Bandung, CNN Indonesia -- Di antara rumah-rumah dan warung yang berjejer di Jalan Bima di Bandung, Jawa Barat, ada satu bangunan yang menarik perhatian. Bangunannya terlihat berbeda dari bangunan-bangunan lain yang ada di sekitarnya. Dari kejauhan, bangunan ini terlihat seperti kubus melayang. Setelah berdiri tepat di depannya, barulah terlihat nama tempat ini, sebuah
microlibrary.
Memasuki halamannya, tampak sebuah ruang terbuka seperti panggung yang sedang dipakai oleh anak-anak SD untuk berbincang-bincang dan mengerjakan tugas. Di bagian kanan bangunan tersebut, tampak sebuah tangga menuju ke lantai dua gedung ini. Saya pun menaiki tangga tersebut lalu berdiri terdiam di anak tangga paling atas.
“Masuk aja,
teh,” suara dari dalam ruangan di lantai dua terdengar. Seperti menyuruh saya dan kawan saya masuk karena kami hanya memandangi pintu masuknya dari tangga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ini benar-benar cuma bekas wadah es krim ya kang, saya pikir dicat,” ucap saya saat melihat dari dekat desain dinding laintai dua
microlibrary ini. Desain gedung yang menggunakan ember es krim sebagai dindingnya ini memenangkan penghargaan The Architizer A+ pada 11 April 2017 lalu. Karya unik SHAU Architecture & Urbanism ini berhasil menjadi jawara pada kategori Concepts-Architecture +Community.
Ember-ember yang disusun menjadi dinding sekeliling perputakaan itu sebagian dilubangi. Fungsinya bukan hanya sekadar hiasan mempercantik pemandangan. Rancangan itu memudahkan udara dan sinar matahari masuk ke ruangan sehingga hemat energi karena tak tergantung penyejuk udara atau lampu pada siang hari. “Adem kok,
teh. Kalau hujan juga nggak masuk ke dalam airnya,” ujar Devih, fasilitator
microlibrary itu.
Tidak hanya desainnya yang unik dan efisien, ada hal lain yang menarik dari desain gedung
microlibrary ini. Jika dilihat dari bagian luar, dinding yang disusun dari 2.000 ember es krim bekas ini menunjukan sesuatu. Ember-ember bekas tersebut disusun membentuk kode binari yang menyampaikan pesan yang berarti “Buku adalah Jendela Ilmu”.
Sang Primadona Desain Saat sedang berbincang dengan Devih, pengelola
microlibrary ini, ada satu benda di ujung meja yang menarik perhatian saya. Sebuah benda seperti ukiran dua dimensi yang dibingkai dengan warna bingkai yang senada. Di pojok kirinya ada tulisan “Dengan Ingatan Tulus Ikhlas dari With Best Compliments from Datuk Bandar Petaling Jaya, Mayor of Petaling Jaya”.
Di sampingnya berdiri sebuah plakat dengan huruf “UB” di atasnya. Di bagian bawah plakat tersebut terdapat tulisan “Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya”. “Itu cinderamata dari Universitas Brajiwaya waktu mereka berkunjung ke sini. Di sebelahnya itu dari Malaysia
teh, lihat aja itu kan tulisan Malaysia,” ucap Devih saat saya memperhatikan kedua plakat tersebut.
Desain gedung yang unik dan sederhana, bahan bangunannya yang juga sangat kreatif memang menarik mata banyak pihak. Tidak hanya penghargaan dari The Architizer yang membuktikan hal ini. Kedua plakat yang terletak di meja pengelola perpustakaan tersebut juga menunjukkan minat berbagai pihak terhadap gendung perpustakaan kelurahan ini.
“Walaupun yang sering memang warga lokal sekitaran, sekarang udah mulai skala Internasional. Kemarin ada dari Belanda studi banding ke
microlibrary kami, ada juga dari Singapura, Malaysia, Filipina, Jerman, dan Inggris. Pengunjungnya dari pertama diresmikan itu semakin meningkat. Sekarang per dua bulan ada sekitar dua ratus orang (pengunjung). Jadi per hari itu sekitar tiga puluh sampai empat puluh oranglah. Banyak juga yang selain baca-baca tapi sekadar lihat-lihat dan foto-foto. Kan ada yang mau baca ada juga yang mau nilai desain arsitekturnya,” jelas Devih.
Theodorus, salah satu pengunjung yang datang bersama kawan-kawannya saat saya mengunjungi
microlibrary juga mengatakan hal serupa. Ia mengungkapkan dirinya datang ke
microlibrary karena penasaran akan bentuk asli gedung yang desainnya memenangkan penghargaan The Architizer tersebut. “Sebenarnya jalan-jalan, cuma karena lagi ada waktu senggang aja. Kita kan juga pernah jadi mahasiswa arsitektur, kebetulan karya ini kan sempat dapat penghargaan dari Architizer, jadi pengen lihat aja,” ungkapnya.
Berfungsi Mulia Menjadi Wisata Edukatif Berangkat dari keprihatinan akan minat baca masyarakat Indonesia yang rendah, harapan dan program awal Pemerintah Kota Bandung ialah membuat satu
microlibrary di setiap kelurahan di Kota Bandung dan meningkatkan minat baca serta literasi warga Kota Bandung.
Microlibrary Bima ini merupakan perpustakaan kelurahan pertama di Kota Bandung yang selanjutnya dijadikan contoh bagi
microlibrary lain yang akan dibangun di setiap kelurahan.
Semenjak didirikan pada 5 September 2015, perpustakaan kelurahan Arjuna ini terus menjalankan misi dan tujuannya yaitu meningkatkan minat baca dan literasi pada masyarakat. “Intinya sih kan didirikannya
microlibrary dengan tujuan sederhana sebagai sumber belajar. Jadi di sini bermain sambil belajar,” ujar Devih.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, pihak pengelola
microlibrary terus mengembangkan ide dan inovasi pada fasilitas yang diberikan. Saat diresmikan, perpustakaan kelurahan Arjuna ini sudah memiliki 537 koleksi. Jenisnya pun beragam, mulai dari buku cerita anak, buku-buku agama, kesehatan, politik, sosial, ekonomi, sampai buku resep memasak dan majalah-majalah berbagai orientasi usia. Koleksi tersebut terus bertambah seiring bertambahnya pula masyarakat yang mengetahui keberadaan microlibrary tersebut dan menjadi donatur buku di sana.
Tidak hanya buku, berbagai permainan tradisional dan edukatif juga disediakan di
microlibrary ini. Permainan-permainan seperti congklak, monopoli, dan permainan-permainan lain tersedia dan bebas dimainkan oleh pengunjung. Tidak hanya itu, ada pula alat peraga seperti manekin organ tubuh manusia yang dapat digunakan sebagai sarana belajar.
Area lantai satu yang merupakan ruang terbuka disediakan oleh pengelola sebagai sarana untuk kegiatan masyarakat. Devih menjelaskan, ruang terbuka tersebut biasa digunakan untuk acara-acara yang diadakan warga sekitar seperti pertemuan pengurus RT atau RW.
“Area bawah itu untuk kegiatan masyarakat sih, kadang untuk pertunjukan kesenian. Ya kegiatan masyarakat aja sih, jadi multifungsi kalau untuk di bawah. Tiap Sabtu dan Minggu malam biasanya kita ada bioskop rakyat. Jadi yang diputar film-film sejarah dan yang berisi edukasi bangsa lah. Dari pada nongkrong nggak jelas kan lebih baik seperti itu,” tambahnya.
Microlibrary Bima ini juga menyediakan berbagai program edukatif yang bekerja sama dengan berbagai komunitas yang ada di Bandung. Program-program kegiatan seperti
storytelling,
english club, dan kegiatan pembangunan karakter dilakukan atas kerja sama dengan Komunitas Ruang Pengabdian. Selain itu ada juga kegiatan lain seperti
karate kids, atau kegiatan menggambar dan penerbitan buku yang bekerja sama dengan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.
Devih berharap
microlibrary yang disediakan sebagai sarana berbagi ilmu ini benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat.
Microlibrary ini dapat dijadikan wahana wisata edukatif yang bermanfaat untuk berbagai pihak. “Yang penting ramai dulu microlibrary lah, banyak dulu pengunjungnya. Nanti kan kita bikin komunitas
microlibrary-nya, bisa ada kegiatan donasi buku atau apapun di sini,” tutup Devih.