Fakta-fakta Gempa Garut M 6,2, Miskin Susulan tapi Dahsyat
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap fakta-fakta terkait gempa Magnitudo 6,2 yang mengguncang Garut dan sekitarnya, Sabtu (27/4).
Gempa tersebut terbilang merusak.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Minggu (28/4) pukul 14.00 WIB, total rumah yang terdampak gempa itu mencapai 110 unit.
Rinciannya, 3 unit rumah rusak berat, 21 unit rumah rusak sedang, 34 unit rumah rusak ringan, 11 unit rumah terdampak, dan 41 unit rumah rusak.
Kerusakan terbanyak terjadi di Kabupaten Garut dengan 41 unit rumah, Kabupaten Bandung 24 unit rumah, Kabupaten Sukabumi 17 unit rumah, Kabupaten Tasikmalaya 7 unit rumah, dan Kita Tasikmalaya 5 unit rumah.
Selain itu itu, gempa tersebut membuat 8 orang terluka dan 75 kepala keluarga (KK) terdampak.
Berikut fakta-fakta gempa ini berdasarkan data dari Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Minggu (28/4):
Bukan megathrust meski pusat di laut
Gempa M 6,2 tersebut terjadi pada Sabtu (27/4) pukul 23.29.47 WIB. Pusatnya ada di laut (Samudra Hindia) pada jarak 156 Km arah barat daya Kab. Garut, dengan kedalaman hiposenter (pusat gempa di dalam Bumi) 70 km.
Meski begitu, Daryono menyebut gempa ini "Bukan gempa megathrust."
Buktinya adalah data penampang melintang hiposenter (cross-section) yang menunjukkan hiposenter gempa terletak di dalam slab Lempeng Samudra Indo-Australia.
Zona megathrust merupakan zona patahan dangkal di lautan, termasuk di selatan Jawa, yang menyimpan potensi gempa besar.
Gempa lebih dahsyat
Daryono menjelaskan gempa ini berdasarkan kedalamannya masuk gempa menengah.
Pemicunya adalah deformasi batuan dalam Lempeng Indo-Australia yang tersubduksi di bawah Lempeng Eurasia di selatan Jawa barat, dengan mekanisme sumber gempa pergerakan geser-naik (oblique thrust).
"Para ahli lazim menyebutnya sebagai gempa dalam lempeng (intra-slab earthquake) akibat pecahnya batuan dalam slab lempeng," ujar dia.
"Salah satu 'keistimewaan' gempa intra slab adalah sanggup meradiasikan guncangan gempa (ground motion) yang lebih dahsyat dari gempa lain dengan sumber lain," lanjut Daryono.
Nihil tsunami
Daryono menyebut gempa ini tidak berpotensi tsunami.
"Karena hasil monitoring Tide Gauge milik Badan Informasi Geospasial (BIG) di Pantai Tasikmalaya dan Cilacap tidak menunjukkan adanya anomali muka laut."
Gempa yang terjadi, kata dia, belum mampu menyebabkan gangguan kolom air laut/tsunami, salahsatunya karena hiposenternya yang cukup dalam.
Miskin susulan
Gempa Garut ini tercatat hanya diikuti oleh satu gempa susulan (aftershock) dengan Magnitudo 3,1 yang terjadi pada Sabtu (27/4) pada pukul 23.45.13 WIB.
"'Miskin' gempa susulan (lack of aftershock), disebabkan karena batuan slab Lempeng Samudra Indo-Australia bersifat homogen, elastis, dan tidak mudah rapuh (ductile)," jelas dia.
Kerusakan luas
Daryono mengatakan gempa ini bersifat merusak atau desktruktif "karena hiposenternya dalam."
Gempa ini pun memiliki spektrum luas yang mencakup daerah Kebumen, Banyumas, Cilacap dan Purwokerto, Bantul, Sleman, Kulonprogo, Trenggalek, hingga Malang.
Guncangan kuat juga terasa hingga di Tegalbulued (Sukabumi), Pamulihan (Sumedang), Sukanagara (Cianjur), Cempaka, Langkaplancar (Pangandaran), dan Lembang (Bandung Barat) dengan skala intensitas V MMI (Modified Mercalli Intensity).
Skala V MMI berarti getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
"Dan menimbulkan kerusakan di Kabupaten Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, dan Ciamis."
(lom/arh)