NMVOC menyusul di urutan kedua polutan paling banyak di Jakarta dengan jumlah 201.871 ton.
Mayoritas NMVOC juga datang dari kendaraan bermotor (19.936 ton, 98,5 persen), disusul industri (1.212 ton, 0,66 persen), pembangkit listrik (352 ton, 0,17 persen), perumahan (1.407, 0,7 persen), dan komersial (64 ton 0,03 persen).
Kendaraan bermotor juga menjadi penyumbang terbesar untuk polutan PM10, PM 2,5, dan BC. Untuk PM10, kendaraan bermotor menghasilkan 5.113 ton atau 57,99 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Sementara, untuk PM2,5 kendaraan bermotor menghasilkan 5.257 ton alias 67,04 persen. Di saat yang sama, kendaraan bermotor juga berada di urutan pertama dalam hal sumbangan BC di angka 5.048 ton atau 84,05 persen.
Hal berbeda terjadi di SO2. Sektor industri menjadi penyumbang terbanyak yakni 2.637 ton (61,96 persen) dari total 4.256 ton. Pembangkit listrik berada di urutan kedua penyumbang SO2 dengan 1.071 ton atau 25,165 persen.
Kendaraan bermotor ada di tempat ketiga dengan sumbangan 493 ton SO2 atau 11,58 persen. Sektor perumahan dan komersil masing-masing menyumbang 0,96 persen SO 2 (41 ton), dan 0,33 persen atau 14 ton SO2.
Perumahan dan komersil konsisten menjadi penyumbang terkecil tujuh jenis polutan tersebut. Perumahan 'hanya' menghasilkan 48 ton PM10, 33 ton PM2,5 dan 1 ton BC sedangkan komersil memproduksi 7 ton PM10, 3 ton PM2,5 dan 1 ton BC.
Fakta soal kontribusi kendaraan ini seiring dengan jumlah total kendaraan di Jakarta yang terus meningkat, dengan laju kenaikan angka sepeda motor mencapai 4,9 persen, sementara mobil penumpang naik 7,1 persen per tahun.
Sementara, jumlah mobil beban naik 5,3 persen dan mobil bus 4,7 persen. Dengan laju kenaikan itu, berdasarkan data 2020, jumlah kendaraan bermotor di DKI mencapai 20,22 juta unit.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengungkap ada peran uap air terkait konsentrasi polusi udara di Jakarta yang tinggi pada pukul 03.00-04.00 WIB dalam beberapa hari.
"Yang waktu heboh kan ambilnya jam 03.00 pagi. Terang aja padet karena kan ada uap air juga kecampur," kata dia, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/8), dikutip dari detikcom.
Beberapa kota merasakan dampak langsung kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada kualitas udaranya, terutama kota-kota di Kalimantan, seperti Pontianak, Terentang, Mempawah (Kalbar), hingga Banjarbaru (Kalsel).
Berdasarkan pantauan citra sebaran asap BMKG, asap terdeteksi di sejumlah wilayah Kalimantan.
"Terdeteksi asap di wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan," kata lembaga di situs resminya.
"Arah angin di Indonesia pada umumnya bertiup dari Tenggara ke Barat Laut - Timur Laut. Tidak terdeteksi adanya Transboundary Haze," lanjut keterangan itu.
Polusi udara yang pekat diperparah oleh efek fenomena iklim yang membuat hujan makin hilang, El Nino.
"Betul [ada kaitannya dengan El Nino]. Jadi biasanya karena berhubungan dengan kebakaran hutan," kata Profesor Meteorologi dan Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian, Selasa (8/8).
"Kalau di Jakarta karena musim kemarau banyak ladang-ladang yang dibakar jadi banyak asap yang mengambang," imbuh dia, yang baru saja menerima penghargaan Bintang Jasa Pratama dari Presiden Jokowi.
Saat hujan makin jarang, Edvin mengungkap wet deposition alias proses penting untuk menghilangkan gas dan partikel dari atmosfer jadi hilang.
"Karena tidak hujan, jadi dia banyak sekali polutan yang beredar di atmosfer," ungkap dia.
(tim/arh)