Truman berhipotesis bahwa lokasi itu pada zaman dulunya merupakan perkampungan yang punya struktur limas yang "bukan piramida, mungkin saja punden berundak atau pagar batu yang mengelilingi kampung."
"Kalau melihat dari bentuk umumnya jelas itu bukan piramida, tapi itu jelas megalitik."
Menurut dia, Budaya Megalitik dengan produk berupa bangunan fisik dengan batu-baru besar atau kecil tergantung ketersediaannya di lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :Kontroversi Gunung Padang Arkeolog Bantah Gunung Padang Disebut Piramida |
"Bentuknya macam-macam, tujuan pendiriannya itu adalah untuk tempat memuja arwah leluhur. Nah, itu berkembang di kita kurang lebih sejak awal-awal masehi dan berlangsung ke masa sejarah," urai Truman.
Penulis buku Sangiran Menjawab Dunia (2009) ini menjelaskan wilayah Pulau Samosir, Sumatera Utara, memang jadi salah satu titik perkembangan Budaya Megalitik.
"Megalitik kalau melihat itu memang ada campur tangan manusia, kalau melihat susunan batu. Itu termasuk budaya Megalitik. Dan ini berkembang sangat baik di wilayah Toba, terutama di Pulau Samosir itu," jelas arkeolog lulusan Institut de Paleontologie Humaine, Prancis, ini.
Ditemui terpisah, Arkeolog BRIN Thomas Sutikna menilai struktur bangunan prismatik seperti piramida kerap terjadi secara alamiah, namun berusia sekitar 1.000-2.000 tahun lalu, alias bukan merupakan benda pra sejarah.
"Struktur prismatik sebetulnya sering terjadi secara alamiah. Yang jadi masalah benda-benda geologis yang membentuk prismatik itu memang aslinya seperti itu," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/10).
Ia menjelaskan peneliti harus hati-hati dalam menganalisis bahwa temuan struktur bangunan itu merupakan piramida.
"Jadi memang banyak fenomena seperti itu yang jelas kita harus hati-hati untuk hal seperti itu," tuturnya.
Jika sudah memegang bukti saintifik dan bisa dipertanggungjawabkan secara logis, hal itu sah-sah saja diungkap kepada publik.
Kata Thomas, masyarakat saat ini cenderung lebih kritis jika menerima informasi terkini.
"Masing-masing peneliti punya alasan yang saintifik untuk itu. Selama itu logic dan bisa dipertanggung jawabkan, kenapa tidak. Tetapi yang jelas masyarakat sekarang sudah kritis, meminta bukti. Yang penting ada data dan bisa dikonfirmasi," kata Thomas.
(arh/can/arh)