Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap fenomena udara panas terik pagi hingga siang dan hujan di sore hari terkait dengan status Indonesia yang sudah masuk periode peralihan musim atau pancaroba.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, dalam siaran pers, Minggu (25/2), menuturkan saat ini puncak musim hujan telah terlewati di berbagai wilayah Indonesia, khususnya bagian Selatan Indonesia.
Hal ini, kata dia, mengindikasikan bahwa wilayah tersebut akan mulai memasuki peralihan musim di bulan Maret hingga April.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu ciri masa peralihan musim, kata dia, "adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari."
Apa sebabnya?
"Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan," tutur Dwikorita.
Karakteristik hujan pada periode ini, lanjut Dwikorita, cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat.
Jika kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil, potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.
"Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas," paparnya.
Walhasil, BMKG mewanti-wanti masyarakat soal potensi cuaca ekstrem selama periode pancaroba yang diprakirakan berlangsung pada Maret–April 2024.
"Selama periode pancaroba, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es," ungkap dia.
"Curah hujan yang lebat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal didaerah perbukitan yang rawan longsor, kami juga mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," tambah dia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan beberapa fenomena atmosfer yang terpantau masih cukup signifikan dan dapat memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat/angin kencang di wilayah Indonesia.
Pertama, aktivitas angin Monsun Asia pembawa hujan yang masih dominan.
Kedua, aktivitas fenomena atmosfer Madden Jullian Oscillation (MJO) pada kuadran 3 (Samudra Hindia Bagian Timur) yang diprediksi akan memasuki wilayah Pesisir Barat Indonesia pada beberapa pekan ke depan.
Ketiga, aktivitas gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian Selatan, Tengah, dan Timur. Keempat, terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia Bagian Tengah dan Selatan.
"Seluruh fenomena atmosfer tersebut berkontribusi terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrem di berbagai wilayah di Indonesia," imbuh Guswanto.
(arh/tim/arh)