Buaya Nil, salah satu predator air terbesar di dunia, punya sisi sensitif lantaran mudah tergugah oleh tangisan bayi manusia dan kera.
Sebuah penelitian mengungkap buaya Nil tampak lebih kuat merespons tangisan intens dari bayi manusia dan kera, dibandingkan dengan tangisan lainnya.
Mereka juga paling responsif terhadap tangisan dengan intensitas lebih tinggi, dan mungkin lebih baik dalam menangkap tingkat kerumitan dalam tangisan itu daripada manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun begitu, penelitian yang terbit di jurnal Proceedings of the Royal Society B, Selasa (8/8) ini belum bisa memaparkan apakah perilaku ini dimotivasi oleh buaya yang mencoba memburu mangsa yang rentan atau karena alasan lain.
Dalam studi ini, para peneliti memutar tangisan bayi manusia, simpanse, dan bonobo ke sekelompok buaya Nil (Crocodylus niloticus) di kebun binatang dan mencatat berapa banyak buaya yang menoleh atau bergerak ke arah speaker sebagai respons terhadap suara tersebut.
Para peneliti mengungkapkan buaya menanggapi tangisan bayi manusia, bonobo, dan simpanse walau tidak semua tangisan terdengar sama.
Mereka menggunakan rekaman suara bayi manusia dari dua konteks: saat mandi di rumah bersama orang tua mereka, yang menghasilkan tangisan dengan intensitas rendah, dan vaksinasi di ruangan dokter, yang menghasilkan tangisan dengan intensitas lebih tinggi.
Beberapa tangisan bayi yang lebih kuat menyebabkan menyebabkan persentase yang lebih tinggi dari buaya untuk merespons.
Para peneliti juga menganalisis beberapa sifat akustik dari tangisan untuk melihat apakah ada kualitas tertentu dari suara-suara tersebut yang membuat buaya bersemangat.
Mereka menemukan buaya lebih responsif terhadap suara tangisan dengan lebih banyak energi dalam frekuensi suara yang lebih tinggi, mengutip LiveScience, Kamis (10/8).
Selain itu, reptil ini sigap terhadap serta suara tangisan dengan beberapa ketidakteraturan dalam pola gelombang suara, yang keduanya terkait dengan tingkat kesusahan yang lebih tinggi.
"Pikirkan tentang bayi yang sedang menangis dan sangat kesal, suara tangisnya tidak beraturan dan terdengar di mana-mana saat bayi tersebut berteriak dan kehilangan napas," kata Miriam Boucher, kandidat doktor di Universitas Clemson yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.
Manusia cenderung menilai panggilan bernada tinggi sebagai panggilan yang lebih tertekan, tetapi itu tidak selalu menghasilkan penilaian yang akurat.
Contohnya, karena tangisan bonobo umumnya bernada lebih tinggi daripada tangisan manusia, manusia cenderung melebih-lebihkan betapa tertekannya tangisan kera tersebut.
Sementara, buaya tampaknya tidak merespons secara berbeda terhadap tangisan dengan nada yang berbeda.
"Buaya kelihatannya sangat beradaptasi dalam memperkirakan tingkat kerumitan yang dikodekan dalam tangisan bayi terlepas dari spesies hominid yang dipertimbangkan," catat para penulis.
Para peneliti mengatakan ada kemungkinan hewan-hewan ini menangkap kerumitan sebagai isyarat untuk menemukan makanan potensial di dekatnya.
Mereka juga mencatat beberapa buaya menanggapi panggilan tersebut dengan berenang di bawah air, yang bisa menjadi manuver pemangsa.
"Berenang di bawah air juga bisa berarti hewan-hewan itu berhati-hati saat menyelidiki suara itu," kata Boucher.
Hasil penelitian juga menunjukkan buaya bisa saja menanggapi tangisan ini karena alasan selain memangsa. Studi tersebut tidak membandingkan respons buaya terhadap tangisan ini dengan jenis suara lain, seperti tangisan marabahaya buaya remaja atau suara netral.
Kent Vliet, seorang pensiunan ahli biologi di University of Florida yang tidak terlibat dalam penelitian itu mengatakan bahwa dia melihat buaya (sekelompok hewan yang mencakup buaya, aligator dan caiman) menanggapi secara intens panggilan darurat remaja, bahkan ketika mereka berasal dari spesies buaya lainnya.
Selain itu, hewan-hewan ini mungkin hanya ingin tahu tentang suara baru di dekatnya.
"Apa yang saya lihat dalam studi saya adalah buaya bisa sangat ingin tahu tentang hal-hal secara umum," kata Boucher.