di balik ChatGPT, Microsoft Bing, dan Google Bard.
Cara kerja
Menurut The Verge, GPT-3 milik OpenAI, salah satu LLM yang ada di balik ChatGPT, menggunakan "serangkaian program seperti pelengkapan otomatis untuk mempelajari bahasa."
Program ini menganalisis "properti statistik bahasa" untuk "membuat tebakan berdasarkan kata-kata yang telah Anda ketikkan sebelumnya".
Pasalnya, AI merupakan sistem pelengkapan otomatis yang luas yang dilatih untuk memprediksi kata mana yang mengikuti kata berikutnya dalam kalimat tertentu.
Dengan kata lain, AI tidak memiliki data berbasis fakta yang dikodekan secara keras untuk digunakan. AI cuma kemampuan untuk menulis pernyataan yang terdengar masuk akal.
"Ini berarti mereka memiliki kecenderungan untuk menyajikan informasi palsu sebagai kebenaran," sebab masuk akalnya sebuah kalimat tidak menjamin kebenarannya.
(lom/arh)