Deret Kritik Ahli terhadap Semprot Air ke Jalan Buat Tekan Polusi

CNN Indonesia
Senin, 28 Agu 2023 07:51 WIB
Kendaraan water canon Brimob menyemprotkan air di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/8). Cara ini dikritik banyak pihak. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tak efektif dan malah memperburuk polusi udara, demikian kesimpulan pandangan para ahli soal strategi penyemprotan jalan memakai air dengan dalih memperbaiki kualitas udara.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengerahkan sejumlah unit water canon untuk menyemprot jalan protokol dalam rangka mengurangi dampak polusi udara di Jakarta.

"Maka itu Polri, khususnya Polda Metro Jaya melakukan kesiapan dengan pengecekan kendaraan taktis water canon dan kemudian melakukan penyemprotan jalan protokol guna mengurangi dampak polusi udara di Jakarta," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, beberapa waktu lalu.

Dalam konteks polusi udara, ada dua kategori utama polutan yang jadi indikator.

Partikulat Meter 10 (PM10), yakni partikulat dengan diameter 10 mikrometer atau kurang, berbentuk asap, debu, jelaga, garam, asam, dan logam.

Partikulat Meter 2.5 (PM2.5), partikulat yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer. Sumbernya bisa dari asap kendaraan bermotor, pabrik, hingga Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Berikut pandangan para ahli soal strategi semprot air ini.

BMKG

Peneliti Meteorologi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Deni Septiadi menilai penyemprotan air untuk menangani polusi udara bisa membuat kondisi polusi makin berbahaya.

Menurutnya, strategi ini berpotensi membuat PM10 yang ada di permukaan tanah terpecah sehingga justru lebih membahayakan manusia.

"Saya agak takut PM 10 itu dia pakai water canon itu kan kencang, saya malah takutnya partikel-partikel begitu disemprot dengan tekanan tinggi dia malah pecah, justru menjadi PM2,5," ujar Deni, Jumat (25/8).

BRIN

Senada, Edvin Aldrian, profesor bidang iklim di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan penyemprotan bakal membuat polutan di tanah kembali naik ke udara sekaligus membuang-buang air.

"Waktu dia basahin tanah, tanah yang di bawah itu dibuang ke mana? Dia akan banyak terlepas ke udara [bersama air yang menguap]," kata dia lewat sambungan telepon, Minggu (27/8).

Edvin menyarankan tirai air (water curtain) yang membuat air yang digunakan jumlahnya sama dan tidak ada yang terbuang. Air ditampung lalu disaring guna membuang partikel yang tercampur, lalu dialirkan lagi sebagai air terjun.

"Tujuannya sama, kita butuh air untuk menjatuhkan debu. Cara ini saya pikir juga bisa menghemat air. Jadi bisa suatu aliran air jatuh dan dia membawa debu. Air yang jatuh disaring. Nah air yang sudah disaring diantar lagi ke atas, lalu dijatuhkan lagi," jelasnya.

Menurutnya, jika gedung-gedung di kawasan 'sibuk' ibu kota melakukan itu, polusi bisa diturunkan.

"Ini sangat mungkin dilakukan. Jadi prinsipnya supaya air itu di-recycle. Kalau disemprot, kan hilang," katanya.

Pandangan pakar China dan Menkes di halaman selanjutnya...

Pakar China Hingga Menkes


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :