Benar, MOS Seharusnya Tanpa Plonco

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 14 Jul 2016 08:26 WIB
MOS seharusnya menjadi kegiatan untuk mengenalkan siswa baru pada lingkungan sekolah, bukan jadi ajang bentak-bentak anak orang, apalagi kekerasan.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Semasa jadi pengurus OSIS di SMA Negeri 4 Pematangsiantar, SUMUT, di era 1993-1994, membuat kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) dikombinasikan dengan Penataran P4 adalah bagian dari program kami dan pihak sekolah. Dulu sih namanya bukan MOS, tapi Penataran.

Jujur saja, saat itu tujuan pengadaan MOS semata-mata untuk mengenalkan siswa-siswi baru itu pada lingkungan barunya di SMA. Termasuk di dalamnya berkenalan dengan kakak senior serta guru-gurunya.

Karena itu adalah MOS pertama di SMA yang notabene baru berumur 4 tahunan, kami tak kepikiran untuk membuat acara bentak-bentakan, atau meminta adik-adik itu membawa atribut-atribut aneh ke sekolah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Acaranya kebanyakan adalah pengisian materi Penataran P4, dan perkenalan dengan berbagai perangkat sekolah, termasuk di dalamnya memperkenalkan apa saja kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Ini saatnya organisasi di sekolah pamer kegiatan dan prestasi supaya banyak anggota barunya.

Memang ada sedikit permainan. Para siswa baru itu diminta mengisi semacam buku untuk ditandatangani oleh guru dan kakak-kakak senior yang mereka ajak kenalan. Sebanyak-banyaknya.

Nah di sini baru muncul sedikit ‘kenakalan’ kakak-kakak seniornya. Biasalah, praktek jual mahal kakak-kakak yang tak mau begitu saja memberikan tandatangannya.

Tapi tak ada tuh yang membentak-bentak, atau memperlakukan adik-adiknya dengan kasar. Sebab, kami pengurus OSIS, juga mewanti-wanti mereka untuk tak macam-macam.

Karena itu, paling banter adik-adiknya disuruh menyanyi atau berpuisi, atau sekadar diajak ngobrol panjang lebar. Terutama kalau adik-adiknya itu termasuk yang cakep-cakep. Sampai minta nomor telepon rumah, bagi yang berani (Dulu kan belum ada ponsel, email, dan semacamnya).

Saya tak tahu bagaimana kemudian tahun-tahun berikutnya praktek MOS ini dilakukan di SMA Negeri, yang kelak menjadi SMA terfavorit di Pematangsiantar, sebuah kota kecil yang bakal kalian singgahi kalau kalian melintas dari Medan ke Danau Toba dan sebaliknya.

Mudah-mudahan tak seperti MOS lain yang disertai praktek perploncoan. MOS disertai dengan perploncoan jelas saya tolak. Selain tak ada unsur pendidikannya sama sekali, itu hanya akan membangkitkan lingkaran dendam tiada habis.

Kalau tahun ini menjadi korban, tahun depan pasti ingin menjadi pelaku. Dan tepat seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, perploncoan itu sama saja dengan bullying. (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER