Lutfi Yondri, peneliti utama prasejarah dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bandung, Jawa Barat, menyebut tidak mungkin ada bangunan piramida di Indonesia.
"Tidak mungkin ada tradisi piramida, ada ruang dalam tanah. semua tradisi budaya kita dilakukan di luar. upacara tidak dilakukan di dalam tetapi di luar, seperti yang ada di candi Borobudur," katanya pada 2014.
Lutfi juga mengkritik penggalian dengan cangkul dan bor yang menyalahi peraturan ekskavasi arkeologi. Semestinya, kata dia, setiap kegiatan arkeologi harus dicatat sedetail mungkin dan setiap lapisan tanah direkam secara spesifik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegiatan ekskavasi terutama untuk mencari benda dalam tanah tidak bisa dilakukan secara acak dan dalam waktu instan. Dia mencontohkan ekskavasi Candi Borobudur yang memakan waktu hingga 10 tahun lamanya.
Senada, arkeolog dari Balai Arkeologi Nasional Bagyo Prasetyo menyebut situs tersebut sekadar "undak tanah diperkuat dengan bongkahan batu."
Menurutnya, piramida merupakan bangunan dari batu yang berbentuk limas, sementara Situs Gunung Pandang hanyalah undak tanah.
Lihat Juga :Kontroversi Gunung Padang Menteri Nuh: Penelitian Masih Fase Awal |
"Janganlah disamakan dengan piramida, itu berbeda," kata cetusnya.
Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad Nina Herlina Lubis menilai situs tersebut adalah punden berundak, tempat ritual manusia prasejarah di Jawa Barat.
Tentang hipotesis yang dilakukan Tim Terpadu Penelitian Mandiri, Nina, dikutip dari situs resmi Unpad, meragukan itu.
Pasalnya, kata dia, hipotesis tersebut berasal dari analisis yang tidak ilmiah, yaitu diyakini melalui wangsit yang diterima oleh anggota dari organisasi 'Turangga Seta', sebuah organisasi yang menginisiasi penelitian di Gunung Padang.
Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Unpad Adjat Sudrajat menyebut siapa pun bisa menyimpulkan bahwa situs itu bukan piramida.
"Anda bisa lakukan penelitian sendiri di Gunung Padang dan lihat struktur dan jenis batuannya. Anda dapat mengambil simpulan," sindirnya.
(lom/arh)