Jakarta, CNN Indonesia -- Kamu pasti sudah tak asing dengan wajahnya, Kapitan Pattimura namanya. Kenal kan? Iya, beliau adalah pahlawan yang dipampang wajahnya di uang pecahan Rp1.000.
Mata uang kertas dengan nilai terkecil. Meski dipajang di uang Rp1.000, yang berbeda dengan Soekarno-Hatta yang dipasang di lembaran Rp100.000, bukan berarti jasa Pattimura lebih kecil atau tidak penting dalam memperjuangkan bangsa Indonesia.
Pattimura memegang peran penting pada masa perjuangan kemerdekaan, khususnya di daerah Maluku. Maluku sempat dikuasai oleh dua penjajah secara bergantian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya Maluku dikuasai Belanda, lalu Inggris, dan kembali lagi ke tangan Belanda. Ketika Maluku berada di tangan Inggris, Pattimura yang bernama asli Thomas Matulessy ini sempat berkarir di militer Inggris dan mencapai tingkat sersan.
Kembali berkuasanya Belanda pada tahun 1816 membawa penderitaan kepada rakyat Maluku. Berbagai peraturan diterapkan oleh Belanda, seperti kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah, dan juga kerja paksa atau kerja rodi. Berbagai penderitaan itulah yang mendorong warga Maluku melakukan perlawanan. Gerakan pertama terjadi di Saparua dan merembet ke berbagai daerah di Maluku.
Perang pun pecah pada tahun 1817. Raja-raja patih, para Kapitan, Tua-tua adat dan rakyat menunjuk Pattimura sebagai pemimpin dan panglima perang. Penunjukkan Pattimura ini karena dirinya telah berpengalaman dan memiliki sifat-sifat ksatria.
Ketika mengemban peran sebagai panglima perang ini Pattimura mengatur berbagai strategi perang bersama para pembantunya.
Pattimura berhasil mengkoordinir raja-raja patih dalam memimpin pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan, dan pastinya membangun benteng pertahanan. Kemampuan kepemimpinan ini diakui oleh para raja patih maupun rakyat biasa.
Selain di Maluku, Pattimura juga menggalang persatuan di daerah lain. Mulai dari kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi, dan Jawa.
Kekuatan yang dimiliki Pattimura ini membuat Belanda harus mengirim pasukan militer yang kuat dan besar. Bahkan seorang Komisaris Jenderal seperti Laksamana Buykes harus turun tangan menghadapi Pattimura.
Sebuah pertempuran besar pernah terjadi di Saparua, yaitu pada perebutan benteng Belanda, Duurstede. Pasukan Pattimura berhasil merebut dan menguasai benteng tersebut selama 3 bulan. Saat penyerbuan itu pasukan Pattimura berhasil menewaskan seluruh pasukan Belanda yang ada di dalam benteng tersebut.
Belanda tak mau menyerah, mereka melakukan operasi besar-besaran untuk merebut kembali benteng. Pasukan Pattimura kewalahan dan terpaksa mundur. Akhir kisah perjuangan Pattimura berakhir di tiang gantungan Belanda.
Saat ia berada di sebuah rumah di Siri Sori dirinya ditangkap Belanda. Berulang kali ia dibujuk agar mau bekerja sama dengan Belanda. Namun Pattimura lebih memilih untuk mati menerima hukuman gantung daripada harus mengorbankan harga diri dan kehormatan bangsa kepada Belanda.
Nah memang perngorbanan seorang pahlawan tidak ternilai ya harganya. Mereka rela mati demi kehormatan bangsa, sebagai anak muda harus lebih mencintai bangsa dan budaya sendiri ya.
(ded/ded)