Tak Susahkan Keluarga saat Tiada, Canda Peneliti Peraih Bintang Jasa

CNN Indonesia
Selasa, 15 Agu 2023 07:34 WIB
Mendapat Bintang Jasa Pratama dari Presiden, profesor bidang iklim di BRIN Edvin Aldrian mengaku bersyukur tak bakal menyusahkan keluarga soal pemakaman.
Profesor bidang iklim di BRIN Edvin Aldrian mengaku kaget mendapat Bintang Jasa Pratama. (Courtesy of IPCC)
Jakarta, CNN Indonesia --

Usai mendapat Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Joko Widodo, Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian (54) mengaku kaget sekaligus bersyukur.

Bukan apa-apa, ia mengaku penghargaan itu bakal membuat keluarganya tak perlu repot mencari sebidang tanah makam.

"Ini salah satu yang kita terima yaitu tanah sebidang di taman makam pahlawan. Minimal saya nanti mati tidak menyusahkan keluarga saya," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, setiap penerima bintang jasa bisa mendapat "penghormatan dan penghargaan" dari negara.

Pasal 33 (2) mengungkapkan penghormatan dan penghargaan itu dapat berupa:

a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta

b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer

c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara

d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional, dan/atau

e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.

Tak bisa tidur

Lewat Keputusan Presiden Nomor 66/ТК/TH 2023, 18 orang mendapat bintang jasa dari Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Senin (14/8), termasuk ibu negara Iriana Widodo, yang dianugerahi Bintang Republik Indonesia Adipradana, dan Edvin.

Edvin mengaku kaget bisa mendapat penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama dari Jokowi. Dampaknya, ia hampir tidak bisa tidur semalaman menjelang penyematan pada Senin (14/8) pagi.

"Ya saya kaget juga. Semalam saya tidak bisa tidur, hanya tidur beberapa jam," aku dia.

Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN ini mendapat penghargaan setara pahlawan itu bukan tanpa alasan.

Ia telah berkiprah sebagai Anggota Dewan Panel PBB yakni sebagai Vice Chair Working Group I dalam Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) atau Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim sejak 2015.

Pria kelahiran Jakarta ini kembali terpilih berdasarkan pemungutan suara dari negara anggota IPCC yang dilakukan di Nairobi pada 25 - 28 Juli 2023.

Untuk terpilih, Edvin harus bersaing dengan para ilmuwan dari beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, dan Malaysia.

"Voting di IPCC berlaku regional, karena saya berasal dari Indonesia, maka voters saya berasal dari regional 5 yaitu Asia Tenggara, Pasifik Barat Daya, dan ASEAN. Saya dibantu negara kepulauan seperti Tonga, negara-negara muslim seperti Bangladesh, Bahrain, Turki, dan juga Amerika Latin," tuturnya, dikutip dari situs BRIN.

Lewat IPCC, ia yang mendapat gelar Doktor alias PhD di Max Planck Institut fur Meteorologie/Uni. Hamburg, Jerman pada 2003, mengaku senang karena bisa menyuarakan dampak perubahan iklim hingga 34 negara.

Sebagai periset di bidang perubahan iklim, Aldrian menjelaskan dirinya berkiprah di IPCC karena memiliki visi dan misi untuk melanjutkan kembali penelitian yang telah dilakukan.

Ia telah menyiapkan suatu proyeksi dan pemodelan di wilayah Asia Tenggara yang bekerja sama dengan peneliti dari Filipina, Malaysia, Thailand dan Vietnam.

Deret penghargaan

Selain bintang jasa, sejumlah penghargaan pernah diterimanya. Pada 2018 dia dinobatkan sebagai ilmuwan dengan publikasi paling aktif untuk kategori Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kemenristekdikti SINTA AWARD.

Di tahun yang sama, Aldrian juga meraih penghargaan Habibie Award untuk bidang ilmu rekayasa.

Aldrian juga tercatat sebagai Profesor Riset ke-429 yang dikukuhkan di Indonesia pada usia yang sangat muda, 40 tahun.

Ia menjadi satu-satunya Profesor Riset bidang Meteorologi di Indonesia melalui riset berjudul 'Pemahaman Dinamika Iklim di Negara Kepulauan Indonesia sebagai Modalitas Ketahanan Bangsa'.

Penghargaan lainnya adalah Satyalancana Wirakarya (2020) usai menjadi saksi ahli sidang kebakaran hutan, Satyalancana Karya Satya XXX (2019), Satyalancana Pembangunan (2018) atas pengembangan Radar Cuaca X Band Nasional Pertamal;

Selain itu, Satyalancana Karya Satya XX (2010), dan Satyalancana Karya Satya X (1999).

Polusi udara

Peraih gelar sarjana di Departemen Teknik Fisika di Universitas McMaster, Kanada (1993), itu juga melakukan penelitian di bidang urban climate yang berkaitan dengan polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan manusia, isu yang kini tengah panas menyusul buruknya polusi ibu kota.

Agar kondisi perubahan iklim ini tidak membawa dampak yang buruk, Aldrian berharap kebijakan mitigasi perubahan iklim yang lebih kuat.

Dia menyebut, berdasarkan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission di 2060, pemerintah butuh kerja keras untuk mengurangi CO2 melalui National Determined Contribution (NDC).

"Saya optimis Indonesia mampu mewujudkan komitmen tersebut mengingat negara kita kaya dengan sumber energi yang bersih seperti panas bumi, gelombang laut, matahari, dan lainnya," ucap Edvin.

Dia pun berpesan generasi muda memberikan kontribusinya kepada negara dan dunia.

"Para periset muda agar terus memberikan kontribusinya kepada masyarakat tidak hanya di tingkat nasional tapi juga global pada bidangnya masing-masing. Mari gaungkan upaya penanganan perubahan iklim ini tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga internasional," pungkas Edvin.

[Gambas:Video CNN]



(can/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER