Ahli Ungkap Dilema Penanganan Banjir Bandung: Kota Terlalu Padat
Penerapan solusi penanganan banjir Bandung lewat mendorong air lebih terserap ke tanah dan menguatkan penampungan air diakui mentok imbas penduduk yang makin padat di tempat yang tak seharusnya.
Hal itu dikatakan Dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) Heri Andreas merespons banjir yang melanda kawasan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (11/1).
Ia, yang merupakan dosen dari Kelompok Keahlian Sains Rekayasa dan Inovasi Geodesi itu, mengatakan banjir terakhir itu siklus tahunan imbas anomali curah hujan.
"Banjir kemarin itu, kemungkinan volume yang biasa terjadi sekian puluhan tahunan. Jadi ada anomali curah hujan yang sangat besar," tuturnya, dikutip dari situs ITB.
Menurutnya, pengelolaan volume air yang meningkat saat hujan deras pada dasarnya dapat dilakukan dengan infiltrasi (penguatan daya serap) maupun run off (penguatan daya tampung).
Pertama, jika memakai solusi infiltrasi, Heri menyebut lahan terbuka hijau harus sangat banyak agar daya serap air semakin besar.
Masalahnya, wilayah di Kota Bandung, khususnya bagian utara yang mestinya menjadi daerah serapan, sudah dipenuhi dengan permukiman. Hal itu dinilai membuat solusi dengan infiltrasi atau menambah daya serap menjadi tidak realistis.
Lihat Juga : |
Heri mencontohkan sejumlah negara yang sukses menerapkan solusi jenis ini, yakni Jepang, Amerika Serikat, Cina, Thailand, hingga Filipina.
"Di Jepang misalnya infiltrasinya dibuat bagus, kapasitasnya dibuat sangat besar. Kiri kanan sungai dapat menampung seandainya ada banjir," ujarnya.
Di pinggiran sungai di Jepang, Heri mencontohkan, ketika hujannya kecil lokasi tersebut dapat menjadi area bermain hingga fasilitas olahraga. Ketika curah hujan tinggi, area tersebut menjadi daya tampung banjir.
Kedua, jika memakai solusi penguatan daya tampung, Heri mengatakan perlu ada normalisasi area sungai, naturalisasi, maupun kolam retensi di Bandung. Namun, hal ini juga memiliki tantangan tersendiri karena kondisi kota yang sudah padat.
"Realitasnya, apakah daya tampung dapat disiapkan secara maksimal karena di lapangan sudah padat sehingga sulit untuk pelebaran sungai. Kolam retensi pun sulit dilakukan. Akhirnya yang memungkinkan ditanggul setinggi mungkin," ujar Heri, Jumat (12/1).
"Persoalannya, ketika tanggul tersebut jebol bencananya juga luar biasa."
Ia mengatakan kapasitas Sungai Cikapundung relatif kecil sehingga tidak dapat menampung volume air yang besar.
"Pemerintah sudah melakukan mitigasi melalui pembuatan tanggul sehingga sedikit menambah kapasitas sungai dan air tidak luber ke samping kiri dan kanan sungai. Namun, ketika volume airnya besar akan ada potensi tanggulnya jebol," cetus dia.
Lihat Juga : |
Kembali mencontohkan Jepang, Heri mengungkap Tokyo memiliki katedral bawah tanah yang dibangun di bawah infrastruktur gedung-gedung untuk daya tampung air yang sangat luar biasa.
Sementara Hongkong, yang kotanya sudah padat, memutuskan penanganan banjir dengan underground tunnel, yakni pembesaran gorong-gorong di bawah tanah sebagai opsi lain dari aliran sungai.
Fokus khusus
Ia pun menyampaikan perlunya sejumlah langkah khusus untuk mengatasi banjir di Kota Bandung dan kota lainnya di Indonesia.
Salah satunya, pembentukan lembaga khusus yang bisa menyusun punya rencana strategi (renstra) untuk jangka waktu yang panjang, misalnya 20 tahun ke depan, penanganan banjir.
"Belum ada pihak yang fokus dan bertanggung jawab untuk menangani banjir. Dari sisi kelembagaannya, entah itu koordinasi antar lembaga, entah itu lembaga yang benar-benar berdedikasi untuk urusan banjir ternyata masih belum khusus ada."
"Seharunya perlu lembaga khusus yang fokus terhadap banjir. Di sisi lain, upaya lebih perlu dilakukan untuk mempersiapkan daya tampung dan menambah infiltrasi. Misalnya program biopori ditingkatkan, normalisasi, naturalisasi digiatkan," ujarnya.
Yang jelas, Heri menyebut maka perlu investasi yang lebih tinggi untuk mengurangi kerugian yang lebih besar dari banjir karena penanganannya juga memerlukan waktu yang panjang.
Terkait masalah lembaga, Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono mendorong segera pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di wilayahnya.
"Kami sudah dapat dukungan dari aspek teknis kajian ilmiahnya, tinggal dalam waktu tidak terlalu lama kami akan bahas lagi di internal eksekutif, karena Kota Bandung sangat perlu dibentuk BPBD," kata dia, Jumat, dikutip dari Antara.
Ia mengatakan usulan pembentukan BPBD Kota Bandung sebenarnya telah dibahas tiga tahun lalu dan kini masih dalam pembahasan panjang.
Menurut dia, kehadiran BPBD kota merupakan hal yang penting untuk dibentuk agar kesiapsigaan dalam penanganan bencana bisa lebih efektif dilakukan.
"Tetapi ini ada sebuah proses yang cukup panjang ya. Nanti mungkin kami komunikasikan dengan provinsi, kami komunikasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),"
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung Tedy Rusmawan mengatakan rencana pembahasan pembentukan BPBD harus segera ditindaklanjuti karena ada ancaman bencana banjir hingga gempa.
"Kami terus mendorong pemerintah agar BPBD Kota Bandung segera dibentuk. Sebab, saat ini potensi bencana hidrometeorologi menjadi ancaman," kata Tedy.
"Saat ini bukan hanya banjir dan tanah longsor saja. Tetapi kita ketahui bersama ancaman Sesar Lembang masih menjadi ancaman dan ini perlu disikapi dengan langkah-langkah strategis yang dibuat oleh BPBD, dan ada juga edukasi kepada masyarakat ketika sedang menghadapi bencana alam," tandasnya.
(tim/arh)