Jakarta, CNN Indonesia -- Ada penyakit yang membuatmu lumpuh total. Namanya
locked-in syndrome. Ini adalah gangguan kelumpuhan pada semua otot tubuh. Penderitanya tak bisa bicara, bergerak, membuat ekspresi wajah, atau bahkan gerakan mata.
Selama bertahun-tahun dokter dan peneliti percaya, penderita penyakit itu benar-benar kesulitan. Sebab selain lumpuh, mereka tak bisa berkomunikasi.
Tapi, ada sebuah studi terobosan yang dilakukan peneliti di Pusat Bio dan Neuroengineering Wyss di Jenewa, Swiss. Mereka mendapati, penderita
locked-in syndrome itu bisa berkomunikasi melalui pikiran.
Studi mereka yang diterbitkan di jurnal PLoS Biology itu melibatkan empat penderita
locked-in syndrome akibat
amyotrophic lateral sclerosis, atau ALS. Dalam penelitian, pasien ini masing-masing dilengkapi dengan otak komputer
non-invasif. Kemudian komputer yang dikemas seperti topi dilengkapi dengan sensor dan beberapa kabel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti menggunakan spektroskopi inframerah dan
electroencephalography (EEG) untuk mengukur oksigenasi darah dan aktivitas listrik di otak. Tujuannya untuk membedakan jawaban “ya” dan “tidak” melalui pikiran. Setelah melalui proses kalibrasi, pasien ternyata mampu merespons pertanyaan dengan jawaban sederhana: "ya" atau "tidak”, menggunakan pikiran mereka.
Satu perempuan 23 tahun, ditanya apakah nama ibunya adalah Margit. Kemudian alat mendeteksi jawaban yang benar pada pasien yaitu “ya”.
Kemudian, pasien lain diminta, berdasarkan permintaan keluarganya, jika ia akan setuju putrinya untuk menikah dengan pacarnya Mario. Dia menjawab "tidak" menurut jawaban sembilan dari sepuluh.
Pertanyaan, "Apakah Anda bahagia?" dijawab dengan "ya" oleh semua empat pasien, berulang setiap minggu interogasi.
"Hasil yang mencolok membatalkan teori saya sendiri bahwa orang dengan
locked-in syndrome tidak mampu komunikasi," kata profesor Niels Birbaumer, seorang ahli syaraf di Pusat Bio dan Neuroengineering Wyss. "Kami menemukan bahwa keempat orang yang diuji mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pribadi yang kami berikan kepada mereka, menggunakan pikiran mereka sendiri."
Selain itu, Birbaumer mengatakan bahwa salah satu temuan yang paling mengejutkan studi ini adalah bahwa "Pasien melaporkan merasa bahagia." Ia mengatakan ia dan timnya percaya ini mungkin karena "Kualitas hidup tergantung pada perawatan sosial dengan keluarga dan perhatian sosial yang positif dari pengasuh dan teman-teman."
Dalam penelitian ini hanya melibatkan pasien yang hidup dengan keluarga mereka dan pengurus lingkungan yang positif. Birbaumer yakin bahwa teknologi ini, suatu hari nanti akan banyak tersedia, karena ini bisa berdampak besar pada kehidupan sehari-hari orang dengan locked-in syndrome.
Seiring dengan teorinya tentang lingkungan rumah yang positif, Birbaumer mengatakan ada juga kemungkinan bahwa kelumpuhan otot dapat menciptakan "Keadaan mental yang baik untuk otak" yang bisa mengurangi angan-angan dan niat.
Di masa depan, Birbaumer dan timnya berencana untuk membangun sebuah otak komputer yang memungkinkan pasien dengan
locked-in syndrome untuk memilih huruf dan kata-kata dengan otak mereka.
Mereka akan mulai dengan eksperimen
non-invasif, tetapi mengantisipasi bahwa hal itu mungkin melibatkan implantasi. Mereka berharap bahwa mereka dapat menerapkan temuan mereka dari pasien ALS dengan
locked-in syndrome yang mengalami stroke kronis.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa evolusi dibangun otak sebagai organisasi gerakan, Birbaumer menjelaskan. "Struktur dan pikiran dan perasaan merupakan konsekuensi dan bukan penyebab tindakan perilaku tertentu," katanya.
(ded/ded)