Film G30S PKI dan Dampaknya pada Generasi Z

Deddy Sinaga | CNN Indonesia
Selasa, 26 Sep 2017 12:52 WIB
Perlukah generasi muda saat ini menonton film Pengkhianatan G30S PKI? Berikut survei kecil-kecilan mengenai dampak film ini pada generasi Z.
Nonton bareng film Pengkhianatan G30S PKI di SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara. (Datuk Haris Molana/detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Film berfungsi sahih dalam menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayaknya untuk bertindak melakukan sesuatu.

Generasi Z ialah generasi yang lahir di sekitar tahun 1996-2010 atau pada tahun ini usianya antara 6-20 tahun. Arkian, generasi Z merupakan periode tumbuh kembang kanak-kanak hingga menuju masa akhir remaja pada saat ini.

Generasi Z merupakan generasi spesial dengan sajian teknologi yang sudah serba canggih. Di masa Generasi Z, internet sudah mulai berkembang dengan sangat pesat dan menjadi salah satu kebutuhan vital manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Generasi Z sudah terbiasa melihat orang lain menggunakan gawai (gadget), sehingga sangat mudah untuk beradaptasi dengan teknologi dan memanfaatkannya.

Film
Tanpa menyampingkan bentuk karya seni lainnya, film jadi suatu fenomena tersendiri dalam kehidupan modern. Sebagai objek seni abad ini, film berkembang menjadi salah satu bagian dari kehidupan sosial, yang tentunya memiliki pengaruh yang cukup signifikan pada manusia sebagai penonton.

Film menjadi bagian yang penting dalam kajian media massa. Film berfungsi sahih dalam menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayaknya untuk bertindak sesuatu. Pernyataan ini sudah terbukti lewat penilitian yang dilakukan oleh ilmuwan Komunikasi maupun pakar pada studi sinematografi.

Film berperan penting sebagai pembentuk budaya massa. Menurut Denis McQuail lewat bukunya Teori Komunikasi Massa, pengaruh film juga sangat kuat dan besar terhadap jiwa manusia. Karenanya, penonton tidak hanya terpengaruh ketika saat menonton film, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. Untuk menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayaknya untuk bertindak sesuatu –film punya kapasitas untuk itu–.

Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film yang ditayangkan di televisi maupun bioskop (layar lebar) selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan di baliknya.

Film memiliki sifat satu arah. Selain itu, kekuatan dan kemampuan film menjangkau berbagai segmentasi sosial membuat para ahli film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya.

Representasi kekerasan
Setelah dirilis pada 1984, film Pengkhianatan G30S PKI menjadi tontonan wajib lintas umur tiap tanggal 30 September. Dengan tumbangnya rezim orde baru, film yang nyaris berdurasi 4 jam ini pun berhenti tayang.

Alih-alih menayangkan konstruksi untuk membenci dan menghindari ideologi komunisme, representasi pertama yang menjadi perhatian penonton justru pada adegan-adegan kekerasan yang tersaji pada film tersebut.

Untuk membuktikan representasi pertama itu, penulis melakukan survei sederhana dengan respoden yang tinggal di seputaran tempat tinggal. Responden berjumlah sepuluh orang dengan rentang usia 30-40; generasi yang sempat menyaksikan film Pengkhianatan G30S PKI.

Delapan dari sepuluh respoden menjawab pertanyaan tentang apa yang dipikirkan tentang film tersebut dengan jawaban hampir serupa, yakni film tersebut tidak etis ditonton karena adegan kekerasan di sana terlalu vulgar (terang-terangan). Sementara dua responden tersisa menjawab film tersebut tidak etis ditonton karena menampilkan simbol-simbol komunisme.

Sementara itu, saat ditanya: Perlukah generasi muda saat ini (anak sampai remaja), patut menonton film Pengkhianatan G30S PKI? Seluruh responden menjawab tidak dengan dua alasan berbeda. Menurut para reponden, rentang usia muda sangat rentan terpengaruh oleh adegan kekerasan pada film tersebut dan juga rentan terpengaruh untuk mencari tahu tentang ideologi komunisme. Alasan kedua merujuk pada ketakutan akan bangkitnya ideologi komunisme di Indonesia.

Menayangkan kembali film Pengkhianatan G30S PKI hanya akan menimbulkan efek kognitif negatif bagi generasi muda. Oleh sebab itu, mengedukasi generasi Z lewat pembelajaran sejarah secara komprehensif dan berimbang lebih elok rasanya ketimbang memaksa untuk menyaksikan sebuah tayangan penuh kekerasan dan berdarah-darah.

Menjaga generasi Z tetap steril dari konstruksi kekerasan dan simbol-simbol komunisme lewat medium film menjadi pilihan paling bijak yang bisa diambil oleh generasi di atasnya. Bebaskan generasi Z untuk membentuk kognisinya masing-masing tanpa paksaan berlandaskan kepentingan.

Indra Kurniawan
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Komputer Indonesia (ded/ded)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER