Bandung, CNN Indonesia -- Auditorium Iptek di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung. Terdengar tangisan bayi dan suara perempuan dewasa yang mencoba menenangkannya.
Bunga kertas putih yang dirangkai dengan tangkai kertas hijau mengitari perjalanan para pendatang menuju tempat diskusi. Dalam ruangan yang berpenyejuk ruangan ini sudah ada beberapa orang yang duduk rapi di kursi depan.
Rata-rata yang mendatangi diskusi ini perempuan dan laki-laki yang sudah menikah dan memiliki anak atau akan memiliki anak. Memang, diskusi ini menjelaskan tentang Melatih Kecakapan Literasi Visual Anak melalui Buku Bacaan.
Anak sudah diperkenalkan tentang visual itu sejak mereka bayi dan setengah dari pengetahuan anak-anak didapatkan melalui visual. Pengaruh visual akan membangun arti tersendiri dalam pikirannya. Anak-anak akan melatih pemahamannya untuk mengetahui hal-hal baru yang nantinya akan disampaikan dengan verbal.
“Buku anak itu mempunyai gaya yang berbeda atau bahkan ilustrasi yang berbeda juga. Mereka bebas melakukan apa yang disajikan untuk anak-anak. Buku cerita anak itu terdiri dari dua mekanisme yaitu tulisan dan dari visual yang 80 persen memakai gambar. Maka dari itu tokoh binatang pada buku bacaan itu sebenarnya menceritakan tentang kehidupan kompleks kita, bercerita tentang karakter, perjuangan, dan proses hidup kita,” kata Riama Maslan Sihombing selaku ahli desain dan ilustrasi buku anak.
Ia mencontohkan buku cerita dari Jerman yang menceritakan tentang kota besar, awalnya dihiasi oleh bunga-bunga yang indah tetapi saat itu dilarang oleh Wali Kota sehingga bunga-bunga harus dimusnahkan. Keajaiban datang dari anak kecil yang berjuang untuk penanaman kembali bunga-bunga itu. Cerita ini mengandung arti bahwa sebuah peraturan bisa dilanggar jika itu berbuah kebaikan.
Visual yang ditampilkan oleh buku itu sederhana tetapi memiliki arti dan tujuan yang dalam. Anak juga akan lebih gampang memahami isi cerita tersebut karena ada dalam lingkungan mereka sehari-hari.
Ilustrator adalah pendongeng visual. Ia harus menceritakan dari sebuah teks menjadi gambar yang akan dipahami oleh anak-anak. Ia juga harus membuat sebuah gambar itu menjadi satu kesatuan kata dan menciptakan perasaan yang kuat. Riama memperlihatkan beberapa sampul buku
Lima Sekawan yang memang sampul bukunya selalu diceritakan tentang isi buku itu seperti apa dan mengikuti peristiwanya. Cara ilustrator mengolah buku
Lima Sekawan ini selalu sama dari tahun ke tahun.
Ungkapan Riama tentang ilustrator ini didukung juga oleh Angi St. Anggari selaku penulis buku anak. “Buku anak itu memang tidak asal buat harus diperhatikan warnanya, font-nya, tulisan seperti apa, gambar-gambar yang ditampilkan. Tidak semua ilustrator bisa membuat apa yang dibutuhkan oleh anak. Terkadang saya harus berpikir apa yang akan ditanyakan oleh anak jika melihat gambar tersebut. Karena gambar yang ia lihat mungkin saja bisa terbawa saat dewasa nanti. Maka dari itu, jangan main-main dengan pembuatan buku anak. Saya bisa menghabiskan waktu tiga bulan untuk mendiskusikan ilustrasi buku anak ini," katanya.
Ketika anak membaca buku, kita harus menguji kembali apa yang anak-anak baca. Apakah anak-anak mengerti. Misalnya siapa tokoh utamanya, bagaimana ceritanya, apakah mereka mengerti teksnya, apakah mereka ada kata-kata yang tidak mengerti. Semuanya ini dilakukan untuk membuat daya pemahaman anak menjadi terlatih dan baik.
Ilustrator harus menciptakan karakter yaitu fisik, internal, dan eksternal. Dilihat dari contoh Gatot Kaca yang fisiknya kuat, kulitnya sedikit hitam, tingginya kita bisa dibayangkan. Internalnya itu kepribadian Gatot Kaca ini seperti apa. Kemudian sisi eksternalnya adalah latar belakang tokoh Gatot Kaca ini. Karakter ini berguna untuk melatih ingatan seorang anak ketika melihat gambar Gatot Kaca itu seperti apa.
Angi mengatakan literasi visual itu sangat penting karena gambar ada di sekitar mereka. Seorang anak melihat simbol-simbol atau gambar secara tidak langsung mereka harus memahami pesan yang akan disampaikan. Membantu meningkatkan teks bacaan untuk anak yang belum bisa membaca dibantu oleh visual, dia akan menduga-menduga sendiri apa gambar yang dilihat oleh anak. Menurutnya juga bagi anak yang belum bisa membaca literasi visual ini bisa menambah kosa kata anak.
Selain itu, sampul buku adalah hal penting yang harus diceritakan kepada anak terlebih dahulu. Karena dari sampul buku saja membuat anak ingin mengetahui lebih dalam lagi isi cerita di dalamnya. Angi mencontohkan buku
Tersesat dalam Pasar. ”Sampul buku ini sudah menjelaskan isi di dalam bukunya. Terdapat anak laki-laki yang sedang kebingungan di dalam pasar,” kata Angi sambil menunjuk gambar pada layar.
Angi juga menjelaskan maksud gambar-gambar di sampul buku itu kenapa ia memakai anak laki-laki di gambarnya. Dia menginginkan anak-anak berpikir bukan hanya anak perempuan saja yang pergi ke pasar melainkan anak laki-laki juga bisa pergi ke pasar.
Akhir dari presentasi Riama dan Angi ini memunculkan antusias para penonton terutama yang memiliki anak untuk bertanya lebih dalam mengenai materi-materi literasi visual. Pada akhir acara, Riama dan Angi tetap menekankan supaya tidak main-main dengan buku anak.