Jakarta, CNN Indonesia -- 6 Oktober 1969 silam, The Beatles merilis single berjudul Come Together, salah satu lagu dari 17 daftar lagu yang terdapat dalam album legendaris Abbey Road. Seperti lagu-lagu The Beatles sebelumnya, Come Together meraih kesuksesan dengan menempati peringkat satu di Billboard Hot 100 Chart dan berada di chart tersebut selama 16 pekan. Tak hanya itu, Come Together juga dicover ulang oleh beberapa musisi ternama seperti Aerosmith, Michael Jackson, sampai Arctic Monkeys.
Come Together hanya satu lagu dari sekian banyak lagu The Beatles yang ditulis oleh John Lennon. Sayangnya, kepopularitasan Come Together harus ternodai. Pada 1973, Big Seven Music Corporation, pemegang hak edar lagu-lagu musisi rock and roll legendaris Chuck Berry menggugat John Lennon. Lennon dianggap telah melakukan plagiarisme terhadap lagu Chuck Berry berjudul You Can't Catch Me yang dirilis pada 1956.
Morris Levy, pemilik Big Seven Music menganggap musik Come Together sangat mirip dengan musik You Can’t Catch Me. Bahkan, beberapa lirik yang ada di lagu Come Together nyaris serupa dengan yang ada di lagu Chuck Berry tersebut. Untungnya, kasus tersebut itu tidak jadi berlanjut ke meja hijau. Lennon berjanji akan merilis ulang tiga lagu Chuck Berry dan memberikan sebagian keuntungannya sebagai bentuk kompensasi. Walaupun nyatanya, hanya dua lagu yang akhirnya dirilis ulang, karena Lennon keburu dipanggil Sang Pencipta pada 1980.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1971, dua tahun sebelum John menerima gugatan, gitaris The Beatles, George Harrison juga harus mengalami nasib serupa seperti yang dialami rekannya. George digugat oleh Bright Tunes Music karena melakukan plagiarisme terhadap lagu Ronnie Mack, He’s So Fine. Celakanya, pengadilan menyatakan George bersalah dan terbukti membajak lagu tersebut, serta harus membayar denda sebesar 587.000 US Dollar. George yang saat itu sedang di tengah popularitas setelah merilis album solonya, All Things Must Pass seketika paranoid dan enggan menulis lagu kembali selama hampir dua tahun.
Terlepas dari sadar tidaknya, sengaja tidak sengajanya John Lennon dan George Harrison melakukan plagiarisme saat itu, tentu plagiarisme merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan pada siapapun. Dari karya seni sampai karya tulis, dari yang terbesar sampai yang terkecil, plagiarisme tetap merupakan tindakan yang tidak terpuji, baik di mata hukum maupun di mata sosial.
Plagiarisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan penjiplakan yang melanggar hak cipta. Lebih lengkap, Wikipedia menjelaskan plagiarisme merupakan penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.
Di mata hukum, plagiarisme sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang diperbaharui kembali menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana tindakan plagiarisme sudah termasuk ke dalam tindak pidana.
Menurut perspektif sosial, tindakan plagiarisme dapat merusak segi moral dan etika. Pasalnya, plagiarisme melanggar tatanan kehidupan karena secara gamblang mengambil ide atau gagasan orang lain tanpa izin dan sepengetahuannya, serta tidak menyebutkan sumber yang jelas.
Dalam dunia musik sendiri, sudah banyak lagu di seluruh dunia yang dituding dan digugat melakukan plagiarisme. Banyak yang berakhir di persidangan, tapi tak sedikit pula yang diselesaikan di luar persidangan. Kasus plagiarisme yang paling banyak dibicarakan dalam era musik modern adalah kasus Robin Thicke dan Pharrell Williams pada 2015. Kedua bintang pop tersebut terbukti karena telah menjiplak lagu milik Marvin Gaye, Got To Give It Up.
Berbagai cara dilakukan untuk dapat menghindari plagiarisme terhadap lagu. Menurut penulis lagu senior asal Indonesia, James F. Sundah, alternatif cara untuk menghindari sebuah lagu dianggap plagiat adalah dengan memperhatikan batas 'Substansial Part', yakni bagian terpenting dalam musik yang pernah dikenal orang.
Tak cuma dalam dunia musik, karya tulis pun mendapat perhatian tersendiri soal plagiarisme. Bahkan, ada penyebutan tersendiri yang biasa disematkan untuk bentuk plagiarisme yang dilakukan terhadap karya tulis: plagiasi. Di lingkungan akademika, terutama perguruan tinggi, plagiarisme mutlak haram untuk dilakukan. Pun senada dengan dunia jurnalistik, yang menganggap plagiarisme sebagai musuh terbesar yang harus dijauhi para jurnalis.
Kedua bidang tersebut sama-sama mengajarkan dan memakai teknik parafrase yang digunakan untuk menghindari plagiasi. Parafrase sendiri merupakan penulisan kembali dengan bentuk dan penyampaian bahasa yang berbeda secara signifikan untuk menghindari plagiasi.
Pada akhirnya, pencegahan tindakan plagiarisme harus gencar dilakukan oleh berbagai pihak dan berbagai bidang. Sosialisasi tentang plagiarisme harus ditanamkan sejak dini, tentunya dengan dibarengi kesadaran masing-masing individu. Karena sejatinya, plagiarisme adalah kejahatan kreativitas.