Jakarta, CNN Indonesia --
Gempa bumi di suatu wilayah bisa memicu lindu di daerah lainnya dengan syarat kekuatan besar dan mekanisme geser khusus.
"Bisakah gempa besar memicu gempa di lokasi yang jauh atau di sesar lain? Kadang-kadang," menurut Lembaga Peninjau Geologi AS (United States Geological Survey/USGS) dalam keterangannya.
"Gempa bumi, terutama yang berukuran besar, dapat memicu gempa bumi lain di lokasi yang lebih jauh melalui proses yang disebut dengan perpindahan/pemicuan tegangan dinamis," lanjut lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa artinya? USGS menjelaskan energi gelombang seismik atau gempa yang melewatinya dapat menimbulkan gempa baru, "biasanya di lokasi yang sudah rentan dan sering terjadi gempa bumi (misalnya daerah vulkanik)."
Pertanyaan serupa muncul dari publik imbas kasus gempa Sumedang, Jawa Barat, dan gempa Jepang yang cuma berjarak kurang dari sehari.
Pada Minggu (31/1), Sumedang, Jawa Barat, diguncang rentetan tiga gempa dirasakan. Pertama, Gempa Magnitudo (M) 4,1 pada kedalaman 7 km, pukul 14.35 WIB; kedua, Gempa M 3,4 dengan pusat di kedalaman 6 km, pukul 15.38 WIB;
Ketiga, gempa M 4,8 dengan kedalaman 5 km, pukul 20.34 WIB. Gempa dangkal ini merusak ratusan rumah.
Kepala Pusat Gempabumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menduga gempa ini merupakan terusan dari Sesar Cileunyi-Tanjungsari.
Pasalnya, tiga pusat atau episenter gempa berdekatan dengan jalur sesar tersebut.
Keesokan harinya, Jepang diguncang gempa dengan Magnitudo 7,4, Senin (1/1) waktu setempat. Peringatan tsunami 5 meter pun dirilis.
"Min, gempa Sumedang apa apa ada hubungannya dengan gempa Jepang?" tanya akun Instagram ifa.devi di sebuah unggahan akun infobmkg.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun menjelaskan hal ini masih perlu penelitian mendalam.
"Gempa bumi di Sumedang dipicu oleh sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan. Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal, yang dipicu aktivitas sesar aktif," respons akun IG BMKG itu.
"Namun untuk hasil akhir masih harus melakukan kajian lebih mendalam yang didukung oleh data lapangan. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser (strike-slip)," lanjut BMKG.
Beda dengan gempa susulan
USGS mencatat efek domino gempa ini berbeda dengan gempa susulan.
"Jika gempa yang dipicu berada dalam jarak sekitar 2-3 panjang sesar dari patahan sesar yang terkait dengan gempa utama, maka gempa tersebut dianggap sebagai gempa susulan, bukan peristiwa yang terpicu [gempa lain]," jelasnya.
Panjang patahan atau sesar itu sendiri berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa. Yakni, gempa Magnitudo 4 berasal dari patahan dengan panjang kira-kira 1 km; lindu M 7 datang dari sesar dengan panjang 40-60 km.
Sementara, gempa dengan Magnitudo di atas 9, seperti lindu M 9,1 di Sumatra, berasal dari sesar yang panjangnya kira-kira 100 km.
Cara gempa Sumatra 2012 picu gempa lain...
Para ahli membuktikan gempa yang memicu gempa di lokasi lain ini dalam kasus gempa berkekuatan 8,6 skala richter, 11 April 2012, yang berpusat di Samudera Hindia di lepas pantai Sumatra.
Dalam sebuah studi bertajuk 'The 11 April 2012 east Indian Ocean earthquake triggered large aftershocks worldwide' di jurnal Nature, para ahli USGS dan University of California, Berkeley, AS, mengungkap potensi gempa imbas efek domino.
"Sampai saat ini, kami para ahli seismologi selalu berkata, 'Jangan khawatir gempa bumi jarak jauh akan memicu gempa lokal'," kata Roland Burgmann, profesor ilmu bumi dan planet di UC Berkeley dan salah satu penulis studi tersebut.
"Studi ini menunjukkan bahwa, meski sangat jarang terjadi, [gempa efek domino] mungkin hanya terjadi setiap beberapa dekade, gempa bumi ini mungkin terjadi jika terjadi gempa yang tepat," lanjut dia.
Gempa 2012 ini, kata USGS, memang hanya menimbulkan sedikit kerusakan. Namun, efeknya memicu gempa di seluruh dunia setidaknya selama seminggu.
Lindu terbesar kesepuluh dalam 100 tahun terakhir itu memicu gempa kecil selama tiga jam yang dibutuhkan gelombang seismik untuk merambat melalui kerak Bumi.
Studi 2012 itu juga menunjukkan beberapa patahan memang tidak cukup terguncang oleh gelombang gempa hingga langsung runtuh. Namun, efeknya membuat sesar-sesar itu pecah hingga enam hari kemudian.
Temuan ini merupakan peringatan bagi mereka yang tinggal di wilayah yang aktif secara seismik di seluruh dunia. Bahwa, efek gempa bumi besar dapat bertahan, bahkan di belahan dunia yang berlawanan, selama lebih dari beberapa jam.
Masalahnya, para penulis studi menyebut besarnya kekuatan gempa saja tak cukup memicu guncangan di wilayah lain. Mekanisme gempa juga berpengaruh besar.
Hal itu berdasarkan penelitian terhadap gempa bumi yang lebih besar dari M 8,5, seperti lindu M 9,1 di Sumatra pada 2004 yang memicu tsunami dan menghancurkan area seluas kira-kira 1300 x 200 km persegi, gempa 9,0 di Tohoku yang menewaskan ribuan orang di Jepang 2011.
Para ahli melihat peningkatan yang sangat kecil dalam aktivitas gempa bumi global setelah gempa tersebut.
[Gambas:Photo CNN]
Burgmann dkk. mengatakan hal itu terkait dengan mekanisme geser (strike-slip) seperti yang terjadi pada gempa di Samudera Hindia timur, 2012.
Mekanisme strike-slip ini, kata ahli, lebih efektif menghasilkan gelombang, yang disebut gelombang Cinta (Love waves), yang bergerak tepat di bawah permukaan dan cukup energik untuk mempengaruhi zona patahan yang jauh.
Sementara, gempa Aceh 2004 yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa itu gempa di zona subduksi, dengan dasar laut tenggelam di bawah lempeng tektonik lainnya.
Analisis seismolog mendeteksi beberapa lindu dengan jumlah lima kali lebih besar dari perkiraan selama enam hari setelah gempa Sumatra April 2012 dan gempa susulannya.
[Gambas:Infografis CNN]
Fred F. Pollitz, penulis studi lainnya dari USGS, menduga itu akibat setidaknya dua faktor.
Yakni, kejadian gempa yang sangat rendah selama 6-12 hari sebelum gempa utama, dan banyaknya patahan nyaris runtuh yang sensitif terhadap gelombang kejut.
Sementara, Burgmann membuka kemungkinan soal serangkaian gempa yang lebih kecil yang tidak terdeteksi pada patahan tersebut yang kemudian menyebabkan patahan yang lebih besar.
Alternatifnya, gempa besar dapat memicu getaran yang hampir tidak terdeteksi atau gempa mikro yang merupakan tanda adanya pergerakan lambat di bawah tanah.
"Salah satu kemungkinannya adalah gempa tersebut segera memicu pergerakan lambat di beberapa tempat, mungkin disertai dengan getaran yang terdeteksi, dan kemudian berkembang menjadi gempa yang lebih besar," Burgmann berspekulasi.
"Beberapa peristiwa slow slip membutuhkan waktu berhari-hari hingga seminggu atau lebih untuk berkembang," tandasnya.