Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar mendetaksi suhu di malam hari di kota-kota besar terus mengalami peningkatan melebihi kadar kenaikan suhu siang hari. Apa pemicunya?
"Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa suhu panas di malam hari sudah melampaui peningkatan suhu di siang hari di sebagian besar wilayah berpenduduk di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir," ungkap Kelton Minor, peneliti postdoctoral dari Data Science Institute di Columbia University, AS, kepada CNN.
Fenomena sejenis terlacak di kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan situs AccuWeather, suhu maksimum (biasanya siang hari) di Jakarta pada hari ini, 16 Oktober, mencapai 37 derajat Celsius dan suhu minimum (biasanya malam hari) 26 derajat C.
Pada tanggal yang sama di tahun lalu, suhu maksimum 32 derajat C dan suhu minimum 24 derajat C.
Prakiraan untuk 18 Oktober juga menunjukkan tren serupa. Suhu maksimum saat itu diprediksi mencapai 36 derajat C dan suhu minimum 25 derajat C. Tanggal yang sama di 2022 menunjukkan suhu maksimum 30 derajat C dan suhu minimum 24 derajat C.
Lewat National Climate Assesment 2018, para ilmuwan jauh-jauh hari memperingatkan rata-rata suhu malam hari memanas lebih cepat dibandingkan siang hari di sebagian besar Amerika Serikat. Malam yang lebih panas ini, kata pakar, adalah akibat krisis iklim.
"Kami pikir hal ini terjadi karena semakin panasnya siang hari, semakin banyak kelembapan di udara yang memerangkap panas," kata direktur eksekutif Medical Society Consortium on Climate and Health Lisa Patel.
"Pada siang hari, kelembapan tersebut memantulkan panas, namun pada malam hari, kelembapan tersebut memerangkap panas," jelasnya.
Meningkatnya panas malam hari bahkan lebih sering terjadi di perkotaan karena efek pulau panas perkotaan (urban heat island effect). Ini membuat wilayah kota besar secara signifikan lebih panas dibandingkan kawasan sekitarnya.
Daerah yang banyak aspal, beton, bangunan, dan jalan raya terlacak menyerap lebih banyak panas Matahari dibandingkan daerah yang banyak taman, sungai, dan jalan yang ditumbuhi pepohonan.
Pakar iklim dan kesehatan dari University of Washington Kristie Ebi mengatakan kondisi ini membuat panas yang tertahan dilepaskan kembali ke udara di malam hari, periode yang seharusnya suhu menjadi lebih dingin.
Sementara, kata dia, daerah dengan banyak ruang hijau, seperti rumput dan pepohonan, memantulkan sinar Matahari dan menciptakan keteduhan, lebih sejuk pada hari-hari terpanas di musim panas.
"Pertumbuhan pohon akan memakan waktu cukup lama, tapi kita memerlukan program penanaman pohon yang berfokus pada tempat-tempat yang sangat rentan, memastikan bahwa perencanaan kota mempertimbangkan bahwa kita sedang menuju masa depan yang lebih panas," urainya.
Patel mengatakan malam hari seharusnya menjadi waktu buat tubuh kita beristirahat dari panas. Namun, dengan krisis iklim, masa rehat itu makin sempit.
Efek buat jam tidur di halaman berikutnya...
Studi Lancet Planetary Health pada 2022 menyebut kematian akibat cuaca panas pun bisa meningkat enam kali lipat pada akhir abad ini buntut suhu malam hari yang lebih hangat.
Kecuali, kata peneliti, jika polusi yang menyebabkan pemanasan global dapat diatasi secara signifikan.
"Kita semua tahu bagaimana rasanya mencoba tertidur di malam yang panas, rasanya tidak nyaman," cetus Patel.
"Kita sering kurang tidur. Diperkirakan pada akhir abad ini, kita akan kehilangan waktu tidur sekitar dua hari per tahun, dan hal ini akan menjadi lebih buruk bagi orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap AC," ucapnya.
Yang paling ekstrem, kata Patel, adalah ketika tubuh manusia tidak mendapat kesempatan untuk pulih (biasanya di malam hari) stres akibat panas dapat berkembang menjadi serangan panas, yang berhubungan dengan kebingungan, pusing dan pingsan.
Ia pun menyebut gelombang panas yang berlangsung selama beberapa hari cenderung dikaitkan dengan lebih banyak kematian karena tubuh tidak bisa lagi menjaga suhu dingin.
Studi para pakar dari Harvard University dan University of Washington yang diterbitkan di jurnal Communications Earth & Environment 2022 mengungkap krisis iklim akan meningkatkan suhu ke indeks panas berbahaya jika polusi yang memicu pemanasan global tidak diatasi.
Hal itu berpeluang terjadi 50 persen hingga 100 persen di sebagian besar wilayah tropis dan 10 kali lipat di sebagian besar wilayah dunia.
"Hidup di tengah gelombang panas di siang hari bisa seperti lomba lari," kata Patel.
"Kita memerlukan istirahat dari panas untuk memulihkan dan menguatkan diri lagi, dan ketika suhu di malam hari tidak turun, kita tidak mendapatkan waktu kritis yang kita perlukan untuk menghilangkan stres pada tubuh kita karena kepanasan di siang hari."
Kelton Minor menambahkan orang yang tinggal di wilayah beriklim hangat kehilangan lebih banyak waktu tidur untuk setiap derajat kenaikan suhu. Studinya pun sudah diterbitkan pada Mei di jurnal One Earth.
[Gambas:Photo CNN]
Studi Minor mengungkap orang-orang di seluruh dunia rata-rata kehilangan sekitar 44 jam waktu tidur setiap tahunnya karena suhu malam hari yang hangat pada paruh pertama abad 21.
Dia menyebut hal ini sebagai "erosi tidur" (sleep erosion), karena setiap orang mungkin kehilangan waktu tidur hingga 58 jam pada akhir abad ini.
"Orang-orang dalam penelitian kami tampaknya tidak mengganti waktu tidur yang hilang pada malam yang panas dengan tidur siang atau tidur lebih banyak pada hari-hari atau minggu-minggu setelahnya," kata Minor.
"Faktanya, mereka kehilangan waktu tidur tambahan selama periode ini karena efek suhu yang tertunda, mungkin karena panas lingkungan yang terperangkap di dalam ruangan."
Sama seperti permasalahan sosial lainnya, Minor menyebut dampak kenaikan suhu malam hari ini tidak merata antarkelompok masyarakat.
"Untuk setiap tingkat kenaikan suhu malam hari, kami menemukan bahwa orang lanjut usia kehilangan waktu tidur dua kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa paruh baya, perempuan kehilangan waktu tidur sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki, dan yang lebih parah lagi," paparnya.
"Penduduk di negara-negara berpendapatan menengah ke bawah kehilangan waktu tidur tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. tidur dibandingkan dengan orang yang tinggal di negara-negara berpenghasilan tinggi," tandas Minor.