Studi Lancet Planetary Health pada 2022 menyebut kematian akibat cuaca panas pun bisa meningkat enam kali lipat pada akhir abad ini buntut suhu malam hari yang lebih hangat.
Kecuali, kata peneliti, jika polusi yang menyebabkan pemanasan global dapat diatasi secara signifikan.
"Kita semua tahu bagaimana rasanya mencoba tertidur di malam yang panas, rasanya tidak nyaman," cetus Patel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
"Kita sering kurang tidur. Diperkirakan pada akhir abad ini, kita akan kehilangan waktu tidur sekitar dua hari per tahun, dan hal ini akan menjadi lebih buruk bagi orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap AC," ucapnya.
Yang paling ekstrem, kata Patel, adalah ketika tubuh manusia tidak mendapat kesempatan untuk pulih (biasanya di malam hari) stres akibat panas dapat berkembang menjadi serangan panas, yang berhubungan dengan kebingungan, pusing dan pingsan.
Ia pun menyebut gelombang panas yang berlangsung selama beberapa hari cenderung dikaitkan dengan lebih banyak kematian karena tubuh tidak bisa lagi menjaga suhu dingin.
Studi para pakar dari Harvard University dan University of Washington yang diterbitkan di jurnal Communications Earth & Environment 2022 mengungkap krisis iklim akan meningkatkan suhu ke indeks panas berbahaya jika polusi yang memicu pemanasan global tidak diatasi.
Hal itu berpeluang terjadi 50 persen hingga 100 persen di sebagian besar wilayah tropis dan 10 kali lipat di sebagian besar wilayah dunia.
"Hidup di tengah gelombang panas di siang hari bisa seperti lomba lari," kata Patel.
"Kita memerlukan istirahat dari panas untuk memulihkan dan menguatkan diri lagi, dan ketika suhu di malam hari tidak turun, kita tidak mendapatkan waktu kritis yang kita perlukan untuk menghilangkan stres pada tubuh kita karena kepanasan di siang hari."
Kelton Minor menambahkan orang yang tinggal di wilayah beriklim hangat kehilangan lebih banyak waktu tidur untuk setiap derajat kenaikan suhu. Studinya pun sudah diterbitkan pada Mei di jurnal One Earth.
Studi Minor mengungkap orang-orang di seluruh dunia rata-rata kehilangan sekitar 44 jam waktu tidur setiap tahunnya karena suhu malam hari yang hangat pada paruh pertama abad 21.
Dia menyebut hal ini sebagai "erosi tidur" (sleep erosion), karena setiap orang mungkin kehilangan waktu tidur hingga 58 jam pada akhir abad ini.
"Orang-orang dalam penelitian kami tampaknya tidak mengganti waktu tidur yang hilang pada malam yang panas dengan tidur siang atau tidur lebih banyak pada hari-hari atau minggu-minggu setelahnya," kata Minor.
"Faktanya, mereka kehilangan waktu tidur tambahan selama periode ini karena efek suhu yang tertunda, mungkin karena panas lingkungan yang terperangkap di dalam ruangan."
Sama seperti permasalahan sosial lainnya, Minor menyebut dampak kenaikan suhu malam hari ini tidak merata antarkelompok masyarakat.
"Untuk setiap tingkat kenaikan suhu malam hari, kami menemukan bahwa orang lanjut usia kehilangan waktu tidur dua kali lebih banyak dibandingkan orang dewasa paruh baya, perempuan kehilangan waktu tidur sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki, dan yang lebih parah lagi," paparnya.
"Penduduk di negara-negara berpendapatan menengah ke bawah kehilangan waktu tidur tiga kali lebih banyak dibandingkan laki-laki. tidur dibandingkan dengan orang yang tinggal di negara-negara berpenghasilan tinggi," tandas Minor.
(tim/arh)