Pencarian jodoh secara online kini punya jalur alternatif yang cenderung nyeleneh di luar aplikasi kencan, yakni lewat platform media sosial yang punya citra kaku dan formal, LinkedIn. Keistimewaannya, minim unggahan kehidupan yang penuh kepalsuan.
Beberapa aplikasi yang saat ini masih ramai buat cari jodoh di antaranya Bumble, Tinder, Hinge, hingga aplikasi khusus seperti Pure (untuk yang tidak berkomitmen) dan NUiT (untuk yang menyukai astrologi).
Kini, ada aja kelakuan warganet. Sudah disediakan 'jalur resmi', para pencari jodoh malah memakai media sosial profesional yang mestinya buat mencari pekerjaan atau tempat magang, hingga mempelajari keterampilan buat berkarier.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Samuela John, perempuan personal organizer berusia 24 tahun di New York menjadi salah satu yang merasakan hal tersebut. Samuela sebetulnya tidak menggunakan LinkedIn untuk mencari jodoh, tetapi para pencari jodoh yang menemukannya di platform tersebut.
Samuela bercerita tentang tiga orang pria yang mengirim pesan padanya di LinkedIn pada awal 2023 dengan dalih mencari karyawan.
"Mereka akan menyamarkannya, seperti, 'Saya memiliki perusahaan ini dan saya mencari seseorang untuk mengisi posisi ini,'" kata Samuela, dikutip dari Business Insider.
Meskipun masing-masing pria tersebut memiliki satu atau dua kesamaan dengan dirinya, ia mengatakan motif mereka tidak sepenuhnya profesional. Salah satu dari mereka bekerja di industri minyak, bidang yang jauh berbeda dengan apa pun yang pernah ia kerjakan untuk mencari nafkah.
"Saya selalu mencari seseorang yang memiliki karier yang stabil, yang lebih disukai adalah orang yang berkecukupan," katanya.
Menurut Samuela, LinkedIn dapat membantu menilai apakah riwayat pekerjaan, pendidikan, dan aspirasi karier calon pasangannya sesuai dengan jenis pasangan yang ia bayangkan untuk dirinya sendiri. Paling tidak, ia bisa mengetahui apakah pria tersebut memiliki pekerjaan.
Samuela akhirnya merasakan kecocokan dengan pria yang berkecimpung di industri minyak dan memutuskan untuk melanjutkan hubungannya.
Satu percakapan mengarah ke percakapan lainnya hingga keduanya telah menghabiskan satu setengah bulan bermesraan melalui panggilan telepon dan pesan teks.
Sulit untuk memperkirakan berapa banyak dari 1 miliar anggota LinkedIn yang menggunakan situs ini untuk menemukan jodoh mereka.
LinkedIn sendiri tidak mengumpulkan atau merilis data tentang masalah ini, dan halaman kebijakan komunitasnya melarang penggunaan platform ini untuk pendekatan romantis, dengan menekankan: "LinkedIn adalah platform jaringan profesional, bukan situs kencan."
Namun, banyak postingan dan artikel yang menunjukkan bahwa beberapa pengguna LinkedIn yang telah lama menggunakan situs ini untuk menjalin hubungan asmara.
Dustin Kidd, profesor sosiologi di Temple University Philadelphia yang meneliti media sosial dan budaya pop, mengatakan kencan melalui LinkedIn merupakan bagian dari tradisi "dating hacks" yang sudah ada sejak lama.
Yakni, menggunakan alat bantu daring yang dirancang untuk tujuan lain untuk mendapatkan teman kencan.
"Pada tahun-tahun sebelumnya, hal ini terjadi pada Friendster dan kemudian Myspace," kata Kidd.
Sejak saat itu, metode ini menyebar ke berbagai platform yang seolah-olah bebas dari percintaan. Bahkan situs pelacakan kebugaran seperti Strava pun tak luput dari hal ini.
Menurut Kidd, benang merah dari situs-situs media sosial yang dibajak oleh cinta adalah satu fitur, yakni Direct Message (DM) atau pesan langsung.
"Desain LinkedIn membantu mempertahankan fokusnya pada profesional, tetapi platform apa pun yang memiliki opsi pesan langsung kemungkinan besar juga digunakan untuk mengejar seks dan kencan," katanya.
![]() |
Alasan beralih dari platform kencan di halaman berikutnya...