Zona Dingin Muncul di Khatulistiwa Samudra Atlantik, Para Ahli Waspada

CNN Indonesia
Jumat, 30 Agu 2024 09:00 WIB
Apara ahli mendeteksi wilayah Samudra Atlantik di sepanjang khatulistiwa mendingin dengan kecepatan yang memecahkan rekor. Ada apa?
Ilustrasi. Bagian khatulistiwa Samudra Atlantik mengalami pendinginan yang membingungkan. (Foto: Istockphoto/Peter Llewellyn)
Jakarta, CNN Indonesia --

Selama beberapa bulan musim panas ini, sebagian besar Samudra Atlantik di sepanjang khatulistiwa mendingin dengan kecepatan yang memecahkan rekor. Para pakar mewaspadai potensi buruk.

Meski wilayah dingin itu kini mulai menghangat kembali ke kondisi normal, para ilmuwan masih bingung dengan apa yang menyebabkan pendinginan tersebut.

Daerah dingin yang tidak lazim, yang terbatas pada hamparan lautan yang membentang beberapa derajat di utara dan selatan khatulistiwa, terbentuk pada awal Juni setelah serangkaian bulan dengan permukaan air terhangat dalam lebih dari 40 tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wilayah itu diketahui memang berganti-ganti antara fase dingin dan hangat setiap beberapa tahun.

"[Namun] laju penurunannya dari rekor tertinggi ke terendah kali ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya," kata Franz Tuchen, seorang rekan peneliti pascadoktoral di University of Miami di Florida yang melacak peristiwa tersebut, mengatakan kepada Live Science.

Michael McPhaden, seorang ilmuwan senior di National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) mengatakan, para ahli masih bingung dengan apa yang terjadi.

McPhaden selama ini mengawasi serangkaian pelampung di daerah tropis telah mengumpulkan data terkini tentang daerah dingin.

"Itu bisa jadi merupakan fitur sementara yang berkembang dari proses yang belum sepenuhnya kami pahami," katanya.

Suhu permukaan laut di Atlantik khatulistiwa timur mencapai titik terpanas pada Februari dan Maret mencapai 30 derajat Celcius. Dua bulan ini jadi bulan terhangat yang pernah tercatat sejak 1982.

Saat Juni tiba, suhu mulai turun secara misterius, mencapai titik terdinginnya pada akhir Juli di 25 derajat celcius, tulis Tuchen baru-baru ini dalam sebuah postingan blog.

Prakiraan cuaca menunjukkan bahwa peristiwa pendinginan tersebut mungkin akan segera berkembang menjadi Atlantic Nina.

Ini adalah pola iklim regional yang cenderung meningkatkan curah hujan di Afrika bagian barat dan mengurangi curah hujan di Brasil bagian timur laut serta negara-negara yang berbatasan dengan Teluk Guinea, termasuk Ghana, Nigeria, dan Kamerun.

Fenomena tersebut, yang tidak sekuat La Nina di Pasifik, dan belum terjadi sejak 2013, akan dinyatakan terjadi jika suhu yang lebih dingin dari rata-rata tersebut bertahan selama tiga bulan, hingga akhir Agustus.

Namun, kantong air dingin tersebut telah menghangat dalam beberapa minggu terakhir, jadi "putusannya sudah cukup pasti bahwa itu tidak akan diklasifikasikan sebagai Atlantic Niña," kata Tuchen.

Kendati demikian, mencari tahu apa yang menyebabkan pendinginan dramatis akan memungkinkan para ilmuwan untuk lebih memahami keanehan iklim Bumi, yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi prakiraan cuaca, kata Tuchen.

Namun, sejauh ini tidak ada satu pun proses yang diharapkan yang menonjol.

Para ilmuwan telah memodelkan beberapa kemungkinan proses iklim untuk mencoba menjelaskan wilayah dingin yang diamati, seperti fluks panas yang sangat kuat di atmosfer atau perubahan tiba-tiba pada arus laut dan angin.

"Dari apa yang kami lihat, ini bukanlah pendorong yang jelas dari peristiwa pendinginan ini," kata Tuchen.

Meskipun belum pernah terjadi sebelumnya, pendinginan dramatis baru-baru ini kemungkinan besar tidak disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan manusia.

"Saya tidak dapat mengesampingkannya," kata McPhaden. "Namun sekilas, ini hanyalah variasi alami dari sistem iklim di atas Atlantik khatulistiwa."

Dengan menggunakan data dari satelit, pelampung samudra, dan alat meteorologi lainnya, Tuchen dan McPhaden termasuk di antara beberapa ilmuwan iklim melacak daerah dingin dan dampak yang akan terjadi di benua-benua di sekitarnya - yang mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk menjadi jelas.

"Ini berpotensi menjadi peristiwa yang berdampak besar," kata McPhaden. "Kita hanya perlu mengamati dan melihat apa yang terjadi."

[Gambas:Video CNN]

(pua/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER