Ketika Anak jadi Minoritas di Media

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Kamis, 01 Des 2016 09:15 WIB
Anak adalah kelompok minoritas di media. Ruang mereka untuk menikmati konten ramah anak sangat kecil. Seperti apa media yang ramah anak?
Foto: mojzagrebinfo/Pixabay
Jakarta, CNN Indonesia -- Acara Parade Jurnalistik yang diadakan Himpunan Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad pekan lalu mengangkat tema Media: Taman Bermain Anak Masa Kini. Anak disebut termasuk kalangan minoritas di media.

“Kami berpikir bahwa anak dalam media posisinya kini minoritas. Ruang mereka sedikit, dan jadilah kami memikirkan tema ini,” ungkap Ketua Pelaksana Parade Jurnalistik, Ni Kadek Diana Pramesti. Tema ini juga terkait dengan momentum Hari Anak Sedunia yang jatuh pada 20 November dan Hari Televisi Sedunia yang jatuh pada keesokan harinya.

Dengan tujuan memeroleh pendapat dan solusi terkait masalah ini dari berbagai sudut pandang, acara tersebut diwarnai oleh beberapa pembicara dengan latar belakang yang berbeda antara lain UNICEF (United Nations Children's Fund) Indonesia dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang anak, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat sebagai regulator, Remotivi sebagai pemerhati media, psikolog anak, Laptop si Unyil sebagai salah satu media anak, serta beberapa anak muda yang peduli dengan permasalahan yang berkaitan dengan anak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jajak bicara tersebut terbagi ke dalam dua segmen. Segmen I membicarakan perihal apakah media-media di Indonesia sudah menyajikan tayangan yang mendidik, utamanya bagi anak-anak. Menurut data yang diberikan oleh UNICEF, Indonesia merupakan negara dengan pengguna gawai terbanyak. Anak-anak pun turut menyumbang besarnya persentase tersebut. “Anak-anak sering menggunakan gawai karena kehilangan hal-hal yang mampu menarik perhatiannya sehingga muncul kejenuhan yang mengakibatkan sang anak melampiaskannya pada penggunaan gawai,” ujar Jovita Maria Ferliana, seorang psikolog anak dan remaja. Namun sangat disayangkan bahwa hal ini tidak diseimbangkan dengan konten yang edukatif yang dihadirkan oleh media-media di Indonesia. Berdasarkan riset dari Remotivi sebanyak 59% tayangan media khususnya TV dinyatakan tidak mendidik. Wisnu Prasetyo Utama selaku peneliti Remotivi mengemukakan, sebanyak 25% suara menyatakan bahwa konten kekerasan menjadi penyebab tidak mendidiknya program TV saat ini.

“Konten kekerasan yang dimaksud bukan sekadar secara fisik. Kekerasan seperti ucapan dan penggunaan kata-kata pada program-program TV,” ujar Wisnu dalam jajak bicara yang berlangsung di Auditorium Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Selasa (22/11). Ketika terjadi sebuah permasalahan, tentu solusi menjadi sebuah kebutuhan. Hal ini yang kemudian dibahas pada segmen II

Seperti apa media ramah anak?
Bertanya perihal ini, sebagian peserta menjawab; media yang mendidik. Tak melulu soal anak-anak, tapi tontonan yang memang mengedukasi penontonnya, khususnya juga orang tua. Laptop Si Unyil merupakan sebuah contoh tayangan yang merata, tidak berbatas usia, dan mengedukasi. Menurut Muthia, selaku Produser dari program Laptop Si Unyil, Indonesia mampu membuat program yang ramah anak.

Hal optimis serupa juga diungkapkan oleh KPID Jawa Barat, Dadang. Namun, hambatan yang kini terjadi adalah adanya salah kaprah mengenai tayangan untuk anak-anak. Banyak yang mengindikasikan bahwa tayangan anak-anak adalah yang pemainnya anak-anak atau dalam bentuk animasi seperti kartun, padahal belum tentu seperti itu.

“Contohnya saja film kartun yang sebenarnya di negara asalnya bukan untuk tontonan anak-anak, tapi di Indonesia malah untuk anak-anak. Ada lagi, film impor yang pemainnya anak-anak dan jalan ceritanya sampai dia punya anak, lalu film itu masih dikategorikan untuk anak-anak. Kan aneh ya? Itu adalah sebuah kekeliruan yang terjadi di Indonesia saat ini,” Ujar Dadang.

Menutup Jajak Bicara, para pembicara optimis bahwa Indonesia bisa membuat media yang ramah anak. Hanya saja, hal tersebut masih merupakan proses yang panjang dan lagi peran mahasiswa dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk aliterasi media terhadap anak. Pertanyaannya adalah mampukah optimisme para pembicara tersebut terwujud? (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER