Transfer data dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) jadi salah satu poin kesepakatan antara kedua negara. Namun, hal ini menjadi polemik di tengah masyarakat, karena dianggap mengancam kedaulatan data dalam negeri.
Gedung Putih, dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (22/7) waktu setempat, menyatakan Indonesia akan menyediakan kepastian terhadap kemampuan memindahkan data personal ke AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat," demikian pernyataan Gedung Putih, dikutip Rabu (23/7).
Poin ini pun menjadi sorotan karena dianggap berpotensi melanggar privasi. Lalu, seperti apa kesepakatan tersebut?
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menjelaskan transfer data pribadi dari Indonesia ke AS yang masuk dalam kesepakatan dagang antara kedua negara akan dilakukan tetap dalam kerangka Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
"Kita hanya bertukar data berdasarkan UU Data Perlindungan Data pribadi kepada negara yang diakui bisa melindungi dan menjamin menjaga data pribadi," kata Hasan di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (23/7).
Ia menjelaskan transfer data ini akan berkutat pada kerangka perdagangan, khususnya terhadap komoditas yang berpotensi disalahgunakan pengunaannya.
Ia menjelaskan keterbukaan data itu juga hanya seperti siapa aktor yang melakukan transaksi jual-beli.
"Jadi tujuan ini adalah semua komersial bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan juga kita kelola data orang lain. Kira-kira seperti itu," ucapnya.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid memastikan komitmen transfer data pribadi warga Indonesia ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan.
"Pemerintah memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan," kata Meutya dalam keterangan resminya, Kamis (24/7).
Sebaliknya, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara. Ia menambahkan dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global.
"Namun tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakkan hukum atas data pribadi warganya," lanjut dia.
Presiden RI Prabowo Subianto buka suara soal transfer data pribadi dari Indonesia ke AS yang masuk dalam kesepakatan dagang antara kedua negara saat Negara Paman Sam menurunkan tarif untuk RI. Prabowo mengklaim negosiasi dengan AS masih terus berjalan.
"Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus," kata Prabowo usai acara Harlah ke-27 PKB, Jakarta, Rabu (23/7).
Secara terpisah, Meutya juga menjelaskan bahwa negosiasi mengenai kesepakatan dagang antara AS dan Indonesia, termasuk komitmen transfer data, masih dalam tahap finalisasi. Pembicaraan teknis masih berlangsung.
Komdigi menegaskan finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan AS bukan bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi.
Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendesak pemerintah untuk untuk membatalkan kesepakatan transfer data dengan AS sebagai bagian dari perjanjian kerja sama dagang.
"Kita mendesak pemerintah membatalkan kesepakatan ini karena menempatkan Indonesia dalam posisi yang tidak menguntungkan terutama karena terdapat potensi merugikan terhadap privasi warga negara," tutur Peneliti ELSAM Parasurama Pamungkas lewat sambungan telepon kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/7).
Ia juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan aturan turunan undang-undang PDP dan melakukan penilaian level kesetaraan pelindungan data pribadi antara Indonesia dan AS. Menurutnya, hal tersebut akan menjadi poin penting untuk memastikan bahwa data warga disimpan di negara yang aman.
(dmi/dmi)