Bisakah Rumput Laut Jadi Pengganti BBM seperti Klaim Prabowo?

CNN Indonesia
Selasa, 16 Jan 2024 06:51 WIB
Pakar menjelaskan peluang rumput laut menjadi bahan bakar alternatif seperti yang diungkap capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Ilustrasi. Emisi karbon terutama memicu Bumi makin panas. (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)

Senada, Advanced Research Projects Agency-Energy (ARPA-E), lembaga pemerintah AS yang mendukung penelitian dan pengembangan teknologi energi baru, tengah mengorek potensi besar rumput laut sebagai sumber energi.

"Rumput laut dapat berperan: rumput laut tidak memerlukan sumber daya tersebut dan dapat memanfaatkan potensi laut terbuka yang sangat besar," ungkap Marc von Keitz, direktur program di ARPA-E, saat menyinggung dekarbonisasi di perekonomian AS, dikutip dari Scientific American.

Setelah dipanen, katanya, rumput laut, yang juga dikenal sebagai makroalga, berpotensi diubah menjadi berbagai bentuk energi, seperti biogas dan etanol, melalui berbagai proses kimia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cindy Wilcox, salah satu pendiri dan presiden program Marine BioEnergy dari ARPA-E, membayangkan budidaya rumput laut dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan energi dalam jumlah besar.

"Untuk menggantikan 10 persen bahan bakar minyak cair yang digunakan di AS saat ini, kita perlu memiliki area budidaya seukuran Utah," katanya, merujuk salah satu negara bagian di AS berukuran 219 ribu km persegi. "Ada ruang di [Samudera] Pasifik untuk 705 Utah."

Bekerja sama dengan tim peneliti di University of Southern California, Marine BioEnergy menjalankan uji coba pertamanya tahun lalu untuk melihat bagaimana rumput laut raksasa Macrocystis pyrifera tumbuh ketika ditarik ke atas dan ke bawah kolom air.

Tak jauh dari pantai Pulau Catalina California, para peneliti memasang sekitar 30 uji rumput laut ke sistem pelampung.

Mereka menggunakan kerekan bertenaga surya untuk menaikkan dan menurunkan boom yang menjatuhkan rumput laut yang menempel ke kedalaman 80 meter pada malam hari dan memunculkannya kembali pada siang hari.

Hasil awal cukup menggembirakan: rumput laut dengan siklus kedalaman tumbuh lebih baik dibandingkan kelompok kontrol, yang dipelihara pada satu kedalaman.

Namun, ada beberapa kendala yang harus diatasi agar bioenergi dari rumput laut dapat menjadi pilihan dalam skala besar.

Selain itu, tidak semua pihak setuju ini adalah ide yang bagus karena ada kekhawatiran soal kemungkinan dampak ekologis dan manfaat iklim yang belum terbukti.

"Ini adalah proyek yang menarik. Ini sangat ambisius, dan saya pikir ini merupakan langkah logis berikutnya yang harus diambil," kata John Bothwell, pakar bioenergi rumput laut di Durham University Energy Institute di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian ARPA-E.

Ada pula yang menyatakan skeptis terhadap bioenergi makroalga-dan menyatakan bahwa budidaya rumput laut secara besar-besaran dapat menimbulkan dampak yang tidak terduga terhadap ekosistem laut.

"Mengganggu rantai makanan alami (atau manusia) baik di darat maupun di laut akan menciptakan efek riak yang besar," kata John DeCicco, profesor riset di University of Michigan Energy Institute, yang mempelajari biofuel dan isu-isu energi lainnya.

Merespons itu, Wilcox berkata, "Saya belum yakin kita tahu apa potensi dampak ekologisnya. Mungkin terlalu dini untuk mengatakannya."

Von Keitz mencatat salah satu bahaya yang mungkin terjadi adalah budidaya rumput laut memiliki tali kendur yang dapat menjerat hewan laut.

Meski begitu, tetap layak untuk mempelajari rumput laut sebagai upaya mengikis emisi karbon.

"Kita menghadapi masalah besar: perubahan iklim," kata Andres Clarens, seorang profesor sistem teknik dan lingkungan di Universitas Virginia, yang tidak terlibat dalam proyek ARPA-E.

"Saya rasa tidak ada obat mujarab atau makroalga akan menjadi penyelamat kita. Tapi itu bisa menjadi bagian dari solusi," tandasnya.

(tim/arh)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER