Jakarta, CNN Indonesia --
Avi Loeb, ahli astrofisika Harvard, bertahun-tahun berusaha mencari bukti keberadaan alien di alam semesta. Berhasilkah dia menemukannya?
Salah satu upaya Avi adalah mengunjungi negara tetangga Indonesia, Papua Nugini, untuk menemukan bukti kehidupan alien.
Kepergiannya ke Papua Nugini untuk mencari tahu apakah meteor yang terdeteksi pada tahun 2014 sebenarnya adalah bagian dari pesawat ruang angkasa antarbintang atau tidak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusannya itu memantik kontroversi dan kritik dari para akademisi dan pakar lainnya. Namun, ia tak ambil pusing.
"Saya mendengar para ilmuwan berkata: 'Mengapa Anda pergi ke Samudera Pasifik? Itu hanya buang-buang waktu, buang-buang energi.' Dan saya berkata, 'Saya tidak akan mengambil satu peser pun dari penelitian Anda, Saya tidak meminta Anda melakukan apa pun. Saya sedang melakukan pekerjaan berat.' Mengapa mereka bersikap negatif terhadap hal itu?" cetus Loeb, mengutip The Guardian.
Loeb selama ini dikenal sebagai profesor kontroversial. Ia sebelumnya membuat sejumlah klaim tentang potensi kehidupan di luar Bumi dan pengunjung dari tata surya lain.
Dia telah menerbitkan ratusan makalah, serta buku terlaris, Extraterrestrial: The First Sign of Intelligent Life Beyond Earth. Dia adalah profesor sains Frank B Baird Jr di Harvard, direktur Institut Teori dan Komputasi di Pusat Astrofisika, dan direktur proyek Galileo di Harvard.
Namun namanya baru mencuat setelah objek berbentuk aneh terlihat melintasi tata surya pada tahun 2017. Para astronom menggambarkannya sebagai objek yang memiliki "dimensi ekstrem" dan menyimpulkan bahwa objek tersebut dari antarbintang.
Secara resmi dikenal sebagai 1I/2017 U1, ia diberi julukan 'Oumuamua', bahasa Hawaii untuk "pramuka" atau "utusan jauh pertama".
Oumuamua berbentuk panjang, tipis dan rata. Setelah analisis lebih lanjut, para astronom menemukan lebih banyak anomali. Mereka menyimpulkan bahwa sebelum teleskop mendeteksi, objek tersebut telah mengalami percepatan saat melewati matahari.
Hal ini normal terjadi pada komet, gunung es berbatu yang meleleh karena panas dan melepaskan gas yang berfungsi seperti roket pendorong. Inilah yang menjadi ciri khas ekor komet, namun asteroid ini tidak memiliki ekor.
Menurut Loeb, dalam makalah yang ditulis bersama Sean Kirkpatrick, Direktur Kantor Resolusi Anomali Seluruh Domain, yang menyelidiki UFO untuk Departemen Pertahanan AS, objek itu tidak memiliki ekor sehingga bukan merupakan komet.
Loeb kemudian berhipotesis Oumuamua bisa jadi adalah layar surya dari pesawat antarbintang, yang menggunakan sinar Matahari untuk mempercepat melalui ruang. Dengan kata lain, itu milik alien.
 Infografis Baju Astronaut untuk Misi Luar Angkasa (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian) |
Klaim bukti di halaman berikutnya...
Pada 2017, Pentagon mengaku tengah menyelidiki UFO. Dengan anggaran US$22 juta (sekitar Rp340 miliar), mereka menyelidiki dugaan penampakan UFO dan segala kejadian yang tidak dapat dijelaskan.
Setelah kembali dari ekspedisinya di Papua Nugini, Loeb mengumpulkan butiran-butiran kaca kecil dari logam dan batu yang merupakan puing meteorit tahun 2014. Teleskop Komando Luar Angkasa AS, yang dirancang untuk mendeteksi rudal musuh, melacak meteorit tersebut.
Sejumlah pakar masih menganalisa tepatnya lintasan dan posisi benda 'meteorit' tersebut, namun Loeb yakin 99,99 persen bahwa asal bola api tersebut berasal dari antarbintang. Loeb percaya meteorit tersebut bergerak begitu cepat dan tidak terbakar jauh di atas bumi, maka meteorit tersebut terbuat dari sesuatu yang lebih kuat, bahkan buatan.
"Objek ini lebih cepat dari 95 persen bintang di dekat Matahari, relatif terhadap apa yang disebut standar lokal. Itulah yang membuat saya awalnya curiga mungkin itu adalah pesawat ruang angkasa," kata Loeb.
"Ia mampu mempertahankan integritasnya terhadap tekanan yang sangat tinggi. Jadi, kami bilang itu pasti lebih keras daripada meteorit besi," lanjut dia.
Sejauh ini, Loeb dan timnya hanya menemukan bola-bola kecil dari jalur meteorit, tapi mereka berencana untuk berangkat lagi ke Papua Nugini untuk mencari potongan yang lebih besar.
Sebelum berangkat ke Papua Nugini, Loeb mengiklankan ekspedisinya di layar raksasa di Times Square. Dia kemudian menyiarkan langsung penemuannya dari Pasifik.
Para pengkritiknya mengatakan pendekatan ini menyesatkan masyarakat dan mendistorsi cara "sains yang sebenarnya" dilakukan.
Setelah mengumpulkan bola-bola tersebut, Loeb menyatakan di televisi bahwa penemuannya adalah "pertama kalinya manusia memegang materi milik benda besar yang berasal dari luar tata surya."
Namun pada saat itu tidak jelas dari mana asal bola tersebut. Asal usulnya bisa berkisar dari gunung berapi hingga Revolusi Industri dan zaman besi.
Hasil analisis Harvard menunjukkan sampel tersebut memiliki komposisi yang tidak biasa. Namun, soal sampel tersebut termasuk dalam meteorit yang dicari Loeb atau tidak, terlebih jika dikaitkan dengan barang-barang makhluk luar angkasa atau bukan, itu masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Terlepas dari itu, dia sangat percaya penelitiannya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang proses ilmiah.
"Beberapa orang mengatakan kepada saya: 'Ini pertama kalinya kita melihat bagaimana sains dilakukan. Karena kita sering mendengar hasil akhirnya hanya di konferensi pers'," ujarnya.
"Mereka [para ilmuwan pengkritik] duduk di atas panggung dan memberitahu masyarakat tentang kebenarannya, dan masyarakat tidak menyukainya karena hal itu tampak seperti pekerjaan kaum elit," tandas Loeb.
[Gambas:Video CNN]