Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) untuk melakukan riset satwa langka dan terancam punah. Kerja sama ini diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta ilmiah terkait satwa liar di Kalimantan Timur.
Selain itu, riset ini juga diharapkan dapat mengungkap temuan ilmu pengetahuan, dan rekomendasi aspek ekologi hutan tropis dan satwa liar di Bentang Alam Wehea-Kelay dan ekosistem bernilai penting lainnya di Kalimantan, termasuk menghasilkan produk ilmu pengetahuan dan penerapannya.
"Kami memiliki kesamaan strategi dengan YKAN," kata Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN Delicia Yunita Rahman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan, dalam memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan pembangunan yang berkelanjutan melalui sains. Lokasi kerja sama di Kalimantan Timur dan ekosistem penting lain di pulau Kalimantan.
Alasan Kaltim dipilih menjadi lokasi penelitian adalah karena wilayah tersebut memiliki peran penting dalam ekosistem hutan tropis Indonesia. Selain itu, Kaltim memiliki hutan seluas 13 juta hektare dan menjadi rumah bagi setidaknya 1.500 jenis flora-fauna, yang di antaranya masuk dalam jenis endemik.
Hutan juga menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, muasal pengetahuan dan penjaga keseimbangan lingkungan.
Sebagai salah satu rumah bagi satwa endemik penting, model-model pengelolaan habitat yang mampu menjaga dan menyediakan sumber daya kehidupan bagi berbagai fauna ini adalah kunci mempertahankan populasi, salah satunya orang utan.
Di Kalimantan Timur, Bentang Alam Wehea-Kelay menjadi salah satu habitat orang utan liar. Pada 2020, tercatat pada kawasan seluas 532 ribu hektare hidup sekitar 1.282 individu orang utan.
Selain orang utan, di bentang alam tersebut juga terdapat setidaknya 77 jenis mamalia (50 persen adalah Ordo Primata, Carnivora, dan Artiodactyla), 271 jenis burung, dan 117 jenis herpetofauna.
Saat ini terdapat 23 pihak yang berkontribusi di dalam pengelolaan kolaboratif Bentang Alam Wehea-Kelay. Mereka adalah pemerintah, dunia usaha, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, termasuk YKAN.
Sementara, pihak swasta yang terlibat, mayoritas adalah konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Alam (PBPH-HA) yang telah memiliki sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, di mana sebagian di antaranya telah memiliki sertifikat Forest Stewardship Council (FSC). Selain itu terdapat kawasan Hutan Lindung Wehea yang dikelola oleh Masyarakat Adat Wehea.
Model pengelolaan di Bentang Alam Wehea-Kelay, berpotensi untuk dikembangkan pada tempat-tempat serupa lain di Kalimantan. Lokasi tersebut di antaranya adalah lanskap Menyapa-Lesan dan Lanskap Kutai.
YKAN menjelaskan kolaborasi dengan BRIN bertujuan untuk meneliti bioekologi dan kualitas habitat orangutan, owa kalimantan, mamalia, avifauna dan satwa liar lainnya, khususnya satwa yang langka dan terancam; mendiseminasi hasil penelitian; membangun desain dan rekomendasi pengelolaan ekosistem bernilai penting di masing-masing bentang alam.
Salah satu penelitian yang akan dikembangkan adalah penelitian kualitas habitat satwa liar dan pengembangan Indeks Kualitas Habitat (IKH) menggunakan teknologi bioakustik dan e-DNA di Bentang Alam Wehea-Kelay
"YKAN sangat terbuka dengan riset dan pengembangannya, termasuk penggunaan teknologi terkini untuk konservasi alam yang efektif, seperti penggunaan kamera jebak dan bioakustik," ujar Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto.
Herlina mengatakan bahwa kolaborasi ini juga inovatif karena akan mengujicobakan environmental-DNA (e-DNA) untuk mengukur kualitas lingkungan sebuah hutan hujan tropis. Kerja sama ini juga diharapkan saling menguatkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Kerja sama dengan BRIN ini selaras dengan semangat YKAN dalam konservasi.
"Program-program YKAN dikembangkan dan diimplementasikan dengan menggunakan hasil-hasil riset ilmiah dan menghormati nilai dan budaya lokal," tuturnya.
Ia mengungkap bahwa Hutan Lindung Wehea menjadi laboratorium riset alam sejak 2007 hingga saat ini. Hutan Wehea ditetapkan sebagai hutan lindung dan pengelolaannya menggunakan hukum adat masyarakat Dayak Wehea berdasarkan hasil riset, temuan orang utan dan budaya adat setempat.
Menurut Herlina kolaborasi dengan BRIN akan berjalan selama lima tahun hingga 2030.
"Menguatkan riset konservasi diharapkan menjadi pijakan untuk menjaga hutan Kalimantan dan keanekaragaman hayati di dalamnya," ujar Herlina.
(dmi/dmi)