Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap tahun Komisi Status Perempuan mengadakan sidang yang mempertemukan perwakilan negara anggota PBB, organisasi masyarakat sipil, dan badan PBB di Markas Besar PBB, di New York, Amerika Serikat.
Tahun ini, mulai 24 Maret lalu, sidang bertemakan pemberdayaan ekonomi perempuan dalam dunia kerja. Dibahas juga soal tantangan dan prestasi dalam pelaksanaan Millenium Development Goals untuk perempuan dan anak perempuan.
Ternyata, tingkat penggangguran berdasarkan gender, masih lebih banyak perempuan ketimbang laki-laki. Sedang di negara Afrika dan Arab, tingkat penggangguran kaum perempuan hampir dua kali lipat laki-laki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, perempuan membutuhkan akses ke pendidikan dan pelatihan supaya bisa berpartisipasi dalam dunia ekonomi digital. Saat ini ada lebih dari 3 miliar orang di negara berpenghasilan rendah yang tidak memiliki ponsel dan 1,7 miliar di antaranya adalah perempuan.
Dibahas pula soal diskriminasi terhadap perempuan saat melamar kerja, diskriminasi soal gaji. Lalu ada stereotip bahwa perempuan hanya bekerja di sektor-sektor seperti kesehatan dan pendidikan, tidak bisa bekerja di konstruksi, produksi industrial, engineering, dan lain-lain.
Termasuk pula soal sunat perempuan, pernikahan dini, penyelundupan manusia, perbudakan modern, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gueterrez membuka acara ini dengan sambutan yang menekankan bahwa: “Hak hak perempuan adalah hak asasi manusia. Oleh karena itu kita harus merespon bersama-sama.”
Beliau juga menegaskan bahwa kesetaraan wanita dapat menambah 12 triliun ke pertumbuhan global. “PBB dan saya pribadi akan mendukung setiap langkah anda. Memang benar, saya harus mengakui, saya seorang laki-laki. Tapi kita perlu semua orang untuk berjuang untuk pemberdayaan perempuan. Dunia kita membutuhkan lebih banyak pemimpin perempuan dan dunia kita membutuhkan lebih banyak laki-laki yang mau berjuang/beridir untuk kesetaraan gender,” katanya.
Di sidang itu, perwakilan dari Indonesia juga menyampaikan pencapaian dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam pelaksanaan MDGs. Pencapaian Indonesia, kata Subandi Sardjoko, Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Dian Triansyag Djani, perwakilan tetap Indonesia di PBB, adalah diemplementasikannya gender responsive budgeting di Kementerian Keuangan, Kementerian Perempuan, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Selain itu, representasi perempuan di parlemen Indonesia adalah sekitar 17,8 persen dalam kepemimpianan 2014-2019, dibandingkan dengan 1950-1955 yang hanya 3,8 persen. Berikut juga disampaikan contoh-contoh konkret di tingkat kebijakan pemerintahan.
Sedangkan hambatannya adalah masih ada mindset orang dalam pembuatan peraturan yang menganggap konsep keseteraaan gender adalah konsep negara barat. Sehingga masih terjadi praktek diskriminasi.
Hambatan lain yaitu perlindungan perempuan dan anak-anak masih tidak cukup, apalagi isu-isu yang berkaitan dengan human-trafficking, kekerasan baik secara fisik maupun psikologis, kasus exploitasi, dan lain-lain.
Selain itu, banyak kandidat-kandidat perempuan dalam politik yang harus menghadapi diskriminasi gender sehingga masih kurangnya perempuan yang duduk di kursi pemerintahan.
Indonesia berharap dengan memperkuat data collection dan laporan mengenai indikator indikator inim Indonesia bisa lebih baik dalam mengukur kemajuan dan kinerja dalam mengimplementasikan kesetaraan gender dalam semua tingkat.
Setelah berdiskusi selama dua minggu, ditarik kesimpulan bahwa masih banyak hambatan yang harus dihadapi perempuan-perempuan seperti contohnya kondisi kerja yang tidak layak, banyaknya perempuan di sektor informal, stereotip perempuan di beberapa sektor pekerjaan seperti kesehatan dan sosial, dan gaji yang tidak sama antara perempuan dan laki-laki.
Negara-negara anggota (Member States) menyatakan keprihatinan atas ini dan upah masih rendah dibayarkan kepada wanita, yang sering di bawah upah hidup layak. Ditekankan bahwa negara-negara anggota berkomitmen untuk pelaksanaan kebijakan upah yang sama melalui dialog sosial, perundingan bersama, evaluasi pekerjaan dan jenis kelamin gaji audit, antara langkah-langkah lain.