Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap 49 penemuan taksa atau jenis baru flora dan fauna di RI sepanjang 2023. Sebagian besarnya berasal dari Sulawesi.
Kepala Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN Bayu Adjie menambahkan, pengungkapan 49 taksa baru ini merupakan "kerja keras yang luar biasa."
"Taksonomi adalah ilmu dasar untuk mengidentifikasi sesuatu yang ada di sekitar kita. Jika salah identifikasi, maka salah mengambil kesimpulan. Itulah pentingnya peran taksonom untuk memastikan prosedur identifikasi sesuai dengan kaidah ilmiah," ucapnya, dikutip dari siaran pers BRIN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil riset taksonomi akan menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi, sehingga berkesinambungan," lanjut dia.
Dalam keterangannya, BRIN merinci penemuan fauna mendominasi dengan jumlah 1 marga, 38 spesies, dan 2 subspesies. Sisanya adalah flora 7 spesies, dan mikroorganisme 1 spesies.
"37 persen taksa baru tersebut paling banyak ditemukan di Sulawesi," menurut keterangan BRIN.
Dari 41 taksa fauna baru yang berhasil ditemukan, teridentifikasi satu marga dan enam spesies kepiting, satu spesies udang, dua spesies cacing, sembilan spesies herpetofauna, dua spesies ikan, enam spesies keong, tiga spesies ngengat;
Selain itu, lima spesies lalat, empat spesies hewan pengerat, serta satu subspesies kupu-kupu, dan satu subspesies herpetofauna.
Penemuan spesies baru ini, kata lembaga itu, memiliki arti penting bagi studi taksonomi dan biosistematika. Penemuan ini juga menjadi awal dari penelitian biodiversitas selanjutnya, seperti konservasi hingga bioprospeksi.
Selain itu, BRIN menyebut, dari keseluruhan penemuan tersebut, 28 persen spesies baru yang ditemukan merupakan endemik (cuma ada di lokasi tertentu) fauna dan flora Indonesia dari masing-masing lokasi penemuannya.
"Sekitar 96 persen spesies baru merupakan spesimen yang berasal dari Indonesia."
"Sedangkan dua spesies baru, yaitu bakteri Spirosoma foliorum berasal dari Korea Selatan dan lalat Colocasiomyia luciphila dari Malaysia."
Sementara itu, spesimen lainnya berasal dari Indonesia yang dikoleksi dari Jawa, Kalimantan, Papua, Maluku, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Kepulauan Natuna.
Berikut beberapa contoh temuan yang endemik:
Pertama, Pectinaria nusalautensis yang ditemukan di Pulau Nusalaut Maluku. Ia merupakan spesies cacing polychaeta laut ketujuh yang diidentifikasi dari wilayah tersebut.
Kedua, cecak Cyrtodactylus gonjong yang ditemukan di Sumatra Barat. Ketiga, ikan Oryzias loxolepis yang ditemukan di Sulawesi Selatan. Keempat, keong Palaina motiensis di Maluku Utara.
Kelima, marga baru kepiting yang hanya ditemukan di Kepulauan Natuna, yaitu Natunamon. Identifikasi kepiting ini melibatkan Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN dan periset dari Lee Kong Chian Natural History Museum dan National University of Singapore.
Di luar itu, ada empat hewan pengerat yaitu Rattus feileri, Rattus taliabuensis, Rattus halmaheraensis, dan Rattus obiensis ditemukan di Maluku.
Yang jadi pertanyaan, kenapa banyak taksa baru dari Sulawesi, termasuk yang endemik?
Dalam keterangan terpisah, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Amir Hamidy mengungkap Sulawesi memang punya tingkat endemisitas (kelokalan) yang tinggi dengan kekayaan spesies yang relatif rendah.
Lihat Juga : |
Hal ini terkait dengan periode isolasi Sulawesi yang lama dari Kepulauan Sunda Besar lainnya.
Pada era Pliosen (5,33 juta hingga 2,58 juta tahun lalu), pulau ini juga memiliki beberapa danau purba yang terfragmentasi, antara lain Danau Matano dan Danau Towuti, serta Danau Mahalona.
Kedua danau besar tersebut dihubungkan dengan sistem sungai yang sangat terbatas. Hal ini, kata Amir, yang juga penemu spesies baru ular Hypsiscopus indonesiensis dari Danau Towuti, Sulawesi Selatan, berkontribusi pada fragmentasi tersebut.
Daftar taksa baru 2023 di halaman berikutnya...