Salah satu perubahan besarnya adalah wajah menjadi lebih kecil, yang adalah efek penghematan, sebuah perubahan fisiologis yang menciptakan kesempatan alami bagi dagu manusia untuk muncul.
"Apa yang kami katakan adalah bahwa manusia modern memiliki keuntungan pada suatu saat untuk memiliki jaringan sosial yang terhubung dengan baik, mereka dapat bertukar informasi, dan lebih mudah untuk kawin, ada inovasi," kata Franciscus.
"Dan agar hal tersebut dapat terjadi, para pria harus bertoleransi satu sama lain. Harus ada lebih banyak rasa ingin tahu dan rasa ingin tahu daripada agresi, dan buktinya terletak pada arsitektur wajah," tambah dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Studi baru ini mendukung argumen tersebut, karena mengesampingkan teori bahwa dagu muncul dari aktivitas mekanis, seperti mengunyah.
Para peneliti meneliti bagaimana daerah rahang secara umum bereaksi terhadap dua kekuatan, yakni pembengkokan vertikal dan wishboning (pembengkokan rahang karena pengunyahan). Pada wishboning, satu sisi rahang ditarik ke luar, mengakibatkan kompresi di bagian luar dagu.
Pada pembengkokan vertikal, ramus atau bagian posterior yang kurang lebih vertikal pada setiap sisi rahang bawah, memencar ke arah luar, membuat area dagu tegang.
Dalam kedua kasus tersebut, diduga area dagu mengalami tekanan mekanis, pada tingkat mikroskopis, tulang baru sedang dibuat, seperti halnya mengangkat beban yang membuat robekan kecil yang memungkinkan otot baru dibuat.
Dengan demikian, muncul teori bahwa kekuatan mekanis, seperti mengunyah, menjadi penyebab munculnya dagu pada manusia modern.
Namun, dalam penelitian yang dilakukan dengan mengukur kepala partisipan secara berkala dari usia 3 tahun hingga lebih dari 20 tahun, para peneliti tidak menemukan bukti kekuatan mekanis yang tidak terlihat ini menyebabkan tulang baru di daerah dagu.
Sebaliknya, mereka justru menemukan individu dengan resistensi mekanis paling tinggi memiliki dagu yang paling mirip dengan anak berusia 3 atau 4 tahun, yang berarti mereka tidak memiliki dagu yang besar.
Para peneliti memperhatikan pertumbuhan dagu lebih berkaitan dengan bagaimana setiap fitur di wajah manusia beradaptasi dengan bertambahnya ukuran kepala, seperti halnya menyatukan potongan-potongan puzzle yang mengembang dan berubah bentuk.
Anak-anak, misalnya, memiliki dagu yang rata dan hampir tidak terlihat, seperti yang terlihat pada manusia purba Neanderthal. Penonjolan tulang tersebut baru terlihat saat kepala dan wajah kita tumbuh menjadi dewasa.
"Studi kami menunjukkan bahwa penonjolan dagu tidak terkait dengan fungsi dan mungkin lebih berkaitan dengan dinamika spasial selama perkembangan," kata Holton.