Bogor, CNN Indonesia -- Bayangkan Indonesia tanpa karet, tembakau, singkong, jagung, kacang tanah dan cabe, Italia tanpa tomat, Belgia tanpa coklat, Inggris tanpa kentang, serta Amerika tanpa kuda dan sapi, serta negara-negara amerika tengah dan karibia tanpa pisang. Jika hal tersebut terjadi saat ini, maka seperti ada identitas yang hilang dari negara-negara tersebut. Akan tetapi sesungguhnya hal tersebut pernah terjadi, yaitu sebelum Columbus “menemukan Amerika”.
Ini bermula dari keinginan untuk mencari jalur baru dari Eropa menuju pulau rempah-rempah (Maluku), Cathay (China) dan Chipangu (Jepang). Jalur lama adalah jalur yang melewati Pantai Barat Afrika , Tanjung Harapan, Patai Timur Afrika lantas terus ke Timur melewati India dan Semenanjung Malaya. Akan tetapi jalur ini diminati oleh banyak adidaya Eropa pada saat itu, dan celakanya mereka tidak akur.
Adalah Christopher Colombus, seorang pelaut, navigator dan penjelajah yang merupakan warganegara Republik Genoa (sekarang bagian dari Italia) berkehendak mencari jalur lain. Alih-alih berlayah ke Selatan, Ia hendak berlayar ke Barat. Untuk niatnya ini, ia mendapat dukungan dana dari Kerajaan Castile (sekarang Spanyol), setelah upayanya untuk mendapat dukungan dari Kerajaan Portugal, Kerajaan Inggris, Venisia dan Genoa gagal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitulah, hingga pada tanggal 12 Oktober 1492 Rodrigo de Triana melihat daratan dari pos pengamatannya di kapal Pinta (Columbus kemudian mengaku sudah melihat daratan yang dimaksud beberapa jam sebelumnya), setelah lebih dari dua bulan berlayar ke arah Barat dari Palos de la Frontera di Kerajaan Castille. Pinta adalah salah satu dari 3 kapal (dua lainnya adalah Santa Maria dan Niña) yang tergabung dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Christopher Colombus tersebut.
Daratan yang dilihat tersebut adalah daratan Pulau Guanahani yang kemudian dinamai oleh Columbus sebagai Pulau San Salvador (sekarang bagian dari Bahama)
Kejadian tersebut menandai “ditemukannya” dunia baru. Walaupun hingga saat ini perdebatan tentang siapakah yang berhak menyandang sang “penemu” dunia baru tersebut masih terus diperdebatkan. Apakah mereka adalah orang-orang yang berasal dari Asia sekitar 40.000 tahun yang lalu, ataukah Bjarni Herjólfsson ,Leif Ericson, Zheng He, atau Amerigo Vespucci? Lepas dari perdebatan itu, tak pelak lagi apa yang terjadi pada ekspedisi Colombus tersebutlah yang membuka jalur pertukaran antara dunia lama dan dunia baru, serta mengubah dunia secara keseluruhan. Dunia baru, yang kemudian dikenal dengan nama Benua Amerika.
Lantas apa hubungannya antara tomat, coklat, kentang, tembakau, singkong, jagung, kacang tanah dan cabe tadi dengan penemuan dunia baru tersebut? Semua tanaman yang disebut itu pada masanya dulu hanya dapat dijumpai di Benua Amerika, tidak ada di tempat lain di dunia. Tidak ada kentang yang di tanam di luar Amerika sebelum tahun 1500; jagung dan singkong baru keluar dari Amerika pada abad ke 16; tomat baru menjadi bahan masakan di Italia pada abad ke 19; sementara cabe baru dibawa oleh pedagang Portugis ke Asia pada abad ke 16.
Tidak hanya tumbuhan dari Amerika yang keluar, tetapi ada juga tumbuhan dan hewan dari dunia lama yang masuk ke Amerika dan menjadi tumbuhan yang saat ini mempunyai nilai ekonomi sangat penting. Sebelum kedatangan rombongan Colombus tersebut, tidak ada jeruk di Florida, tidak ada pisang di Ekuador, tidak ada tebu di Brazil, tidak ada kopi di Kolumbia, dan tidak ada sapi, babi, kambing, dan ayam sebagai hewan ternak di seluruh Benua Amerika, serta tidak ada kuda di padang-padang rumput Amerika.
Walaupun Colombus akhirnya tidak dapat mencapai tujuan awal perjalanannya yaitu mencari jalan lain ke tanah rempah-rempah, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan yang dilakukannya telah membuka jalur pelayaran dari dunia lama (Asia, Afrika dan Eropa) ke dunia baru (Amerika) dan sebaliknya, dan hal itu membawa perubahan yang sangat besar bagi dunia secara keseluruhan.
Jagung misalnya, telah menjadi salah satu sumber pangan utama dan saat ini jagung adalah tanaman yang paling banyak ditanam ketiga di dunia setelah padi dan gandum. Kentang menjadi salah satu makanan utama di Eropa, sementara singkong dan ubi jalar menjadi alternatif makanan pokok (bahkan di beberapa tempat telah menjadi makanan pokok) di banyak tempat di Asia dan Afrika. Tembakau telah menjadi produk global yang masih terus dicari sebagaimana halnya dengan karet. Sementara coklat dan kacang tanah…ah, ada istilah yang mengatakan siapa yang bisa hidup tanpa coklat dan selai kacang.
Tidak semua pertukaran yang terjadi antar dua dunia itu berakhir gembira. Pertukaran yang terjadi tidak hanya berupa pertukaran tumbuhan dan hewan tadi, tetapi juga pertukaran budaya, teknologi dan juga penyakit. Ada banyak kisah bagaimana populasi manusia dan kerajaan-kerajaan besar di dunia baru seperti Inca nyaris musnah akibat cacar. Cacar juga berperan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Aztec. Para ahli memperkirakan, sekitar 20 juta penduduk asli Amerika mati karena penyakit cacar yang dibawa oleh orang-orang Eropa. Akan tetapi masyarakat dunia lama juga menanggung derita akibat penyakit yang mereka bawa dari dunia baru, yaitu penyakit sifilis.
Bagaimana dengan Indonesia? Tentu saja kita tidak lepas dari pertukaran yang terjadi itu. Sulit rasanya membayangkan Indonesia tanpa karet, tembakau, singkong, jagung, ubi jalar, kacang tanah, nenas, tomat, cabe, serta eceng gondok. Ya, eceng gondok adalah salah satu tanaman yang masuk ke Indonesia dari Amerika Selatan yang tadinya diperuntukkan sebagai tanaman hias dan sekarang menjadi gulma yang tidak dapat dikendalikan. Pertukaran memang tidak selamanya berakhir manis.