Sains di Balik Ledakan Bom Atom Karya Oppenheimer

CNN Indonesia
Jumat, 21 Jul 2023 07:49 WIB
Ledakan bom atom karya Oppenheimer dan timnya bermula dari sesuatu yang amat kerdil: atom. Simak paparan prosesnya sejak level terkecil.
Ledakan nuklir bermula dari level atom. (iStockphoto/peterschreiber.media)

Massa kritis

Usai mendapatkan materi yang tepat, langkah selanjutnya adalah proses yang pas. Jika diperhatikan, neutron adalah awal dan akhir dari proses tersebut.

Kita mendapatkan atom yang dapat dibelah, melemparkan neutron ke arahnya, dan kita mendapatkan dua atom yang lebih kecil, sejumlah energi, dan beberapa neutron di sisi lain. Jika tidak ada bahan fisi lain di dekatnya, itulah akhir dari proses ini.

Membuat sejumlah besar reaksi fisi terjadi pada saat yang sama merupakan tantangan bagi fisikawan di Manhattan Project. Jika fisi dimulai terlalu dini atau terjadi terlalu lambat, kekuatan ledakan akan berkurang drastis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika ingin ledakan yang lebih besar, ilmuwan mesti membelah atom berulang kali dan melepaskan energi yang sangat besar sekaligus.

Salah satu caranya adalah membuat neutron bekerja untuk kita. Ketika atom pertama membelah dan melepaskan neutron, kita ingin neutron itu menabrak atom lain dan seterusnya dalam reaksi berantai.

Masalahnya adalah, fisikawan tidak dapat mengontrol ke mana neutron pergi. Peneliti hanya dapat memicu kemungkinan-kemungkinan.

Untuk memastikan reaksi berantai terjadi, bom atom dilengkapi dengan bahan fisi yang cukup dalam konsentrasi yang cukup padat. Alhasil, setiap neutron baru yang terbentuk rata-rata akan menyerang inti lain.

Lihat Juga :

Punya cukup bahan untuk memastikan proses itu terjadi disebut massa kritis.

Kerja dua bom

Dikutip dari Nuclear Museum, AS mengembangkan dua jenis bom atom selama Perang Dunia II. Yang pertama, Little Boy, adalah senjata jenis pistol dengan inti uranium. Bom ini dijatuhkan di Hiroshima.

Bom ini memiliki dua bagian uranium yang terpisah, masing-masing terlalu kecil untuk mencapai massa kritis, yang disimpan dalam isolasi sampai saat-saat peledakan.

Saat bom siap meledak, kedua bagian itu dibanting bersama menggunakan sesuatu yang mirip dengan senjata konvensional. Sepotong uranium ditembakkan ke bawah laras senapan berlubang halus dan dihancurkan ke bagian lainnya.

Ketika kedua bagian bersatu, mereka mencapai massa kritis. Fisi memulai prosesnya. Atom uranium-235 menyerap neutron dan membelah diri menjadi dua atom baru. Atom tersebut melepaskan tiga neutron baru dan sejumlah energi pengikat.

Dua neutron tidak melanjutkan reaksi karena hilang atau diserap oleh atom uranium-238. Namun, satu neutron bertabrakan dengan atom uranium-235, yang kemudian mengalami fisi dan melepaskan dua neutron dan sejumlah energi pengikat.

Kedua neutron tersebut bertabrakan dengan atom uranium-235, yang masing-masing membelah diri dan melepaskan antara satu hingga tiga neutron, dan seterusnya. Hal ini menyebabkan reaksi berantai nuklir.

Senjata kedua, yang dijatuhkan di Nagasaki, disebut Fat Man dan merupakan perangkat jenis ledakan dengan inti plutonium yang kurang reaktif.

Metode untuk memicu fisi seperti pada Little Boy tak bekerja pada bom ini lantaran reaksi yang lambat yang tak juga mencapai massa kritis. Fisikawan membutuhkan solusi lain.

Peneliti pun menempatkan bola berlubang plutonium subkritis di perut bom. Bola itu dikelilingi oleh bola bahan peledak konvensional lainnya. Beberapa detonator dipicu pada saat yang sama, menciptakan ledakan yang kuat di dalam bom.

Kepadatan plutonium pun meningkat karena semuanya dihancurkan menjadi satu dan mencapai kondisi superkritis. Reaksi berantai pun terjadi. Jamur raksasa menyala...

(lom/arh)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER