Bergerak Memaknai Butir Ketiga Sumpah Pemuda

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 13 Des 2016 11:34 WIB
Seberapa besar perhatian kita pada pelestarian bahasa Indonesia yang baik?
Ilustrasi (Foto: CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap tanggal 28 Oktober, masyarakat Indonesia, khususnya para pemuda memperingati hari Sumpah Pemuda. Beragam cara dilakukan untuk menyambut hari tersebut.

Tak hanya itu, mereka pun menjadikan hari Sumpah Pemuda sebagai momentum pergerakan dan perjuangan. Salah satunya yang dilakukan mahasiswa dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Cianjur.

Mereka bersama menggelar aksi unjuk rasa menuntut pemerintah Kabupaten Cianjur untuk responsif dan dapat menangani masalah pemuda yang tidak bekerja. Namun, apakah selamanya hari Sumpah Pemuda hanya melulu diwarnai aksi unjuk dalam menyauarakan aspirasi pemuda? Apakah selamanya topik yang dibahas adalah bahasan kompleks dan makro? Sumpah Pemuda tidak berhenti sampai bulan Oktober saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menarik bagi saya untuk melihat hari Sumpah Pemuda dan bagaimana para pemuda turut serta berpartisipasi di dalamnya. Sumpah Pemuda yang lahir dari semangat mendirikan negara berawal dari Kongres Pertama dengan dihadiri seluruh pelajar Indonesia dalam Perhimpunan Para Pelajar (PPP) Indonesia.

Lalu, dilanjutkan dalam Kongres Kedua selama dua hari yang akhirnya menghasilkan rumusan Kongres Sumpah Pemuda. Sumpah tersebut tertulis dan terdiri dari tiga butir yang saya rasa hampir semua pemuda seharusnya sudah hapal di luar kepala.

Menjadi lebih menarik lagi, saat kita mulai menyoroti lebih jauh ke tiap butirnya, khususnya butir ketiga. Bunyinya, yakni: “Ketiga, kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Lalu kembali timbul tanya, seberapa sering para pemuda berunjuk rasa menyoroti penggunaan bahasa Indonesia dalam butir ketiga Sumpah Pemuda tersebut?

Soal bahasa Indonesia
Bagi saya miris, saat berbondong-bondong para pemuda harus sampai turun ke jalan menuntut hal kompleks dan makro dalam memperingati hari Sumpah Pemuda. Tidak saya temui isu yang berkaitan dengan bahasa Indonesia sesuai butir ketiga isi Sumpah Pemuda.

Padahal, bulan Oktober lalu pun bertepatan pula dengan bulan bahasa Nasional. Momentum adanya Sumpah Pemudan dan bulan Bahasa Nasional dapat berjalan seiringan dan saling bersinergi.

Mungkin banyak pemuda yang kini menyepelekan bahasa Indonesia yang disebut-sebut sebagai bahasa persatuan tersebut. Mungkin juga banyak pemuda yang lupa atau bahkan tidak tahu makan butir ketiga Sumpah Pemuda, yang naskahnya dirumuskan di rumah seorang keturunan Tionghoa tersebut. Kita terkadang lupa melihat permasalahan sehari-hari dan di depan mata. Banyak dari kita ingin menyelesaikan masalah nan jauh, tapi lupa dengan yang di depan mata. Bagai melihat gajah di pelupuk mata.

Bahasa Indonesia adalah permasalahan yang tak kalah kompleks dan makro dengan isu lain seperti pengangguran, kesehjateraan, dan lain-lain. Namun, acap kali kita terutama para pemuda menyepelekan dan lupa akan hal ini. Kita seakan menutup mata dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan bahasa pemersatu kita itu.

Tak ada gerakan masif yang dilakukan. Hanya ada unjuk rasa menggebu-gebu atas nama menyuarakan kaum minoritas, bukan eksistensi bahasa Indonesia.

Sebagai identitas bangsa, bahasa Indonesia tentunya memiliki peranan yang vital di kehidupan. Di tengah era globalisasi dan modernisasi, adanya pemersatu bangsa, yakni bahasa Indonesia sangat diperlukan. Sayangnya, tidak semua orang sadar akan hal itu dan malah berbalik meninggalkan bahasa Indonesia.

Keutamaan bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa bergeser hanya sebagai pelengkap kehidupan yang semakin lama semakin ditinggalkan.

Salah satu makna dalam butir ketiga itu ialah masyarakat Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, masyarakat Indonesia termasuk para pemuda harus bangga dan mencintai bahasa persatuan tersebut. Bahasa Indonesia pun dimaknai sebagai pemersatu dan ciri bangsa di antara beragamnya bahasa daerah di Indonesia.

Berangkat dari hal itu dan kenyataan yang ada, saya melihat dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda, isu terkait bahasa Indonesia penting untuk diangkat dan disuarakan. Tidak melulu tentang permasalahan di pemerintahan yang kompleks dan makro, para pemuda saya rasa juga harus melihat Sumpah Pemuda dari perspektif lain, yakni butir ketiga. Caranya pun tidak terus-terusan harus turun ke jalan dan berteriak lantang di depan gedung-gedung pemerintahan. Kreativitas dan inovasi pemuda dalam menyuarakan aspirasi, khususnya isu bahasa Indonesia sangat dituntut dalam era modern saat ini.

Cara lain
Mungkin banyak orang masih berpikir, satu-satunya cara menyuarakan aspirasinya adalah dengan turun ke jalan berdemonstrasi. Saya rasa, pemikiran seperti itu harus sesegara mungki diperbaiki. Dalam era modern saat ini, aspirasi tak melulu soal demonstasi, apalagi terkait itu bahasa Indonesia. Pemuda dapat menciptakann berajam jenis varian baru dalam bersuara. Hal-hal baru dalam penyampaian pendapat perlu dibuat.

Salah satu cara yang memungkinkan digunakan ialah dengan mengadakan diskusi. Ketimbang turun ke jalan berdemonstrasi di depan gedung pemerintahan, pemuda dapat lebih bersuara dan terfokus dengan acara diskusi. Pemuda dapat mengadakan beragam kajian bahasa Indonesia.

Dampaknya pun tak hanya untuk diri mereka masing-masing, tapi orang lain yang ikut. Bersuara tak melulu soal diri sendiri yang benar, tapi bagaimana introspeksi diri dan memperbaikinya. Marilah ciptakan kegiatan untuk mengapirasi beragam pendapat diimbangi pengetahuan yang kuat. Alangkah percuma apabila sudah berteriak lantak, tapi kita sebenarnya tidak tahu apa yang sedang kita perjuangkan.

Bersinggungan dengan butir ketiga Sumpah Pemuda itu, sangat baik apabila aspirasi pendapat yang dimiliki pemuda diarahakan ke berbagai acara atau tempat lain. Melalui momentum hari Sumpah Pemuda, selayaknya para putra-putri bangsa dapat memaknai butir ketiga Sumpah Pemuda denga baik dan benar.

Memang saya rasa pemaknaan dari Sumpah Pemuda belum didapat dari tiap-tiap pemuda. Bahkan rasa bangga dan cinta bahasa Indonesia belum ada. Jangankah memaknai Sumpah Pemuda dan bersuara saat hari tersebut, peduli akan isu ini pun tidak. Namun, mau sampai kapan hal itu terjadi?

Apabila kita hanya terus berkeluh kesah akan situasi yang ada, saya rasa akan sangat percuma. Kita tak ubahnya mereka yang tidak bergerak maju memaknai butir ketiga sumpah pemuda. Mari sadar tentang pentingnya bahasa Indonesia. Mari segera sadar, hari Sumpah Pemuda tidak melulu menjadi momentum beraspirasi turun ke jalan dengan isu yang kompleks dan makro.

Sudah sepatutnya kita sebagai pemuda Indonesia sadar akan hal itu. sudah seharusnya pula kita bangun, bangkit, dan bergerak bersama memaknai butir ketiga Sumpah Pemuda dengan cara yang inovatif dan kreatif. Jadikan sumpah pemuda setiap hari menjadi acuan bergerak, tak terbatas pada 28 Oktober saja. Mari berjuang bersama dalam semangat Sumpah Pemuda terhadap isu bahasa Indonesia. Kalau bukan kita yang bergerak, lantas siapa lagi? (ded/ded)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER