Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengatakan peta jalan dan aturan tentang kecerdasan buatan (AI) bakal dirilis September mendatang.
"Kita harapkan prosesnya bisa selesai berdasarkan timeline kita di akhir September," ujar Nezar di sela peluncuran Fitur Anti-Spam dan Anti-Scam Indosat di Jakarta, Kamis (7/8).
Terkait peta jalan, kata Nezar, pihaknya telah menyelesaikan penyusunan draft untuk peta jalan dan Peraturan Presiden (Perpres) AI setelah melewati serangkaian diskusi yang menggandeng berbagai stakeholder.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berharap aturan yang dihasilkan dari diskusi tersebut bisa cukup merepresentasikan kepentingan-kepentingan dari stakeholder yang ada.
Kini, langkah berikut yang akan ditempuh oleh kedua draft tersebut adalah konsultasi publik, dilanjutkan dengan penyusunan draft, lalu akan dikirim ke Sekretariat Negara (Setneg).
"Langkah berikutnya adalah kita akan buat konsultasi publik, lalu penyusunan draft, dan lalu kita akan kirimkan ke Setneg. Nah, nanti akan dilakukan semacam harmonisasi dengan Kementerian Hukum," jelasnya.
Dirjen Ekosistem Digital Edwin Hidayat Abdullah menambahkan rancangan Perpres yang tengah disusun hadir untuk memberikan keamanan dan keselamatan dalam adopsi AI.
"Konsultasi publiknya, insya Allah minggu ini atau awal minggu depan, kita akan upload di website untuk menerima masukan dari publik," katanya.
Indonesia saat ini masih belum memiliki aturan yang mengawal AI. Satu-satunya acuan terkait AI yang telah dirilis adalah Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Namun, SE tersebut hanya sekadar anjuran dengan implementasi yang sifatnya sukarela.
Kejahatan yang memanfaatkan AI, khususnya deepfake, mulai menjamur dalam beberapa waktu terakhir. Namun, saat ini belum ada regulasi yang berkaitan dengan hal tersebut.
Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menyebut payung hukum terkait teknologi AI saat ini masih dalam proses pembahasan. Maka dari itu, isu deepfake yang merupakan penyalahgunaan teknologi AI akan ditindak masih akan menggunakan UU Pornografi dan ITE.
"Masalah deepfake ada beberapa kemarin, utamanya yang pornografi gitu. Sebenarnya kan aturan hukum kita juga sudah ada kan? Undang-undang pornografi sudah ada, undang-undang ITE juga sudah ada. Itu dasar hukum kita," ujarnya di Kantor Komdigi, Jumat (9/5).
Meski belum ada aturan khusus AI, katanya, kasus deepfake bisa ditindak dengan menggunakan aturan-aturan tersebut.
"Undang-undang pornografi dan Undang-undang ITE untuk saat ini bisa digunakan untuk menangani permasalahan di deepfake tersebut utamanya yang terkait dengan pornografi," tegasnya lagi.
Alex menjelaskan dalam kejahatan siber ada kategori peralatan sebagai tools dan target kejahatan. Deepfake ini dikategorikan sebagai tools untuk melakukan kejahatan siber.
(lom/dir)