Jakarta, CNN Indonesia --
Misi pendaratan ke Bulan yang dilakukan India lewat Chandrayaan-3 sukses, sedangkan Rusia gagal mengeksplorasi bulan setelah Luna-25 gagal mendarat. Lalu, apakah ini berarti India lebih digdaya atas Rusia?
Mantan astronaut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) Leroy Chiao menilai banyak negara yang membuat dan melanjutkan program antariksa sipil. Namun sejak awal perlombaan antariksa, motivasi terbesar sejauh ini adalah untuk meningkatkan prestise nasional, baik di dalam maupun luar negeri.
Itulah yang mendorong India berhasil menjadi negara keempat yang berhasil mendaratkan wahana di Bulan pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesuksesan ini menandai sebuah pencapaian besar bagi program luar angkasa yang baru saja lahir, yang telah membuat kemajuan yang stabil selama bertahun-tahun.
"Saya berharap kesuksesan di masa depan akan menyusul: Delhi telah menunjukkan komitmennya untuk melakukan investasi yang signifikan dalam upaya eksplorasi ruang angkasa," kata Chiao dikutip dari CNN.
Pada awal era ruang angkasa, Uni Soviet (kini bernama Rusia) terbilang sangat memahami bagaimana program antariksa yang sukses dapat meningkatkan posisinya di panggung internasional.Mereka menjadi yang pertama menuju bulan dengan peluncuran satelit Sputnik pada tahun 1957.
Meskipun satelit ini hanya memancarkan sinyal sederhana, implikasi dari peluncuran ini sangat besar.
Setelahnya, terobosan lain pun mengikuti, termasuk hewan pertama di orbit (anjing Laika pada 1957) dan manusia pertama di ruang angkasa (Yuri Gagarin pada 1961).
Ketika Rusia meraih kesuksesan demi kesuksesan di luar angkasa, Amerika hampir panik. Meskipun AS mengikuti dengan keberhasilan sendiri, kesan awal adalah bahwa AS tertinggal dari Soviet dalam hal teknologi.
Itulah mengapa seruan Presiden John F. Kennedy untuk mendaratkan astronaut Amerika di Bulan beresonansi begitu dalam bagi AS. Hal ini mendapat dukungan dari Partai Demokrat dan Partai Republik di Kongres, serta masyarakat Amerika secara luas.
Dikutip dari Politico, perlombaan ke luar angkasa dipandang sebagai perang untuk bertahan hidup, perang yang tidak boleh kalah.
Presiden Rusia Vladimir Putin kemudian masuk jajaran dari sederet pemimpin yang mencoba menggunakan usaha kesuksesan luar angkasa untuk mencerminkan kebesaran bangsanya.
Putin berharap dapat menikmati keberhasilan pendaratan Luna-25 milik Rusia. Namun, Rusia kalah dalam pertandingan itu.
Luna-25 mengalami kerusakan yang menyebabkan jatuh, sehingga tidak bisa mendarat dengan mulus di permukaan Bulan.
Seandainya berhasil, Luna-25 pasti akan disebut-sebut sebagai "bukti" bahwa Rusia masih merupakan negara yang hebat, terlepas dari kemundurannya dalam perang yang menghancurkan di Ukraina.
Perlombaan menuju Bulan
Jika program-program luar angkasa ini merupakan cermin kebesaran suatu negara, maka menarik untuk menelaahnya lebih dekat, yang sedang naik daun adalah program-program dari Asia, terutama China dan India.
Kedua negara ini telah mengembangkan mesin roket kriogenik yang canggih, peluncur, dan pesawat ruang angkasa.
Keduanya mengoperasikan beberapa konstelasi satelit untuk komunikasi, pencitraan bumi dan penginderaan jauh. Bahkan China memiliki konstelasi satelit navigasinya sendiri.
China juga memiliki program penerbangan antariksa manusia dengan stasiun ruang angkasa yang beroperasi, termasuk pesawat ruang angkasa pengangkut kru dan kargo.
India memiliki rencana untuk mengirim astronautnya sendiri ke orbit dalam beberapa tahun ke depan, sementara China telah mengumumkan rencana untuk mengirim astronautnya ke permukaan bulan pada 2030-an.
Kendaraan penjelajah Bulan milik China masih aktif menjelajahi sisi jauh Bulan, satu-satunya negara yang sejauh ini telah menempatkan pendarat di sana.
Dalam kemitraan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), AS, Eropa, Jepang, dan Kanada juga terus bergerak maju dalam eksplorasi ruang angkasa.
Setelah bertahun-tahun mengalami penundaan dan pembengkakan biaya, misi Artemis I akhirnya diluncurkan tahun lalu dan NASA telah menamai kru Artemis II yang mencakup seorang astronaut Kanada.NASA berencana mengembalikan manusia ke Bulan dalam beberapa tahun mendatang, sesuatu yang belum pernah terjadi sejak pendaratan Apollo terakhir pada 1972.
Negara-negara ini juga terus meluncurkan satelit dan pesawat ruang angkasa lainnya. Sementara itu, NASA terus mengoperasikan kendaraan penjelajah di Mars.
Perusahaan kedirgantaraan milik Elon Musk, SpaceX telah menjadi mitra NASA selama bertahun-tahun. Perusahaan juga telah mengirimkan pasokan dan kru ke ISS.
Mereka juga mengembangkan pendarat bulan untuk NASA, seperti halnya tim yang dipimpin oleh miliarder Jeff Bezos, Blue Origin.Beberapa perusahaan kecil berpartisipasi dalam kontrak untuk menyediakan pesawat ruang angkasa dan layanan untuk eksplorasi bulan, sebagai dorongan tanpa henti ke ruang angkasa di berbagai bidang.
Kegagalan Rusia
Rusia adalah satu pengecualian. Alih-alih berkembang, program antariksanya justru mengalami kemunduran selama beberapa tahun.
Program yang dulunya hebat ini mulai hancur setelah runtuhnya Uni Soviet dan kemundurannya kini tampak semakin cepat.Kosmonot Sergei Krikalev terdampar di stasiun ruang angkasa Mir selama hampir setahun karena runtuhnya Uni Soviet dan kekacauan yang mengikutinya.
Program mereka bisa dibilang diselamatkan oleh AS, yang mendukung stasiun ruang angkasa Mir dan membawa Rusia ke dalam program ISS, dengan uang tunai untuk layanan dan kontrak untuk memproduksi modul inti dan peralatan lainnya.
[Gambas:Infografis CNN]
"Jangan salah, Rusia juga telah menjadi mitra utama dalam program ISS. Mereka telah menyediakan transportasi kru dan kargo (termasuk untuk kru saya selama Ekspedisi-10), saat pesawat ulang-alik dihentikan setelah kecelakaan Columbia," kata Chiao.
Hingga saat ini, roket dan pesawat ruang angkasa Rusia termasuk yang paling aman dan dapat diandalkan. Namun, masa depan program luar angkasa Rusia kini diragukan, di tengah pemotongan anggaran yang terus berlanjut, dugaan korupsi, politisasi dan kurangnya tenaga kerja profesional muda di bidang ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Rusia telah mengalami kegagalan pesawat dan peluncur antariksa Soyuz dan Progress, termasuk pembatalan peluncuran Soyuz MS-10 pada 2018 yang mengangkut astronot AS Nick Hague.
[Gambas:Photo CNN]
Luna-25 hanyalah misi yang terbaru dari serangkaian kegagalan tersebut. Untungnya, tidak ada satu pun dari kegagalan ini yang mengakibatkan kematian atau cedera.
"Program luar angkasa Rusia yang terbengkalai mencerminkan kondisi negara itu sendiri, termasuk kinerja militer Rusia yang sangat buruk dalam perangnya melawan Ukraina," tuturnya.
Alih-alih membuat negaranya menjadi adidaya, justru membuat Rusia tidak lagi menjadi "kekuatan besar".Putin justru menunjukkan kepada dunia betapa buruknya kemunduran Rusia.
[Gambas:Video CNN]