Jakarta, CNN Indonesia --
Beberapa metode ilmiah, bukan pseudosains, digunakan dalam perburuan kehidupan asing di luar angkasa alias alien. Simak rinciannya berikut.
Topik alien sempat memanas usai presentasi ufologis Jaime Maussan dkk tentang dua jasad makhluk yang diklaim bukan dari Planet Bumi di Kongres Meksiko, pekan lalu.
Elsa Tomasto-Cagigao, bio-antropolog Peru terkemuka, menyindir habis klaim tersebut karena temuan serupa di masa lalu adalah penipuan lewat modifikasi mumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang kami katakan sebelumnya masih berlaku, mereka mengulangi hal yang sama seperti biasanya dan jika masih ada orang yang tetap mempercayainya, apa yang bisa kami lakukan?" katanya.
"[Klaim] ini sangat kasar dan sederhana sehingga tidak ada lagi yang perlu ditambahkan," cetus dia.
Jauh sebelum kasus alien Meksiko ini, para ahli sudah berburu alien dengan metode lain yang benar-benar ilmiah yang bahkan mengeluarkan dana raksasa, seperti mengirim wahana antariksa ke planet-planet.
Berikut sejumlah metode pencarian alien yang dilakukan pakar beneran:
Teleskop luar angkasa
Pada dasarnya, teleskop digunakan untuk melihat tanda-tanda kehidupan atau ada tidaknya kemiripan sebuah benda antariksa dengan Bumi.
Berkembang sejak perangkat sederhana ala legenda Galileo Galilei yang bisa memantau bulan-bulannya Jupiter di awal abad 17, teleskop berkembang dari observatorium Bumi hingga teleskop luar angkasa.
Sempat jadi yang terdepan dalam mengintip antariksa jauh, Teleskop Hubble, yang ditempatkan di luar angkasa, disalip Teleskop Luar Angkasa James Webb.
Beberapa teknologi inovatif ditanam pada Webb, termasuk pelindung Matahari lima lapis berukuran lapangan tenis yang melemahkan panas Matahari lebih dari satu juta kali dan empat instrumen teleskop - kamera dan spektrometer - yang bisa mendeteksi sinyal yang sangat lemah.
Walaupun teleskop ini belum memiliki kemampuan lebih dalam untuk melihat permukaan exoplanet atau planet ekstrasurya, perangkat ini dapat membantu para astronom menarik kesimpulan tentang permukaan planet dan layak tidaknya untuk dihuni lewat studi atmosfer.
"Ia (Webb) akan mempelajari setiap fase dalam sejarah Alam Semesta kita, mulai dari pancaran cahaya pertama setelah Big Bang, pembentukan tata surya yang mampu mendukung kehidupan di planet seperti Bumi, hingga evolusi Tata Surya kita," demikian dikutip dari situs NASA.
Kirim pesawat antariksa
Ini adalah metode 'konvensional' pencarian alien dengan biaya amat besar. Cuma negara-negara yang berpihak pada perkembangan sains yang bisa melakukannya. Indonesia masih jauh dari sanggup.
Persaingan ketat pernah terjadi antara Uni Soviet, lewat misi Vostok hingga Luna, dengan AS, lewat Apollo hingga Voyager.
Kini, yang paling hot adalah China vs AS, sementara India jadi kuda hitam lewat Chandrayaan-3 ke Bulan. Misi India lainnya, Aditya-L1, cenderung bertujuan untuk meneliti Matahari dan efek badainya.
Sejauh ini, misi pencarian kehidupan luar angkasa yang paling jauh adalah Voyager 1 dan 2 milik NASA.
Dua pesawat antariksa ini yang sudah meneliti Jupiter, Saturnus, Neptunus, itu kini berada di ruang antarbintang, yakni wilayah di luar Tata Surya yang tak tersentuh gravitasi Matahari.
Voyager 1 dan 2 juga sama-sama membawa salinan Catatan Emas (Golden Record), yakni pesan dari umat manusia kepada kosmos (dan jaga-jaga ketemu alien) yang mencakup salam dalam 55 bahasa, gambar orang dan tempat di Bumi, hingga musik karya Beethoven.
Cek data 'UFO'
NASA pada 2022 membentuk tim atau panel ahli independen untuk menggali data dan menganalisis penampakan fenomena anomali yang tak teridentifikasi (UAP) alias UFO.
Berbagai penampakan itu tertangkap oleh pesawat tempur hingga warga biasa sebelumnya.
Dan Evans, asisten wakil administrator asosiasi untuk penelitian di Direktorat Misi Sains di Lembaga Penerbangan dan Antariksa AS (NASA), mengatakan pihaknya memang menggelar studi UAP.
Namun, studi itu hendak menghilangkan jenis sensasionalisme dan pseudosains seperti yang terjadi dalam kasus Kongres Meksiko.
"Saya hanya akan menambahkan salah satu tujuan utama dari apa yang kami coba lakukan di sini hari ini, adalah untuk menggeser dugaan dan konspirasi menuju sains dan kewarasan," kata Evans, dikutip dari Space.
"Dan Anda melakukannya dengan data, seperti yang dikatakan David, dan itulah tujuan utama penelitian ini (studi UAP)," imbuh Evans.
Setelah berbulan-bulan bekerja, laporan awal tim ahli menyimpulkan UFO belum terbukti.
"Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah masih banyak yang harus dipelajari," kata Direktur NASA Bill Nelson, Kamis (14/9).
"Tim studi independen NASA tidak menemukan bukti bahwa UAP berasal dari luar angkasa, tapi kami tidak tahu apa itu UAP," lanjut dia.
Analisis data UAP itu terhambat oleh kalibrasi sensor yang buruk, kurangnya pengukuran ganda, kurangnya meta data sensor, dan kurangnya data dasar.
AI hingga atmosfer di halaman berikutnya...
Pakai AI
Tim ilmuwan multidisiplin yang dipimpin oleh Kim Warren-Rhodes dari Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI) Institute di California memetakan makhluk hidup langka yang tinggal di Salar de Pajonales, sebuah dataran garam di Gurun Atacama Chile dan Altiplano, Maret.
Peneliti bekerja sama dengan Michael Phillips dari Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins University dan peneliti Oxford University Freddie Kalaitzis untuk melatih model pembelajaran mesin (AI).
Tujuannya, mengenali pola dan aturan yang terkait dengan distribusi kehidupan di wilayah yang keras. Pelatihan semacam ini mengajarkan model tersebut untuk mengenali pola dan aturan yang sama di berbagai lanskap - termasuk lanskap yang mungkin ada di planet lain.
Tim menemukan bahwa sistem mereka, dengan menggabungkan ekologi statistik dan AI, dapat menemukan dan mendeteksi jejak biologis hingga 87,5 persen setiap harinya. Hal ini dibandingkan dengan tingkat keberhasilan yang tidak lebih dari 10 persen yang dicapai melalui penelusuran acak.
Selain itu, program ini dapat mengurangi area yang diperlukan untuk pencarian sebanyak 97 persen, sehingga membantu para ilmuwan secara signifikan mempertajam perburuan mereka terhadap potensi jejak kimiawi kehidupan, atau tanda-tanda biologis.
Alat pembelajaran mesin semacam itu, kata para peneliti, dapat diterapkan pada misi robot planet seperti penjelajah Perseverance milik NASA, yang saat ini sedang berburu jejak kehidupan di dasar Kawah Jezero Mars.
"Dengan model ini, kami dapat merancang peta jalan dan algoritme yang dibuat khusus untuk memandu penjelajah ke tempat-tempat dengan kemungkinan tertinggi menyimpan kehidupan masa lalu atau masa kini - tidak peduli seberapa tersembunyi atau langkanya," jelas Warren-Rhodes, dikutip dari Space.
Studi atmosfer
Pada Juli, tim ilmuwan melakukan simulasi soal kondisi atmosfer dunia asing mirip Bumi yang bisa mengungkap petunjuk tentang kemampuan planet ekstrasurya untuk menampung kehidupan.
Evelyn Macdonald, mahasiswa pascasarjana di Departemen Fisika di Toronto University, mengungkap penelitian timnya dilakukan lewat simulasi iklim yang disebut ExoPlaSim.
Bentuknya, memodelkan bagaimana jumlah dan distribusi darat dan laut mempengaruhi iklim dunia yang disebut "dunia yang terkunci pasang surut."
Model tersebut menunjukkan bahwa rata-rata suhu global di planet yang mengalami pasang surut lebih bergantung pada luas daratan dibandingkan lokasi daratan.
[Gambas:Photo CNN]
Selain itu, semakin besar luas daratan, semakin panas siang hari dan semakin kering atmosfer planet. Hal ini karena semakin luasnya daratan berarti semakin sedikit air permukaan yang dapat menguap ke atmosfer, sehingga curah hujan pun berkurang.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa distribusi lahan di planet mirip Bumi mempunyai dampak besar terhadap iklimnya, dan akan membantu para astronom dalam mengamati planet dengan instrumen seperti Teleskop Luar Angkasa James Webb untuk lebih memahami apa yang mereka lihat," kata Macdonald.
Berburu puing planet
Pencarian kehidupan lain bisa dirunut dari tahap awal pembentukan planetnya. Sementara, planet terbentuk di awan tebal debu dan gas yang dikenal sebagai cakram protoplanet yang berputar-putar di sekitar bintang.
Para ilmuwan pun harus bergantung pada petunjuk tidak langsung untuk menyimpulkan keberadaan protoplanet, termasuk puing planet muda.
Feng Long, seorang rekan postdoctoral di Pusat Astrofisika Harvard dan Smithsonian, menemukan petunjuk baru yang mungkin menunjukkan keberadaan protoplanet.
Timnya meneliti data dari Observatorium ALMA Chili yang berkaitan dengan cakram protoplanet LkCa 15, yang terletak sekitar 518 tahun cahaya jauhnya.
Fee Long melihat "cincin berdebu dengan dua kumpulan materi terpisah dan terang yang mengorbit di dalamnya."
"Kami melihat bahwa materi ini tidak hanya melayang bebas, tapi juga stabil dan memiliki preferensi di mana ia ingin ditempatkan berdasarkan fisika dan objek yang terlibat," lanjut Long.
Namun, teknologi astronomi terkini belum bisa mengonfirmasi penelitiannya. "Saya berharap metode ini dapat diadopsi secara luas di masa depan," tandas Long.
Intai komet mencurigakan
Para astronom mencurigai dua benda langit, yakni Komet Oumuamua (pertama kali dideteksi Oktober 2017) dan Komet 21/Borisov (pertama kali dideteksi Agustus 2019), sebagai pesawat antariksa alien.
[Gambas:Infografis CNN]
Khusus Omuamua, objek ini pertama kali ditemukan pada 19 Oktober 2017 lewat teleskop Pan-STARRS1 milik University of Hawaii. Meski dikategorikan sebagai komet, para ahli tidak ada aktivitas Oumuamua yang menunjukkan tanda-tanda seperti komet.
"Apa yang menarik dari penemuan ini adalah, ia (Oumuamua) merupakan pengunjung dari sistem bintang yang sangat jauh, berbentuk seperti yang tidak pernah kita lihat di sistem Tata Surya kita," kata Paul Chodas, manajer Center for Near-Earth Object Studies.
Terbang dengan kecepatan 87,3 km per detik, Oumuamua memiliki penampilan seperti cerutu dengan panjang 400 meter dan tinggi 10 kali lipat daripada lebarnya.
Para pakar pun meminta NASA mengirim pesawat antariksa ke komet yang namanya berarti "pembawa pesan dari dunia jauh yang tiba pertama kali" itu.